Oleh : Asdar
Teriknya matahari memaksaku untuk berteduh di bawah pohon yang berada di persimpangan jalan, sembari mencari alamat yang hendak ku tuju, yang sulit untuk didapat karena banyaknya blok jalan.
Setelah beberapa lama, seorang anak yang hendak menghampiriku, mungkin karena melihat tingkahku yang cukup kebingungan mencari alamat.
“Om, kenapa om.”
“Iya dek lagi cari alamat rumah rumah ibu Sri Suparjo,” sambil berkata dalam hati saya terlihat sangat tua.
“Oh. mbak Sri, saya tahu, orangnya yang gemuk itu kan,” sambil memperagakan pose gemuk.
“Masa? boleh antar saya dik.’’
‘’Boleh om.”
“Kita naik motor saja.”
“Oke om.”
Saya pun mengangkat bocah kecil tadi ke motor saya, karena tinggi yang kurang memungkinkan untuk naik sendiri. Berkendara menelusuri blok perumahan dan akhirnya saya sampai di tempat tujuan dengan arahan bocah tadi.
“Makasi ya dek.”
“Oke om, saya pulang dulu,” dengan lugunya.
“Jangan pulang saya antar kembali kerumah mu.”
“Diantar lagi om”?
“Masa kamu jalan untuk kembali kerumah, saya kasih paket ini dulu ke ibu Sri, baru saya antar kamu pulang.”
“Oke om kalau begitu,” katanya dengan mengangguk.
Setelah beberapa menit kemudian saya pun beranjak untuk mengantar bocah tersebut ke rumahnya.
“Sampai disini saja om, mau salat Jumat,” sembari tersenyum.
“Oke, ini uang gaji kamu untuk antar saya.”
“Tidak usah om.”
“Ambil saja uang ini,” sambil memaksa bocah itu.
“Terima kasih om,” dengan senyum manisnya, ia menaruh uang itu di saku celana kanannya.
Saya pun berpisah dengan anak itu di masjid karena salat jumat akan dimulai sambil bergegas menuju ke masjid.
Setelah mengambil air wudu saya pun duduk cukup dekat dengan bocah tadi jarak enam meter, dengan pemisah beberapa jemaah masjid.
Tidak lama kemudian kotak amal menghampiri dan sampai ke saya, lalu ku teruskan ke jemaah lain, dengan pemikiran saya ingin membeli bensin setelah salat ini, sehingga saya tidak menyumbang.
Setelah beberapa saat sampailah kotak amal itu ke bocah tadi, dengan tidak sengaja saya melihat bocah itu mengeluarkan uang di kantong celana kanannya yang saya berikan tadi, dan memasukan semua uangnya.
Betapa terkejutnya saya melihat bocah itu memberikan semua uang yang saya
berikan kepadanya ke kotak amal, sekaligus membuat saya malu dengan tingkah saya. Setelah salat ku cari dan menghampiri bocah itu, karena tertarik akan apa yang dilakukan di masjid tadi.
“Ketemu lagi,” dengan basa basi untuk mengobrol dengan bocah tadi.
“Iya om.”
“Rumah kamu dimana dek,” tanyaku.
“Disitu om,” sambil menunjuk rumah panti asuhan yang ada di seberang jalan.
“Kamu tinggal di panti asuhan,” tanyaku dengan raut wajah yang cukup terkejut.
“Iya om.”
“Orang tua mu kemana?”
“Tidak tahu om saya sejak bayi sudah disitu.”
Betapa malunya aku, karena tidak menyedekahkan sedikit uang ku dan malah bocah dengan segala keterbatasannya mampu untuk bersedekah.
*Penulis merupakan mahasiswa jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan (HPK) Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) semester IV