Cerpen “Siapa Namanya?”

Facebook
Twitter
WhatsApp
Ilustrasi: net
Ilustrasi: net

Manusia adalah mahkluk yang dinamis yang senantiasa bergerak. Aku adalah manusia dan salah satu caraku memenuhi kodratku sebagai mahkluk yang dinamis adalah melakukan perjalanan. Bulan Agustus menjadi saksi perjalananku, aku mengunjungi sebuah kota yang belum pernah ku injakkan kakiku sebelumnya kota itu kerap kali disebut dengan sebutan Kota Dodol. Memang pantas dijuluki Kota Dodol karena di setiap kedai atau warung yang aku singgahi selalu tersedia bingkisan-bingkisan warna-warni yang berisi Dodol. Kota Dodol merupakan salah satu kota di mana pelatihan intelektual diadakan pada waktu itu, aku bersama dua kerabat seperjalananku yang telah menyatukan niat sebelumnya untuk berangkat ke sana, sebut saja mereka adalah Ola dan Pranata. Ola yang dikenal sebagai sosok yang memiliki jiwa keibuan yang kental dan Pranata dengan penampilan yang seadanya dan pendiam. Kami bertiga tinggal di sana kurang lebih dua minggu dan semuanya berjalan lancar walaupun sering terjadi gangguan internal dalam tubuh kami dikarenakan faktor ekonomi yang menipis namun itu tak kami anggap sebagai kendala.

Dua minggu sudah berlalu, kami diperhadapkan dengan sebuah zona di mana kami harus meninggalkan sebuah cerita di tempat itu. Hal itu tak bisa kami pungkiri karena tempat itu sebatas tempat penyusunan teori dan tempat pengimplementasi dari teori yang tersusun tersebut adalah tempat yang telah kami tinggali selama kurang lebih dua minggu. Hari yang cerah dengan senyuman sang mentari seketika berubah, hari itu hari di mana kami bertiga meninggalkan Kota Dodol. Lambaian tangan dan mata berkaca-kaca dari mereka yang kami tinggalkan mengiringi angkutan kota yang kami tumpangi menuju terminal Rambutan. Perasaan haru tak bisa terbendung, Ola adalah sosok yang termuda di antara kami bertiga, dia meneteskan air mata. Beberapa menit kemudian kami tiba di terminal Rambutan, kami bergegas turun dan mencari bus yang akan kami tumpangi menuju bandara. Terik matahari tak lagi kami nikmati sore itu, kabut menyelimuti terminal Rambutan memang kota ini terkenal dengan kota yang dingin. Akhirnya, kami menemukan bus yang bisa kami tumpangi menuju Bandara yang pasti biayanya murah karena mengingat kondisi ekonomi sudah sangat menipis. Di dalam bus, tiba-tiba Ola mengajak ku bicara.

“Kak, aku sedih meninggalkan mereka”. Kata Ola sambil mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan jilbab yang ia kenakan.

“Tak usah bersedih dek, bukankah perpisahan awal dari cerita pertemuan lagian kita pasti akan bertemu lagi dengan mereka pada waktu dan tempat yang lebih ceria”. Jawabku

“Iya dek, pasti kita akan bertemu lagi dengan mereka, nikmati saja perjalananmu sebentar lagi kita akan sampai di Bandara”. Sahut Pranata

Malam yang begitu sejuk dan sunyi di dalam Bus menuju Bandara, penumpang yang lain kebanyakan tengah menjelajahi alam mimpi. Pancaran cahaya lampu kendaraan dan pernak pernik lampu bangunan-bangunan di samping kiri dan kanan menjadi objek wisata tersendiri bagi mata kami.

“Dek, kamu tidur yah! Nanti kakak akan membangunkanmu jika sudah sampai di Bandara”.

Tanyaku kepada Ola yang terlihat kecapean

“Iya kak”. Jawab Ola

Ola sudah terlelap dalam tidurnya sementara aku dan Pranata masih menikmati udara malam yang masuk melewati jendela Bus yang terbuka.

“Kita sudah berada di ujung perjalanan dan pengembaraan di kota Dodol, sebentar lagi kita akan sampai di Tana’ Mangkasara dan menjalani rutinitas seperti biasanya”. Sahutku sambil memandang Pak Supir yang tengah menikmati laju kendaraannya

“Banyak cerita yang terukir di kota Dodol, aku berterima kasih sama kamu karena berkatmu aku bisa berada di tempat ini, ini adalah pengalaman pertamaku menginjakkan kaki di luar provinsi”. Jawab Pranata menghadap ke luar di jendela sebelah kanan Bus

“Ini berkat niat yang tertanam dalam jiwa kita, there is a will there is a way “. Sanggahku

Sepuluh menit kemudian, kami sudah memasuki gerbang bandara Soekarno-Hatta yang baru pertama kalinya aku injak.

“pesawatnya pesawat apa mas?” tanya supir Bus dengan aksen Jawa

“Pesawat Lion Air, mas”. Jawabku

Sebenarnya kami agak terburu-buru dikarenakan besok lusa kami harus berada di kampus untuk persiapan OPAK (Orientasi Pengenalan Akademik) bagi mahasiswa baru. Ola dan Pranata adalah panitia OPAK sedangkan aku adalah ketua himpunan di jurusanku.

Dua jam kemudian, kami sudah sampai di bandara Hasanuddin dan kami langsung menuju ke warung kopi terdekat untuk istirahat dan minum kopi sembari menunggu jemputan. Sekitar setengah jam kami menunggu di warung kopi, tibalah jemputan kami.

“Selamat Adinda-adindaku kalian berhasil, bagaimana? kalian sehat?” Sapaan dari salah satu senior yang mendorong kami untuk mengikuti pelatihan di kota Dodol

“Alhamdulillah, kami sehat Kanda”. Jawabku

Hari itu adalah hari spesial bagi kami karena dijemput mobil oleh senior-senior. Kami berbagi cerita dengan mereka di dalam mobil.

“Bagaimana kondisi kalian selama dua minggu di sana?” Tanya salah satu senior

“Alhamdulillah semuanya terkendali Kanda. Kami membagi job selama di sana, kami menerapkan kajian tiga dimensi versi kami”. Jawabku

“Kajian tiga dimensi seperti apa?” Tanya senior yang lain

“Begini Kanda, kan di sekret kami sering kajian lima dimensi (Keilmuan, Keorganisasian, Kemahasiswaan, Keislaman, dan KeHMIan) tapi di sana kami membuat versi baru”.

“Versi seperti apa?” Tanyanya

“Keilmuan, Keuangan, dan Kebersihan. Keilmuan aku percayakan kepada Saudara Pranata yang mana dia selalu berdiskusi dengan kawan-kawan di sana, Kebersihan oleh Ola yang mana ketika aku dan Pranata punya pakaian kotor maka kami serahkan kepada Ola untuk dicuci sedangkan aku membawa kajian dimensi Keuangan yang mana aku selalu menghubungi senior-senior yang sudah sukses di luar sana agar mereka mengirimkan uang”. Jawabku

“Ha ha ha…” Ketawa para senior di dalam mobil

“Ini mobil siapa yah Kanda?” Tanyaku dengan penasaran

“Ow, ini mobilnya salah satu Mahasiswa baru”. Jawab salah satu senior

Aku langsung berpikir dan bertanya dalam hati, kenapa bisa senior-senior cepat akrab dengan Mahasiswa baru bukankah mereka baru kenal? Aku langsung menebak bahwa Mahasiswa baru yang satu ini pasti berbeda dengan yang lain.

“Laki-laki atau Perempuan, Kanda?” Tanyaku

“Perempuan, Dinda. Ada apa?”

“Aku cuman bingung Kanda, kok dia bisa langsung akrab dengan Kakanda-kakanda”. Sahutku

“Dia berbeda dari yang lain, Dinda”. Tegas salah satu senior

“Siapa namanya, Kanda?” Tanyaku dengan penuh penasaran

Tiba-tiba mobil berhenti, ternyata kami sudah sampai di kampus dan pertanyaanku terabaikan. Kami turun dari mobil dan aku langsung melihat sekitarku dengan harapan bisa melihat sang pemilik mobil yang aku tumpangi. Singkat cerita, aku kemudian bergegas mengambil barang-barang ku dan menyuruh salah seorang juniorku tuk mengantarku pulang ke sekretariat, namun rasa penasaranku tak kunjung berakhir aku terus bertanya dalam hati siapa pemilik mobil silver yang aku tumpangi dari bandara itu. Sesampai di sekretariat, aku bergegas membersihkan diri dan kembali menuju kampus tuk menyelesaikan dan membantu kawan-kawan mengurus properti OPAK dan juga dengan niat mengorek informasi tentang sang pemilik mobil silver itu.

Siang yang tak tahan lagi menemui sore, aku dan rasa ingin tahu ku berpijak di lantai fakultas tercinta, aku merasa aneh mungkin karena aku tak berada di fakultas ini selama kurang lebih 1 minggu atau karena wajah-wajah baru yang mendominasi fakultas, ah entahlah!

Pandanganku menyusuri setiap sudut fakultas dengan harapan sang pemilik mobil silver itu menampakkan dirinya. Aku mencoba menyusuri ruangan demi ruangan hingga akhirnya aku menemukan suatu ruangan yang mana mampu membuatku flashback . Sekitar 3 tahun yang lalu, aku pernah merasakan kondisi seperti ini di mana aku diajari menyanyi lagu Mars Adab dan aku tak bisa menghafal lagu itu, yang membedakan hanyalah waktu itu aku bergabung di tengah kepolosan mereka dan sekarang aku berdiri di depan mereka tuk memandu mereka. Namun aku sedikit kaget dikarenakan jumlah mereka sangatlah sedikit, aku bertanya-tanya dalam hati apakah fakultas Adab tahun ini hanya menerima Mahasiswa Baru dengan jumlah 50-an Mahasiswa.

“Kak, kok Mahasiswa Baru tahun ini sangat sedikit?” tanyaku kepada salah satu senior

“Banyak kok, cuman mereka dibagi menjadi dua grup. Grup yang ada di ruangan ini adalah grup yang ditugaskan untuk menyanyi sementara yang lain ada di depan fakultas sedang latihan

menari” Jawabnya

“Pantas, kira-kira tarian apa yang akan mereka tampilkan, kak?” Tanyaku

“Namanya Tari Kolosal” Sahutnya

Kini aku kembali merasa penasaran dengan tari itu dan juga kepada sang pemilik mobil silver tentunya, pemikiranku terbagi dan aku dilema dalam menentukan rasa penasaran yang mana yang harus aku tuntaskan layaknya langit hari itu yang juga penasaran antara menantikan kehadiran air hujan dan sinaran matahari. Aku terjebak rasa keingintahuanku yang tak kunjung terkabul. Hari itu aku menyaksikan mereka menikmati gerakan demi gerakan dan fokus terhadap aba-aba yang dikeluarkan pelatih seketika rasa dilemaku terpecahkan, kondisi membawaku menentukan pilihan. Setelah sekitar 1 jam mataku terfokus kepada tarian itu, aku baru sadar ternyata aku baru saja larut dalam rasa penasaranku. Namun setelah tarian itu berakhir, mereka berbondong-bondong meninggalkan tempat latihan, ada yang mengambil tas di bawah pohon dan ada juga yang langsung menuju kendaraan dan bergegas pulang. Wajah demi wajah ku susuri dengan mata yang penuh rasa penasaran akan sang pemilik mobil silver itu namun tak kunjung ku temukan.

Hari itu hasilnya nihil dan senja mengakhiri pencarian itu dan aku tetap bersama dengan rasa penasaranku dari awal.

Keesokan harinya, aku dikagetkan dengan seorang perempuan yang tiba-tiba muncul dihadapanku dengan seragam lengkap seperti yang diinstruksikan oleh panitia OPAK. Aku tak tahu siapa dia.

“Kak, di mana tempat parkir khusus untuk mahasiswa baru?” tanyanya

“emm, kamu parkir saja mobilmu di tempat parkir mobil biasa”. Jawabku

“terima kasih kak”. Sahutnya dengan gembira layaknya mendapat pertolongan besar.

Setelah perempuan itu berlalu di hadapanku dengan membungkuk sebagai tanda penghormatan junior terhadap senior, aku baru sadar bahwa tadi perempuan itu menanyakan tempat parkir mobil, terbesit dalam pikiranku bukankah beberapa hari ini aku sedang mencari-cari perempuan pemilik mobil silver yang aku tumpangi dari bandara? Mungkinkah perempuan yang bertanya tadi adalah perempuan yang aku cari-cari? Pikiranku mulai tak karuan. “Aku harus mencari perempuan yang tadi”, itulah yang aku pikirkan, kebetulan aku masih ingat wajah perempuan itu meski samar-samar.

Halaman fakultas siang itu didominasi oleh warna kuning dan hitam, wajah yang polos dengan penuh tanda tanya. Hari ini adalah hari perkenalan tentang jurusan, mereka ditempatkan berdasarkan jurusan mereka, aku menelusuri setiap ruangan yang mereka tempati. Aku memulai dari ruangan yang ditempati oleh jurusanku yaitu Bahasa & Sastra Inggris dengan harapan aku bisa menemukan perempuan itu di sana, namun di antara puluhan wajah di dalam ruangan aku tak menemukan wajah yang mirip dengan wajah perempuan yang ada di pikiranku. Aku tak putus asa karena masih ada tiga jurusan, Ilmu Perpustakaan, Bahasa & Sastra Arab, dan Sejarah Kebudayaan Islam. Aku memasuki ruangan jurusan Ilmu Perpustakaan, namun hasilnya sama dengan ruangan sebelumnya. “masih ada dua ruangan” bisikku dalam hati, ruangan selanjutnya adalah ruangan Bahasa & Sastra Arab, aku mulai menyisiri wajah demi wajah dengan pandangan penuh harap, hingga akhirnya pandanganku mendarat pada perempuan yang duduk di pojokan kiri ruangan dengan senyum yang mengingatkanku dengan perempuan yang bertanya tempat parkir mobil padaku. “Mungkinkah dia yang ku cari?” hatiku mulai merayuku dan berbisik bahwa perempuan yang ku cari adalah dia yang di pojokan sana namun pikiranku berkehendak lain, aku masih memikirkan bahwa masih ada ruangan terakhir yang ditempati oleh jurusan Sejarah Kebudayaan Islam. Kemudian aku meninggalkan ruangan itu dengan penuh keragu-raguan dengan pikiranku dan rasa ingi tahu terhadap isi ruangan terakhir namun perasaan kecewa menghampiriku aku tak menemukan dia tapi di sisi lain aku merasa senang karena di ruangan sebelumnya aku menemukan perempuan yang mirip dia, yeah… perempuan pemilik mobil silver itu adalah jurusan Bahasa & Sastra Arab. Dengan perasaan senang aku membalikkan badan dan menuju ruangan sebelumnya, “aku telah menemukan perempuan yang ku cari-cari selama beberapa hari ini dan tentunya perempuan yang membuatku jatuh dalam kawah asmara karena kebaikannya” pikirku. Namun, lagi dan lagi kekecewaan menimpaku. Ruangan itu telah kosong dan seketika perasaanku kosong pula, dia telah pulang. Aku mencoba mengejarnya namun mahasiswa (i) yang berdesakan di tangga menghalangiku.

Sore ini aku begitu iri pada langit. Lembayung memeluknya erat, gumpalan awan putih pun menambah indahnya lukisan tuhan kali ini. Sedangkan aku, hanya terduduk sendiri di anak tangga menyaksikan mereka berlomba-lomba menemui singgasananya. Entah kenapa aku begitu senang menatap langit senja. Atau mungkin karena senja memisahkan aku dan dia. Namun senja sepertinya begitu romantis. Saat cahaya keemasannya menyeruak di ufuk barat dan saat itu juga kurasakan penghujung hariku begitu indah meski aku tak bertemu dia yang ku cari beberapa hari ini.

Cinta, kesan kuat bermakna dua anak manusia yang sama-sama punya perasaan kuat untuk saling memiliki walaupun aku belum pernah berbicara dengannya dan namanya saja aku tak tahu tapi aku melihat senyuman cinta saat di ruangan itu. Unik memang. Banyak hal dapat dimiliki dengan cara mengeluarkan uang tetapi tidak untuk beberapa hal dan salah satunya adalah cinta. Bahkan kadangkala hati bisa dengan mudah diperdaya oleh akal pikiran tapi cinta sejati tentu akan selalu berpihak kepada jiwa-jiwa yang senantiasa mencarinya dan sebagian besar siap menunggu.  Aku sungguh merindukan senyumannya itu. Terimakasih untuk hari ini Tuhan. Biarlah rasa yang tak kumengerti ini abadi di dalam hati. Biarlah rasa kagumku ini tetap utuh untuk seorang perempuan pemilik mobil silver itu yang tak ku tahu namanya. Biarlah dia tidak menyadari kekagumanku ini, setidaknya aku masih bisa melihat senyum khas itu, mata teduh, juga rasa nyaman yang dia tebarkan. Meskipun humorisnya tak sempat kunikmati, berdua dengannya tak pernah kulalui. Satu hal yang pasti aku masih disini menantimu, sampai kapanpun hingga waktu menjelaskan isi dari hati ini kepada dirimu.

Penulis : Askar Nur

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami