Karya Nur Samawiyah
![]() |
Illustrasi |
Di antara dentangan waktu kulihat sebuah purnama, dia berseri bagaikan barisan mutiara yang senantiyasa memancarkan keindahannya, cahayanya memancarkan kesejukan, keanggunanya memberikan semburat indah jingga pada sore itu.
Senyum itu begitu indah memikat bagaikan menyihirku di antara kebungkaman gelapnya malam yang bersembunyi di balik bintang-bintang senantiyasa menghiasi hati awan yang selalu mendung merona bagaikan pipi yang bersemu merah.
Yah dialah Muh.Ali Syahbana, aku mengenalnya 2 tahun yang lalu. Saat itu aku masih beranjak kelas II SMA, entah kenapa aku tidak bisa melupakan senyumnya.
Ya Allah betapa senyum itu menyihirku, seolah-olah senyum itu senantiyasa menari-nari dipelupuk mataku. Setelah perpisahan itu aku sudah bisa melupakan sosoknya tapi kenapa di saat aku merajuk sebuah kebahagian dia muncul lagi di kehidupanku. Perlahan-lahan aku ingin mengubur semuanya tapi semua itu membuatku semakin tersiksa.
Ali syahbana mantan kekasihku, yah aku telah lalai karena telah mencintainya. Padahal betapa aku sangat malu karena Ali bukanlah sesosok pria ambrudal, pria gatal ataupun pria-pria yang seumpamanya brewokan. Aku sangat malu karena Ali adalah sesosok pemuda yang begitu mencintai RabbNya.
Kucoba menepis semua itu, sungguh hatiku tak menentu saat dia menegur perbuatanku yang di anggapnya sangat melenceng. Semua itu telah aku kubur dalam-dalam.
Tapi mengapa di saat kebahagiaan itu digenggamanku, dia justru kembali menghantui warna hidupku, sungguh aku sangat tersiksa dengan semua ini.Tapi kucoba menjalani aktifitasku di kampus seperti biasa. Aku berusaha menepisnya di sela-sela kesibukanku berorganisasi.
Sore itu selepas mengikuti Pencerahan Imani dan Keterampilan Hidup (Pikih) di kampus, aku bergegas ke masjid, kuayuhkan kaki dengan keteguhan hati, tiba-tiba seperti tersihir, bumi tempat berpijak seakan berhenti berotasi, matahari ikut melongo dan rumputpun berayun mengejekku, jantungku tidak terkontrol seperti mau mati di tempat saja sekalian dadaku serasa sesak , saat mata kami bertemu, mukaku bersemu merah dan aku menjadi salah tingkah.
Aku langsung berlalu tanpa komentar dan tinggallah Ali terbengong-bengong sendiri entahlah apa yang barusan terjadi itu bagiku sangat luar biasa dan bagiku sangat memalukan.
Bagaimana tidak selama kuarng lebih 2 tahun aku menjaga perasaanku untuk tidak jatuh cinta lagi kepada yang namanya makhluk laki-laki, tapi apalah daya serasa iman itu goyah ketika melihat dia lagi, tak dapat aku pungkiri masih tersisa bulir-bulir cinta di hati ini, namun senantiyasa aku jaga hati ini dengan keterjagaan solat malamku.
Selepas sholat azhar kulangkahkan kaki pulang menuju pondok. Masih terbayang kejadian yang terjadi waktu azhar tadi. Kutepis bayangan itu, kuambil note book ku, aku putar Murattal Syeikh Al_Ghomidi.Terdengar lantunan surah Ar_Rahman yang menggetarkan semua persendianku.
Hatiku terenyuh saat mendengar ayat yang selalu diulang-ulangi di surah Ar_rahman :Fabiayyi Aalaai robbikumaa tukadziban (Maka ni’mat tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan).
Tak terasa air mataku meleleh selama ini apa yang telah aku perbuat membuat aku lalai akan hakikat diriku sebagai manusia.Ya Allah kuserahkan semua hidup ini kepadamu, aku ingin Engkau menjagaku disetiap langkahku, detak jantung dan helaan nafasku. Maha Suci Engkau yang memberiku kehidupan sampai detik ini ya Rahman wa Rahim.
Seminggu setelah pertemuan itu aku tidak pernah melihat Ali lagi di kampus, entahlah dia kemana tapi aku sudah mulai bisa menyeimbangkan hatiku dengan semua kejadian-kejadian sebelumnya.
Sore itu terlihat tukang pos masuk di halaman pondok, terdengar namaku dipanggil-panggil, percaya tidak percaya selama ini barusan ada yang mengirim surat kepadaku, karena Ibuku tidak pernah mengirim surat biasanya kalau ada uang kiriman tinggal di transfer ke rekeningku.
Hatiku bertanya-tanya sambil berpikir konyol mungkin aku mendapatkan undian yah? Tapi kapan yah aku ikut undian? Pikiran konyol itu sepintas bergejolak di hatiku.
”Terimakasih pak!”
“iya sama-sama nak,” tukang pos itu berlalu.
Perlahan kubuka amplop yang berisi kertas yang berwarna hijau dengan hiasan yang begitu indah, hatiku bertanya-tanya, darimanakah kiranya tulisan indah ini datang! Akhirnya barulah aku tahu kalau pengirim surat itu Ali syahbana, hatiku sangat senang melihat kertas yang berwarna hijau itu yang tak lain adalah warna favoritku.
Untuk Ukhti Syahidah
Assalamualaykum warahmatullahi wabarokatuh,
aku berharap ketika membaca surat ini Ukhti dalam kedaan baik-baik saja, begitupula saat kugoreskan pena ini akupun dalam keadaan sehat wal hamdulillah.Ukhti ana minta maaf jikalau kedatangan tulisan ini mengganggumu, mungkin apa yang telah terjadi 2 tahun yang lalu bagimu tiada artinya, tapi tahukah kamu ya ukhty semenjak kejadian itu aku tidak bisa membagi perasaanku dan mencintai orang lain.Aku telah menyesal karena telah menyia-nyiakanmu.
Ukhty yang selalu ada dalam limpahaNya setiap malam aku selalu terjaga dengan sholat malam yang meneteskan bulir-bulir air mata cinta di atas penyesalanku yang panjang.
Ukhti aku hanyalah manusia biasa yang bisa merasakan kekuatan Cinta itu tumbuh mengakar di dalam nuraniku, tak dapat aku pungkiri Aku masih menyimpan segunung harapan tentang Cinta yang pernah terjalin sewaktu dulu, karena aku tahu aku hanyalah manusia biasa yang tidak pernah luput dengan problematika itu.
Sekali lagi ukhti kutulis surat ini hanya karena aku ingin menyampaikan kabar itu, Aku ingin menjalin tali silaturrahmi itu kembali, jikalau ukhty sudi , aku kan mengkhitbahmu biar aku merasa tenang dengan perasaanku, dan sekiranya suatu hari nati aku tidak akan khawatir lagi kamu akan diikat oleh orang lain.
Maaf , kedatangan surat ini membuatmu merasa tidak nyaman, jika kamu perkenankan hal itu maka tolonglah engkau membalas suratku, setidaknya aku butuh kepastian itu.Aku akan selalu menunggu dan apapun keputusanmu maka akan aku terima dengan lapang dada.ALLAHU YUSALLIMUUKA.
Wassalam
Ali Syahbanah
Aku terbengong-bengong apa yang barusan aku baca tadi seolah-olah adalah sebuah gambar yang tidak bisa aku lukiskan dan aku deskripsikan, bukannya maksud untuk berlebbay tapi surat ini membuatku terbang melanglang buana gak tau kapan mendaratnya yah perasaan ini?
Entahlah apa yang dipikirkan hati ini, antara senang sedih dan semuanya berbaur menjadi satu.Tapi kucoba menepis semua itu. Malam yang begitu larut menghanyutkanku pada tangisan yang begitu nikmat.Kusandarkan semuanya pada Rabbku. Selepas sholat istikharah kudekati meja belajarku kubalas surat Ali dengan perlahan-lahan
Untuk Akhy Ali Syahbana
Assalamualykum warahmatullahi wabarokatuh, Alhamdulillah ana bikhoir.Sudah kubaca suratmu beberapa hari yang lalu, tahukah kamu surat itu mengalir bagaikan air yang mengobati kedahagaanku, memberikan percikan-percikan cinta yenag melantun bersama AsmaNya.
surat itu datang disaat kegersangan merajaiku, dan air mata membelangguku hingga menumbangkan kesedihan-kesedihanku yang begitu lama terpendam.Akhy niatmu sungguh mulia setelah kulewati istikhara demi istikharah maka ana memutuskan untuk menerima jalinan silaturrahmi itu.
Tak banyak kata-kata puitis yang bisa aku goreskan dipena ini untuk mengungkapkan perasaan ini, perasaan cinta yang begitu membuncah di dada ini.Hanya aku menyampaikan goresan ini lewat lantunan-lantunan adzan yang senantiyasa menjaga ketawaddudan, Semoga Allah meredhoi semua ini,ALLAHU YUSALLIMUUKUM
Wassalam
Syahidah Asma’
Kututup mata ini dengan mimpi-mimpi indah, esok adalah hari yang cerah. Segala puji BagiMu ya Allah karena telah menganugrahiku kehidupan yang begitu Indah, Semoga hari ini dan seterusnya hidupku tetap Istiqomah. Amien
Makassar,3 November 2010