Washilah — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, sebut penangkapan 27 mahasiswa UIN Alauddin yang dilakukan oleh Polrestabes Makassar diduga dibalut kekerasan dan merupakan perbuatan melawan hukum.
“Ini juga termasuk penggunaan kekuatan berlebihan dalam pengamanan demonstrasi,” jelas LBH Makassar, Hasbi Assidiq, Selasa (6/8/24).
Sebelumnya, pada Senin Malam, Hasbi telah melakukan tindakan pendampingan hukum terhadap 27 Mahasiswa UIN Alauddin yang ditangkap dan dibawa ke Polrestabes Kota Makassar.
Hasbi sempat mewawancarai beberapa massa aksi yang ditangkap, saat proses pendampingan hukum di Polrestabes Kota Makassar. Setelah massa aksi ditangkap dalam keadaan tidak berdaya dan tidak melawan, massa aksi masih saja direpresi oleh polisi.
“Mereka masih saja dipukuli di bagian wajah, menggunakan tangan maupun pentungan di bagian kepala,” ungkapnya.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan Hasbi, massa aksi yang ditangkap saat proses demonstrasi berlangsung, mengaku ditendang di bagian dada oleh Polisi yang menggunakan sepatu dan seragam lengkap.
“Lalu setelah itu dihantam di bagian rahangnya,” ungkapnya.
Tak hanya itu, salah satu massa aksi yang ditangkap, mengaku mengalami pendarahan di bagian hidungnya setelah dipiting dan dipukuli sebanyak 3 pukulan di bagian wajah oleh aparat polisi.
Menurut Hasbi, pembubaran massa aksi dengan jalan kekerasan oleh Aparat Keamanan tidak sesuai aturan Institusi Kepolisian, yang dalam penggunaan kekuatan mestinya dilakukan berdasarkan eskalasi perlawanan massa aksi.
Pembubaran massa aksi dengan jalan kekerasan oleh Aparat Keamanan menurut LBH Makassar, Hasbi, merupakan penggunaan kekuatan yg berlebihan oleh Polisi.
“Massa aksi dibubarkan dengan menggunakan kekuatan kendali senjata tumpul tidak berdasarkan prinsip necessities dan proporsionalitas oleh polisi.”
“Mestinya massa aksi yang tidak melawan, tidak perlu dipukuli oleh polisi hingga membuat mereka mengalami pendarahan,” jelasnya.
Perihal aksi demonstrasi, massa aksi telah melayangkan Surat Pemberitahuan Aksi (SAP) kepada Polrestabes Makassar, pada 4 Agustus lalu.
Selepas mengirimkan SAP di hari Minggu, keesokan harinya, Senin (5/8/24), mahasiswa kemudian menggelar aksi demonstrasi di depan kampus I UIN Alauddin Makassar, Jalan Sultan Alauddin, Makassar.
Aksi yang dimulai sekitar pukul 13.30 itu menuntut Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof Hamdan Juhannis mencabut Surat Edaran Nomor 259 Tahun 2024 tentang Ketentuan Penyampaian Aspirasi—yang mewajibkan mahasiswa mendapatkan izin terlebih dahulu dari pihak pimpinan fakultas atau universitas sebelum penyampaian aspirasi dilakukan.
Selain menuntut pencabutan Surat Edaran Nomor 259, massa aksi juga turut menuntut dicabutnya Surat Keputusan (SK) Drop Out (DO) dua mahasiswa, serta mengecam represifitas yang dilakukan pihak keamanan kampus dalam aksi pertama yang mereka lakukan di kampus II – Samata.
Aksi tersebut pada mulanya berjalan lancar, sebagaimana yang tertulis dalam rilisan kronologi Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) UIN Alauddin Makassar. Sampai pada pukul 14.40, saat satu mobil Barracuda Jatanras dan sejumlah motor trail yang dikendarai oleh Polisi datang menangkap massa aksi secara paksa.
“Massa aksi berhamburan. Beberapa mahasiswa yang mengelak lalu ditarik dan diangkut paksa oleh Polisi. Ada yang dipukul bahkan diseret menuju mobil pengangkut,” isi rilisan kronologi tersebut.
Hal serupa juga terekam dalam video amatir yang beredar, seperti yang diunggah akun Instagram @lbh_makassar, polisi melakukan penangkapan massa dengan kekerasan.
Salah satu dari 27 mahasiswa yang ditangkap mengalami pendarahan dan luka di bagian mulut dan hidung.
Pada pukul 14.50, 27 mahasiswa yang ditangkap oleh Polisi kemudian dibawa menuju Polrestabes Kota Makassar.
Setelah penangkapan yang dilakukan Polisi, di hari yang sama, salah satu massa aksi yang tak ingin disebut namanya, melaporkan kejadian itu kepada LBH Makassar.
Tak berselang lama, LBH Makassar merespon laporan tersebut. Berkas kesaksian dan bukti kejadian dikumpulkan. Lalu sekitar pukul 19.00, Hasbi Assidiq dan Nurwahida Jumakkir sebagai pengabdi bantun hukum LBH Makassar, tiba di Polrestabes Kota Makassar.
Hasbi dan Wahida pun masuk menemui pihak kepolisian untuk memberikan pendampingan kepada 27 mahasiswa yang ditangkap oleh Polisi pada Siang harinya.
Washilah juga sempat meminta kepada pihak kepolisian untuk mengikuti proses pendampingan yang dilakukan oleh LBH Makassar, namun permintaan itu ditolak. Bersamaan dengan itu, permintaan wawancara pun tak digubris.
Hanya Hasbi dan Wahida yang dibolehkan masuk menemui mahasiwa yang ditangkap.
Setelah hampir 6 jam melakukan proses pendampingan. Polisi tak memberi hak bebas. Sebaliknya, berdasarkan penuturan Hasbi dan Ida, dari hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP), pihak kepolisian menangkap 27 mahasiswa dengan dalih melanggar pasal 191 dan 192 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam pasal 191 berbunyi “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan suatu bangunan listrik hancur, rusak atau tak dapat dipakai atau menyebabkan jalannya atau bekerjanya bangunan itu terganggu, atau usaha untuk menyelamatkan atau membetulkan bangunan itu gagal atau menjadi sukar, diancam…”
Yang dalam BAP justru tidak terbukti tuduhannya. Walau demikian, 27 mahasiswa pun tetap didekam di Polrestabes Kota Makassar hingga berita ini terbit.
Penulis: Rahmat Rizki
Editor: Saldi Adrian