Washilah – Di tengah kesibukan transaksi jual beli di Pasar Sungguminasa, Kabupaten Gowa, deretan pedagang sibuk melayani pelanggan. Uang kertas berpindah tangan dengan cepat, tanpa banyak waktu untuk diperiksa keasliannya. Namun, di balik hiruk-pikuk itu, ancaman peredaran uang palsu selalu mengintai.
Bank Indonesia (BI) Sulawesi Selatan (Sulsel) memahami betul risiko ini. Dalam sebuah kegiatan edukasi bertema “Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah dan Pentingnya Menghargai Uang Rupiah Sebagai Simbol Kedaulatan Negara,” tim dari BI turun langsung ke pasar, menyapa para pedagang, dan memberikan edukasi sederhana namun penting: metode 3D – Dilihat, Diraba, Diterawang.
“Pedagang pasar tradisional adalah garda terdepan dalam transaksi tunai. Jika mereka memahami ciri-ciri keaslian uang, maka peredaran uang palsu dapat ditekan,” ujar Kepala Perwakilan BI Sulawesi Selatan, Muslimin, di sela-sela kegiatan tersebut, Senin (23/12/2024).
Dalam sesi edukasi, Muslimin menjelaskan dengan rinci ciri-ciri uang rupiah asli secara mendetail.
“Benang pengaman pada uang rupiah itu dianyam, bukan dicetak. Ada tulisan mikro yang jelas, gambar pahlawan sebagai tanda air saat diterawang, dan bagian kasar di angka nominal serta lambang Garuda sebagai kode untuk penyandang tunanetra. Metode paling efektif adalah 3D, bukan dengan membelah uang,” paparnya dengan tegas.
Penjelasan tersebut rupanya memberi kejelasan bagi para pedagang yang sebelumnya masih percaya pada mitos-mitos yang beredar di masyarakat. Salah satunya adalah Dian, seorang pedagang di pasar yang mengaku pernah mengalami kerugian akibat menerima uang palsu.
“Sebelumnya was-was karena di Gowa ini memang banyak uang palsu beredar. Saya sempat termakan isu kalau uang dibelah bisa ketahuan asli atau palsu. Ternyata, itu salah besar. Penjelasan dari BI sudah membuat saya lebih paham,” ungkap Dian dengan lega.
Di sisi lain, kekhawatiran juga datang dari pembeli. Salah seorang pembeli, yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan keraguannya tentang proses pelaporan uang palsu.
“Kalau kita melapor, paling hanya diminta keterangannya. Saya ragu dengan kepastian penyelesaiannya,” tuturnya dengan nada khawatir.
Menanggapi hal itu, Muslimin menegaskan pentingnya melaporkan uang palsu ke bank terdekat, bukan hanya disimpan atau dibuang.
“Di bank, kami memiliki alat pendeteksi seperti sinar UV dan kaca pembesar untuk memeriksa keaslian uang. Jangan takut melapor, karena itu adalah langkah yang benar,” tambahnya dengan yakin.
Pedagang lain, Ibu Jannah, yang sudah lama berjualan di pasar, mengaku merasa terbantu dengan adanya edukasi dari BI Sulsel.
“Alhamdulillah, sekarang ku tahu mi membedakan uang palsu dengan benar. Dulu pernah ka dapat uang palsu tapi langsung ku buang karena emosiku pas ditolak di Pertamina. Dengan adanya edukasi ini, lebih paham mi sekarang,” ungkapnya dengan senyum lega.
Harapan serupa juga disampaikan oleh Ibu Mina, seorang penjual sayur di pasar yang sama. Menurutnya, kegiatan seperti ini sebaiknya diperluas ke pasar-pasar lain. “Bagus sekali mi ini diadakan edukasi seperti ini. Mungkin bisa diterapkan di pasar-pasar lain juga, supaya semua pedagang tahu cara membedakan uang palsu,” harapnya.
Tak hanya pedagang dan pembeli, kalangan mahasiswa juga menyoroti pentingnya kegiatan edukasi ini. Rahman, mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar, menilai langkah BI Sulsel sangat tepat dan berdampak positif.
“Banyak masyarakat, terutama di daerah pasar tradisional, yang belum memahami ciri-ciri uang asli. Edukasi langsung seperti ini harus lebih sering dilakukan agar kesadaran masyarakat meningkat,” ujar Rahman penuh harap.
Sementara itu, Dai, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin, menambahkan bahwa stigma terkait uang palsu masih sangat kuat di kalangan masyarakat.
“Edukasi seperti ini harus diperluas dan bisa melibatkan lembaga lain agar semakin masif. Masih banyak masyarakat yang mudah percaya mitos dan akhirnya dirugikan. Langkah BI Sulsel ini patut diapresiasi,” katanya dengan tegas.
Di akhir kegiatan, Muslimin memastikan bahwa edukasi semacam ini akan terus dilakukan di berbagai pasar dan pusat keramaian di Sulawesi Selatan.
“Tujuannya adalah memastikan uang yang beredar adalah uang yang sah dan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang uang Rupiah asli. Dengan kesadaran yang meningkat, kami berharap peredaran uang palsu bisa ditekan,” tutupnya dengan optimis.
Dengan upaya edukasi yang konsisten dan dukungan dari berbagai pihak, Bank Indonesia Sulawesi Selatan berharap masyarakat semakin paham pentingnya mengenali keaslian uang Rupiah dan menghargainya sebagai simbol kedaulatan negara. Edukasi bukan hanya tentang transaksi aman, tetapi juga tentang menjaga integritas ekonomi bangsa.
Penulis: Nur Rahmadani Lira (Magang)
Editor: Sriwahyuni