Jalan Berbatu hingga Temukan Priviledge melalui Pendidikan

Facebook
Twitter
WhatsApp
Foto: Dok. pribadi Muh Ilham

Washilah – Sore itu di antara bangunan tanpa sekat, di depan UIN Alauddin Makassar, Samata, Kabupaten Gowa, saya menemui Ilham. Ia menepati janjinya untuk berbincang ringan mengenai perjalanan akademik dan non-akademiknya selama beberapa tahun ke belakang.

Hari penuh makna, tepat pada 3 Agustus 2002, di sebuah Desa kecil bernama Deakaju, Kabupaten Enrekang, Ilham atau yang kerap disapa Lam itu dilahirkan. Peluk penuh kehangatan oleh orangtuanya. Namun belum sempat tumbuh belia, Ayahnya meninggal dunia saat Ilham berusia 2 tahun.

Pemadaman listrik di kafe sore itu membuat saya samar-samar melihat ekspresinya saat menceritakan kepergian Ayahnya. Ilham bercerita kehidupannya terus berlanjut. Ilham dibesarkan oleh sang Ibu yang bekerja sebagai petani dengan upah tak menentu. Pekerjaannya ia lakoni di desanya yang dijuluki ‘Desa Kecil’ hingga bertahun-tahun. Kehidupannya bersanding dengan ironi kesenjangan ekonomi yang tajam.

Pendidikan sebagai Gerbang Priviledge

Sekolah Dasar Negeri (SDN) Deakaju tempat Ilham menimba ilmu, tidak sama kebanyakan sekolah lain yang sesak akan siswa. Sekolah Ilham terpencil dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan.

Ilham mulai berpikir dan berusaha untuk setidaknya membantu perekonomiannya dengan sang Ibu. ia berjualan semangka potong disela-sela jam istirahat. Begitu caranya menyiasati hidup dengan bekerja keras.

Jelang jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), ia memutuskan menyewa indekos untuk bersekolah di Kecamatan Baraka, 12 Km dari kampung kecilnya. Saat berangkat sekolah ia harus menyusuri jalan berbatu, berdebu, dan berlubang. Bisnis semangka potong tetap berjalan di tengah bisnis barunya yaitu jasa sablon.

Semangat belajarnya semakin kuat ketika ia beralih ke Sekolah Menengah Atas (SMA). Ia mulai memberanikan diri bergabung ke dalam Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI). Pada satu kesempatan, ia juga mendaftarkan dirinya untuk mengikuti lomba debat Bahasa Inggris yaitu National Schools Debating Championship (NSDC) yang dinaungi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) secara nasional dan ia berhasil mengantongi juara 1 serta menjadi pembicara terbaik kala itu. Ketertarikannya akan debat bermula karena rasa penasaran ketika tidak sengaja melihat cuplikan lomba debat di ponselnya.

Dalam ruang imajinasi yang tak terbatas, Ilham kerap berkhayal akan menjadi apa? atau berlabuh di mana? Ia hanya tahu jika dirinya tertarik pada bahasa asing, Bahasa Inggris.

“Aku waktu itu nonton salah satu acara berita di televisi dan kaget waktu dengar reporternya berbahasa asing, bahasa Inggris. Setelah itu, Aku juga bertekad untuk bisa berbicara bahasa Inggris,” ujarnya.

Tahun ketiga di SMA, dengan gaya pemuda khas pedesaan, Ilham berhasil menjadi Duta GenRe II Sulsel dengan pesaingnya yang waktu itu adalah tataran mahasiswa. Tupoksinya sebagai Duta GenRe (Generasi Berencana) ini menjadi wadah untuk memupuk rasa kepeduliannya terhadap masyarakat, ia pun mulai terjun ke lapangan membawa edukasi-edukasi dan program kerja terkait pendidikan seksual hingga pencegahan pernikahan usia dini. Ia merasa dapat menjadi dirinya yang sebenarnya setiap melaksanakan program kemanusiaan.

“Aku tipe orang yang misalkan belum dapat kamu, Aku akan kejar sampai dapat dan Aku menjadikan setiap ajang kompetisi untuk mengukur seberapa jauh Aku bisa berkembang,” katanya sambil tersenyum ketika saya tanya mengapa begitu bertekad dalam setiap kompetisi.

Dunia Perguruan Tinggi

Cita-cita halunya saat kecil untuk menjadi seorang dokter seakan terwujud setelah diterima di salah satu perguruan tinggi bergengsi di Makassar. Namun, ternyata itu tidak lantas menjadikannya sebagai mahasiswa kedokteran. Di tahun 2021, bermodalkan beasiswa dan proses refleksi diri yang panjang, ia memutuskan untuk memilih melanjutkan pendidikannya di Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Alauddin Makassar.

Setelah lama berbincang, listrik di kafe itu kembali menyala bersamaan saat sore membentang di sepanjang langit perkotaan. Ilham kembali bercerita, katanya ia konsisten melanjutkan torehan prestasinya sebagai seorang mahasiswa mulai dari tingkat regional, nasional, hingga internasional. Kebanyakan adalah dari kompetisi debat seperti menjadi The Best Speaker Debat OCEAN 2022 yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Makassar (UNM) secara nasional.

Di hari-hari beratnya, Ilham bersyukur karena selalu ada ibunya yang mendengar keluh-kesah dan menyemangatinya. “Tidak apa-apa, nak. Kamu telah melakukan yang terbaik,” Kata Ilham meniru Ibunya saat ia gagal atau kecewa.

Oktober ini, ia memenangkan penghargaan sebagai Mahasiswa berprestasi Kesehatan Masyarakat II Regional Timur 2023. Pencapaian yang sangat berarti untuknya, karena merupakan pertama kalinya mahasiwa dari UIN Alauddin Makassar dapat sampai pada tahap tersebut.

“Menurutku, menjadi hebat atau berprestasi bukan berarti kita ingin lebih hebat dari yang lain. Semua orang unik dan berharga. Adapun bagaimana kita mengapresiasi dengan memaksimalkan hal unik yang kita miliki itulah yang menjadi hal penting yang perlu digaris bawahi,” katanya sambil tersenyum penuh seraya merapikan laptop, catatan, dan ponselnya ke dalam tasnya sebelum bergegas pergi melanjutkan agendanya yang padat.

Penulis: Rusmianti (Magang)
Editor: Nabila Rayhan

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami