Oleh: Ilham Hamsah
Namaku Laras. Aku adalah mahasiswa di salah satu kampus negeri yang berada di kota Makassar. Tahun ini usiaku sudah menginjak 22 tahun. Banyak yang bilang bahwa diusia segini aku sudah seharusnya menikah, termasuk orang tuaku. Maklum saja, yang mengatakan seperti itu rata-rata teman dan juga orang tuaku yang secara riwayat pendidikan mereka hanya sampai di bangku Sekolah Menegah Atas (SMA). Tapi jangankan menikah dan memiliki anak, keinginan untuk memiliki pasangan saja belum terlintas di benakku. Apakah ini sebuah keanehan? Sebelumnya aku juga sempat berfikir demikian, tetapi jawaban atas semua pertanyaanku telah aku dapatkan, “Mungkin aku adalah seorang Asexsual.”
Sejak kecil aku tumbuh sebagai gadis yang cukup berprestasi, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat, semua menganggapku sebagai anak yang pandai, pandangan itu semua tidak terlepas dari nilai rapor sekolahku dan caraku bergaul di lingkungan masyarakat. Saat kelas V SD teman-temanku sudah mulai ‘mengenal’ anak laki-laki dan begitupun dengan diriku yang sudah mulai bisa membedakan mana lelaki yang memiliki paras rupawan dan yang memiliki paras biasa saja dan aku mengira itu adalah hal yang lumrah. Saat kebanyakan temanku mulai bercerita tentang laki-laki yang mereka taksir, akupun turut bercerita demikian tetapi mereka bercerita tentang perasaan mereka dan aku bercerita bahwa lelaki itu enak dipandang wajahnya, aku hanya berfikir mungkin itu juga yang temanku rasakan.
Menginjak usia remaja, masa-masa SMA yang katanya paling berkesan juga cepat berlalu. Aku dan sekumpulan teman-temanku sering sekali bercerita dan pada suatu waktu aku memancing obrolan perihal percintaan, aku bilang pada mereka bahwa ada lelaki yang aku sukai di kelas sebelah. Seperti sebelumnya perasaanku sebenarnya biasa saja, namun lelaki itu enak saja jika ku pandang, sama seperti pemandangan yang indah dan membuatku senang untuk melihatnya.
Setelah masa SMA berakhir, tidak banyak yang berubah dari sikap dan cara pandangku terhadap lawan jenis. Aku bahkan sempat berpikir, mungkinkah aku seorang Pansexual (Orang yang tidak peduli jenis kelamin pasangan yang penting hati atau cintanya). Tapi akupun tidak pernah merasakan hal lebih jika melihat wanita cantik, hanya gumaman “Wah cantiknya” yang keluar dari mulutku jika melihat wanita cantik.
Di awal tahun 2019 ini aku baru menemukan lebel yang cocok untuk mendefinisikan apa yang kurasakan. Asexsual, saat di mana seseorang tidak merasakan ketertarikan kepada siapaun.
Sedangkan ketertarikan seksual itu sendiri ada yang bilang adalah timbulnya keinginan untuk melakukan hal-hal yang bersifat seksual yang disebabkan atau ditujukan kepada orang atau gender tertentu, tanpa orang itu melakukan sesuatu yang bersifat seksual.
Jangankan buatku yang tak pernah merasakannya, aku yakin tidak banyak dari non-asexual yang bisa dengan jelas menderskripsikan seperti apa rasanya tertarik secara seksual terhadap seseorang ataupun suatu gender tertentu. Hal itu seperti sudah terprogram di kepala mereka. Bagaimana yang heteroseksual tertarik secara seksual terhadap yang berlawanan jenis kelamin ataupun yang gay/lesbian terhadap sesamanya.
Selain banyak yang belum tau, banyak di antara mereka yang sudah mengetahui tentang aseksual tetapi memilih untuk tidak mempercayainya. Beberapa kelompok LGBTIQ yang menganggap Asexual (terutama yang heteromantic Asexual) tidak berhak menjadi bagian dari komunitas mereka atau para Aces (sebutan untuk seorang asexual) hanya ingin merasa spesial atau berbeda dari yang lain. Padahal mereka bisa menerima bahwa heteroseksual tidak tertarik secara seksual kepada sesama gender, begitupula sebaliknya bagi kelompok homoseksual tidak tertarik secara seksual kepada yang berlaian gende. Tetapi kenapa mereka susah sekali untuk menerima kalu ada sebagian kecil dari 7 miliar penduduk dunia ini yang tidak tertarik kepada gender manapun.
Sampai saat ini masih banyak yang keliru mengartikan ketertarikan secara seksual. Seksualitas itu hanya berhubungan dengan ketertarikan secara seksual, bukan apa yang kita lakukan secara seksual. Jadi orang-orang homoseksual/biseksual tidak akan langsung berubah menjadi Heteroseksual jika berhubungan seksual dengan lawan jenis, tetapi ketertarikan seksual hanya dapat dirasakan melalui intuisi pribadi tersebut.
Tanggal 19 sampai 25 Oktober yang lalu adalah Asexual Awerenes Week atau sepekan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang Asexualitas. Tidak banyak yang diinginkan para Aces selain penerimaan masyarakat tentang Asexual, sehingga tidak banyak lagi dari mereka yang berpikir bahwa Aces adalah kelainan/cacat. Karena tidak bisa berpikir atau merasakan apa yang dirasakan oleh orang di sekiar mereka.
Walaupun banyak yang tidak mempercayai adanya Asexual, tetapi ada juga beberapa orang yang bernasib sama sepertiku (Aces). Mereka bahkan bercerita tentang pengalamannya, ada juga yang bercerita bahwa mereka Asexualitas mereka hilang semenjak menikah dan memiliki anak. Tetapi mereka yang bercerita demikian, bahkan ingin kembali kemasa Aces mereka dulu, di mana mereka tidak dipusingkan tentang percintaan ataupun urusan yang berhubungan dengan seksualitas. Harapanku semoga orang tidak lagi menganggap Aces sebagai alasan untuk membenarkan ‘Celibate’ yang memilih untuk tidak melakukan hal-hal seksual, semoga saja…..
*Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) semester III.