Fian Itu Malaikatku

Facebook
Twitter
WhatsApp

^^Created by : Nur Mustaqimah^^
illustrasi
 Dia bernama Fian, dia malaikatku, dia pahlawan yang dikirimkan Tuhan untukku…, kekasih pertamaku tepat di kelas tiga SMP. Aku menyukai sosoknya, bagiku dia adalah yang paling tampan, dia memiliki postur tubuh yang tinggi tapi agak kurus, jika aku berdiri di sampingnya..kurang lebih tinggi badanku mencapai bahunya, dan itu adalah salah satu alasan kenapa aku suka berada di dekatnya karena aku jadi merasa dilindungi. Senyumnya manis sekali…, aku juga suka bau parfum yang selalu dipakainya, harum seperti bau permen karet favoritku.
                Aku tidak tau apa yang kurang darinya, aku butuh seseorang yang mengerti keegoisanku, dia jadi sosok yang kubutuhkan itu, bahkan ketika aku bilang tidak bisa ketika dia ingin menemuiku dengan alasan bodoh, dia akan selalu mengerti. Aku jadi teringat satu kenangan yang indah, aku bilang sama Fian kalau aku suka nonton kartun Sinchan yang punya anjing lucu bernama Zero, Fian tersenyum dan bilang ke aku kalo aku tidak boleh mencontoh Sinchan yang selalu membuat orang di sekelilingnya jadi geram, aku balas bilang tapi Sinchan lucu…, Fian lalu mengelus kepalaku dan bilang…aku ingin Andien jadi seperti Kagome yang selalu mencintai Inuyasha…, aku tersipu malu, mukaku jadi merah.
                Fian bilang suka sama aku lewat temannya yang juga kekasih sahabatku, pertama aku bilang aku juga suka sama dia, itu karena dia tampan, aku ingin punya cinta pertama yang tampan supaya aku bisa mengenangnya suatu saat nanti. Tapi dia punya lebih dari sekedar tampan yang membuat rasa sukaku jadi semakin menjadi rasa cinta, iyaa….Fian benar-benar menjadi cinta pertamaku yang indah dan aku berharap dia akan menjadi cintaku yang terakhir, berat jika harus menggantinya dengan sosok lain.
                 Satu tahun, kebahagiaanku tidak pernah runtuh, seperti udara yang aku hirup setiap hari, begitulah berartinya Fian di hidupku yang jika dia tidak berada di sisiku maka  aku akan sulit hidup… Fian suka sekali membaca tulisanku, jadi aku suka membuatkannya puisi, Fian bilang aku adalah penulis terhebat dan aku percaya itu, aku percaya aku lebih hebat dari Kelley Armstrong atau Kahlil Gibran karena itu yang dibilang Fian padaku.
Setelah lulus SMP, aku jadi pisah sekolah dengannya, Fian sekolah di SMK ambil tekhnik mesin karena dia bilang dia ingin jadi insinyur sedangkan aku sekolah di SMA biasa. Aku jadi merindukan Fian setiap hari di sekolah tapi Fian bilang aku harus konsentrasi belajar.
                 Hari-hari berlalu, Fian tidak pernah berubah, dia tetap jadi malaikatku. Hari itu Fian mengantarkanku pulang ke rumah, dia bilang aku harus berhenti jadi kekanak-kanakan, berhenti jadi ketergantungan dengannya, berhenti bersikap manja karena dia tidak bisa selalu ada di sampingku. Aku bertanya, apa dia bermaksud meninggalkanku? Tapi dia menjawab dia ingin menjagaku selalu meskipun dia tidak bisa selalu ada disisiku. Aku jadi marah, aku mau Fian selalu ada di sisiku, tidak boleh jauh dan aku benci jika dia berkata seperti itu, tapi dia hanya mengelus kepalaku, menggenggam tanganku erat dan tersenyum hangat, aku menatap lekat matanya, aku seperti ingin menangis melihat mata jernihnya tapi ntah karena alasan apa. Dia berlalu, aku melihatnya dengan cepat menghilang dengan motor hitamnya padahal aku merindukannya bahkan semakin merindukannya setelah bertemu di siang itu.
                Hari itu selasa, 27 November 2007, aku sedang tertidur lelap di kamarku, lalu telepon rumahku berdering, aku tersentak, aku terbangun dan serasa ingin cepat meraih gagang telepon tapi Ayah mendahuluiku. Aku seperti kaku sekali di hadapan telepon itu, merasa hancur tapi entah kenapa, Ayah bilang itu untukku dan menyodorkanku gagang telepon itu, seperti terpaksa aku meraihnya dengan terbata-bata,

“Halo…siapa???”

“Andien..,ini aku Lia, ke rumah sakit sekarang, Fian kecelakaan !!!”

                 Aku merasa oksigen menolak masuk ke paru-paruku, kakiku kaku. Aku terdiam dan meletakkan gagang telepon itu, aku mengingat kata-kata Fian sewaktu mengantarkanku pulang di hari sebelumnya. Aku merasa akan kehilangan, entah kenapa aku yakin akan itu padahal selama ini aku tidak menginginkan itu terjadi. Ayah mengantarkanku ke rumah sakit, aku berlari sekencang-kencangnya, aku berharap Fian masih bisa merasakan desahan nafasku di sisinya, waktu terus berjalan dengan angkuhnya tanpa menunggu, aku harus bilang aku mencintainya sekeras-keras mungkin di dekatnya, aku ingin dia mendengar kalimat yang tidak pernah terucap di bibirku itu.
                  Aku melihat Irwan temanku di depan pintu UGD itu, Irwan lalu mengantarku masuk katanya Fian telah menungguku di     dalam. Aku melihat lumuran darah di seprei ranjang, itu darah Fian, Fian telah banyak kehilangan darah. Ibu, Ayah, dan kakaknya ada di sisi kanan kiri ranjang tempat Fian terbaring lemah, aku ingin sekali melihatnya tapi aku tidak bisa… Lia menggiringku ke sebelah Fian, kakak Fian mundur dan membiarkanku sendiri berada di sisi kiri Fian. Aku hanya diam..,aku melihat wajah Fian pucat seperti kapas, tangannya penuh dengan luka-luka, lehernya di sanggah dengan penyangga leher, aku jadi seperti kehilangan jiwa, serasa hampa, aku tidak bisa bicara apa-apa karena aku liat Fian juga diam, Fian jadi tidak tampan, dia terlalu pucat dan aku benci Fian yang seperti itu. Aku hanya meraih telapak tangannya,, dingin sekali…, padahal telapak tangan Fian selalu hangat ketika menggenggam tanganku.
                  Tiba-tiba Fian jadi sesak, dokter dan suster menyuruhku sedikit mundur, aku liat Fian kelelahan, dokter jadi berkeringat banyak sekali, ibu Fian menjerit ketakutan, dokter mundur, dan tidak lama kemudian aku mendengar dokter bilang Fian mati.. aku tidak bisa apa-apa, posisi berdiriku tidak berubah, aku melihat semua orang menangis menjerit sampai Ibu datang dan membawaku pulang.
                   Di hari pemakamannya, aku melihatnya tertidur di tengah-tengah orang banyak, aku mendekat, menatapnya lekat-lekat, aku melihat sebuah ketenangan, wajahnya putih bersih, bulu matanya indah dan alisnya hitam tebal, aku menyukai semuanya tapi sebentar lagi semuanya akan menghilang dari sisiku, dia akan pergi jauh menembus tujuh lapis langit dan mendekat di sisi Tuhan, tapi rasanya aku belum bisa Tuhan…, belum bisa melepasnya, aku masih ingin dia selalu ada disisiku, menjadi sandaran di hari-hariku, satu tahun rasanya belum cukup, masih ingin membuat kenangan lebih banyak lagi. Hari itu hujan, kubiarkan diriku dibalut rasa mendung seperti awan yang kelihatan bersedih melepasnya pergi… Setelah hari itu, aku jadi pendiam, aku tidak bisa bicara apa-apa.
                  Dua hari setelah itu aku memutuskan kembali ke sekolah, tapi sewaktu pulang aku jadi terbangun di sebuah ruangan, di  sisiku ada ibu, ayah, dan teman-temanku, mereka seperti memandangku dengan rasa ibah yang mendalam. Aku tanya sama Ibu, aku di mana? Ibu bilang aku di rumah sakit, aku habis kecelakaan, jatuh dari motor sewaktu diboncengkan pulang oleh Lia. Aku jadi bingung, aku sama sekali tidak mengingat kejadian itu, terakhir aku melihat Fian memintaku mengikutinya tapi aku tersentak oleh tangisan ibuku dan tersadar, ternyata itu hanya mimpi, aku terlalu merindukan Fian, malaikatku…
                 Dua hari di rumah sakit, aku jadi sering muntah, dan di muntahanku itu ada banyak bercak-bercak merah, itu darah, aku juga tidak bisa melihat jelas dan mengingat jelas siapa yang lalu lalang di dekatku. Dokter lalu memeriksa ulang diriku secara lengkap dan orang-orang di sekelilingku spontan shock ketika dokter meminta Ayahku menandatangani surat persetujuan operasi, kata dokter ada pendarahan di bagian dalam kepalaku dan itu harus disedot sebelum jauh menjalar ke dalam otakku dan merusak saraf-sarafku. Aku tidak menyadari banyak, yang aku sadari aku di bawah ke ruangan, di atasku ada banyak lampu membentuk lingkaran yang cahayanya perlahan-lahan meredup lalu menghilang. Aku sadar kembali di sebuah ruangan, aku bisa menggerakkan tanganku, aku memeriksa kepalaku, ada banyak balutan yang menutupi seluruh kepalaku, aku juga mendapati sebuah selang di atas kepalaku yang sepertinya tertancap masuk ke dalam kepalaku. Aku rasanya pasrah, aku tau aku sudah tidak punya satupun helaian rambut lagi, aku dibotak habis, tapi aku sama sekali tidak bersedih karena itu, semua tetap saja serasa hampa, kosong..yang aku tau…malaikatku sudah diambil Tuhan, tidak akan ada lagi yang memuji tulisan-tulisanku, tidak akan ada lagi yang akan mengelus-ngelus kepalaku..,aku seperti kehilangan sandaran, dan sepertinya aku akan sering terjatuh setelah kepergiannya karena aku kehilangan penopang..Fian adalah penopangku..

                  Dua minggu berlalu di rumah sakit, aku menjalani hari-hari sebagai pasien yang nyaris bisu dan gila karena darah yang hampir membeku di sekitar otakku, Ayah bilang aku harus berhati-hati dengan kepala bagian kananku karena tengkoraknya dilepas untuk sementara dan nanti akan dipasang lagi jika aku sudah benar-benar merasa sudah sehat. Sebenarnya aku berharap mimpi Fian memintaku ikut itu ada lagi, aku ingin berkata iya padanya dan mengikutinya supaya aku tidak sendiri, aku bisa bersama Fian selalu tapi mimpi itu tidak pernah datang lagi.

                 Sialnya, semua itu terjadi ketika semua temanku mengikuti ujian semester dan itu membuatku terancam tidak bisa naik kelas, ketika operasi pemasangan tengkorakku selesai aku kembali ke sekolah dan berusaha mengejar nilai di empat belas mata pelajaran yang tertinggal. Hari-hariku jadi semakin sulit, seperti diberi hukuman oleh Tuhan, merasa marah pada Tuhan karena tidak adil terhadapku, setelah mengambil malaikatku, Ia juga membuatku botak dan nyaris membuatku tinggal kelas. Tapi aku salah….,,Tuhan lah yang menolongku, Ibu selalu bilang, Tuhan tau kalau kau kuat jadi ia memberimu cobaan yang berat agar kau bisa dapat amal baik yang lebih banyak, jadi kau special Andien…

                  Kakak Fian, k’Ilham, pernah menemuiku dan ia juga berkata padaku bahwa aku memang special terlebih lagi di hati Fian. Ia menyodorkanku beberapa lembar kertas dan foto, aku mengenali tulisan-tulisan itu, itu adalah puisi-puisi yang aku berikan pada Fian dan foto itu adalah fotoku. K’Ilham bilang Fian menyimpan semuanya dengan baik, kertas-kertas itu jadi tidak ada lecetnya, rapi sekali.. itu membuatku sadar, Fian sangat mencintaiku. Aku benar-benar sulit mendapatkan sosok seperti dirinya yang membuat hidupku serasa sempurna. Hatiku lalu bilang, Fian tidak pernah pergi, ia tidak menghilang dan meninggalkanku, dia selalu ada di hatiku, bahkan ia meninggalkan malaikat pelindung untukku, K’Ilham jadi selalu melindungiku seperti adiknya sendiri dan aku bahagia, aku masih jadi bagian dari hidup Fian selalu…selamanya…

                   Aku jadi lupa memberitahu Fian, aku tidak botak lagi, sekarang rambutku panjang, aku tau dia pasti melihatnya dari jauh dan tersenyum untukku.

                  Setelah semuanya itu…, aku jadi lebih kuat, aku lebih bisa menghargai hidup. Aku mengikuti semua pesan Fian, aku berhenti jadi manja dan jadi lebih kuat. Aku selalu berdoa, tiap kali melihat langit aku selalu tersenyum karena aku yakin sekarang Fian bahagia berada lebih dekat dengan Tuhan. Fian baik jadi dia pasti di surga dan aku akan jadi anak baik juga biar bisa mengikuti Fian dan jadi pasangan abadi di surga, benar-benar jadi malaikat sejatiku dengan sayap putih di punggungnya… I love u so much my hero…,aku mencintaimu malaikatku, selamanya… “1 Januari 1992 – 27 November 2007”


  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami