Kita Adalah Sepasang Bintang Kecil

Facebook
Twitter
WhatsApp
Internet

Oleh : Habriadi

Rona merah sang senja membuat pohon, danau, dan gedung-gedung juga merona diterpa senyumnya, dengan malu – malu, perlahan ia bersembunyi di balik gunung dengan wajah yang semakin merona. Namun senja, kau tau? cintalah yang membuatku hadir mengagumi indahmu setiap sorenya, Tuhan meniupkan roh kepada ayah ibuku kemudian memberinya cinta, cintanya mereka melahirkan aku yang saat ini memandangmu.

“Rona berbaliklah dan kita berbincang lepas sore ini, barangkali engkaulah yang menghias wajah sang senja dan lagi membuatku larut dalam kekaguman.” Rona pun berbalik dengan senyum tipis menghias bibirnya sambil menatap mataku dalam.

“Ada apa?”

“Hmm… aku sedikit ingin berbincang denganmu sembari melepas rindu pelupuk mata yang selalu meminta untuk menatap mata dan rona pipimu sekali lagi.”

Senyumnya kembali mengembang, namun dengan senyum berhias tanya, “berbincang? tentang apa zal? apakah kamu ingin bertanya tentang kemarin yang di kantin kampus, jangan cemburu zal itu sepupu aku kok.”

“Oh tidak, saya sama sekali tidak ingin berdebat masalah cemburu Naa, cemburu adalah emosi yang tidak sehat, kata Bernard Russel.”

“Lantas kamu mau berbincang tentang apa zal?”

“Rona, pandanglah langit, pernah tidak kamu berfikir bahwa kita sebenarnya hidup di atas sebuah planet yang kecil mungil di alam raya ini.”

“Hahaha, kamu aneh Zal, kenapa tiba-tiba kamu ngomongin masalah alam raya sih, seperti seorang filsuf saja”

“Aduh, bukan berlagak bak seorang filsus Naa, tapi keindahan senja lah yang membuatku berfikir demikian. lagi pula, kita di anugerahi akal kan mesti digunakan untuk berfikir, jangan sampai mubazir loh atas pemberian Tuhan.”

“Iya deh kamu menang.”

Dengan garis wajah yang sedikit ngambek, Rona kembali menimpali, “Tapi yang kamu katakan memang ada benarnya sih, perintah pertama kali yang Allah berikan kepada Nabi saja bukan Salat tapi “Iqro bacalah,” dan juga diingatkan bahwa dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya siang dan malam itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang yang berakal.”

“Nah, tuh kan tau ustazah, hahaha.”

“Ihh, ngeledek, saya bukan ustazah.”

“Ya, maaf deh. Oh ya, kamu tau bahwa bumi berhiaskan senja dan juga senyummu yang indah itu hanyalah salah satu dari banyak planet yang mengelilingi matahari, namun bumilah satu-satunya planet yang hidup.”

“Namun apakah mungkin satu-satunya diseluruh alam raya Zal?”

Sela Rona tanpa mengomentari kata-kata gombalan yang sengaja aku selipkan.

“Itu mungkin saja, tapi mungkin juga alam raya itu penuh dengan kehidupan. Alam raya tidak dapat kita bayangkan besarnya, jaraknya begitu sehingga kita mengukurnya dengan menit-cahaya dn tahun-cahaya.”

Rona tampak serius mendengar pembicaraanku, ia tidak menyadari bahwa pelupuk mata diam-diam sedang berkelayup mencoba melepas rindu oleh keindahan matanya.

“Bumi yang sekarang di diami sekitar kurang lebih 8 miliar manusia, keliling lingkarannya sekitar 40 ribu km panjangnya, matahari kita dan delapan planetnya yang tergabung dalam sistem tata surya, tergabung dalam galaksi bima sakti yang panjangnya sekitar 100 ribu Tahun cahaya (kecepatan cahaya sama dengan 300 km per detik) bersama sekitar 100 miliar bintang lainya.

“Wah, sungguh luar biasa ciptaan Tuhan ya Zal.”

“Bukan hanya itu Naa, galaksi kita, galaksi bima sakti, hanyalah satu galaksi diantara ribuan galaksi lainnya yang tergabung dalam satu “cluster,” cluster in bersama ribuan cluster lainya, membentuk satu super cluster, sementara ribuan cluster ini akhirnya membentuk jagat raya yang bentanganya sejauh 30 Miliar tahun cahaya.”

“Terus Zal?”

Rona kembali bertanya dengan sangat serius.

“Sabar Naa, saya nafas dulu”

“Tapi angka 30 miliar tahun cahaya itu baru estimasi atau perkiraan saat ini Naa.”

“Perkiraan? memangnya tidak ada teleskop atau alat yang bisa menghitung luas jagat raya Zal?”

“Ada sih, cuman saat ini, jarak pandang teleskop tercanggih yang kita miliki sekarang baru sampai 15 miliar tahun cahaya Naa.”

“wahh, sungguh maha kuasa Allah yang telah mencipta alam ini Zal, sampai-sampai alat tercanggih pun tidak dapat mengukur sejauh mana Karunia itu luasnya yang telah di berikan kepada kita.”

“Hahaha, betul sekali ustazah”

Dengan nada sedikit jengkel, Rona pun mencubiti lenganku.

“Ihh, sekali lagi saya ingatkan ya bapak Al Gazali, bahwa aku ini bukan ustazah tau.”

“Aduh, sakit Naa, iya deh saya tidak panggil ustazah lagi.”

“Nah. begitu dong,”

“Hmm… Naa, coba deh, liat senja yang perlahan bersembunyi di balik gunung itu, sinarnya di pagi hari dan senjanya di sore hari membutuhkan waktu tempuh 8 menit melewati alam raya sebelum sinarnya sampai kepada kita.”

“Wah, indah ya Zal.”

“Dan kita ini siapa Zal?”

“Siapa? Hmm.. kita adalah sepasang Bintang kecil yang bersinar terang di antara temeram bintang lainya.”

Semoga.

*Penulis merupakan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Semester VII

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami