Keinginan Kuat Berbuah Prestasi 

Facebook
Twitter
WhatsApp
Fikar berkunjung ke Jembatan Dataran Merdeka, Kuala Lumpur, salah satu tempat bersejarah di Malaysia. Saat itu, ia tengah mengikuti kegiatan Formasita Goes to International. | Foto : Dok. Pribadi Fikar

Washilah – Sebuah X Ride Putih meluncur pelan, melintasi keramaian lalu lintas kawasan Samata, Gowa. Di sekitar Masjid, tak jauh dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, Heny menarik tuas rem setelah melihat seorang lelaki tak asing yang memunggunginya. 

Heny bersama temannya, Nabila, turun dari kendaraan. Ia berjalan duluan, menyapa lelaki dengan baju kokoh rapi, sepadan dengan celana kain hitam, dan rambutnya yang klimis namun menawarkan kesan muda dan atraktif. Nabila dan lelaki itu mengikuti Heny yang berjalan sembari memeriksa keadaan. Mereka mencari tempat yang nyaman untuk berdiskusi.

Di arah utara gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM), mereka duduk di pinggiran jalan batako yang dikelilingi pepohonan. Di sana, mereka berbagi cerita. 

***

21 Tahun Silam di Jeneponto, tepatnya 21 Februari 2001. Lelaki itu, Zulfikar lahir. Fikar panggilan kesehariannya. Ia anak keempat dari lima bersaudara.

Agusalim, ayahnya merupakan seorang petani dan ibunya Nurliah, seorang ibu rumah tangga. Raut bangga terlihat saat Fikar menceritakan sosok orangtuanya, hingga melahirkan anak-anak yang sukses di jalannya masing-masing.

Di tengah lalu-lalang mahasiswa, Fikar bercerita. Sejak menduduki pendidikan dasar di SD Negeri 82 Balangloe Sapanang, ia menjadi sosok yang selalu ingin menjadi yang terbaik, dan kalah merupakan hal yang dihindari sebisanya. Terbukti sejak menduduki kelas 2 hingga menamatkan diri di pendidikan dasar Ia selalu menjadi juara pertama di kelasnya. 

Hal itu ia anggap kebiasaan, hingga saat melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 1 Jeneponto pun, ia dipandang sebagai seorang yang visioner dan ambisius dengan kemampuan yang ia miliki. Di pendidikan menengah pertamanya, Fikar termasuk kategori siswa terbaik sehingga mampu bersaing di kelas kumpulan orang-orang terbaik (kelas unggulan). 

Ia tidak hanya fokus akademik saja, melainkan turut aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seperti, Pramuka, Paskibra, Sanggar seni, dan organisasi da’i. Fikar mengatakan dirinya tipe orang yang harus selalu sibuk setiap harinya, dengan terus memanfaatkan waktu kosong dengan hal-hal yang ia anggap berguna bagi dirinya. 

Fikar juga kerap mengikuti berbagai perlombaan, seperti lomba pidato hingga menyabet juara 3 dalam rangka milad Kementerian Agama waktu itu. Menjadi peserta Aksioma di Sudiang, mengikuti lomba Pildacil, dan prestasi lain saat menjadi anggota organisasi Paskibra dan Pramuka di MTs.

Tahun 2016, dia menamatkan pendidikan menengah pertamanya, dan meneruskan sekolah menengah atas di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Jeneponto tepat di sebelah sekolahnya yang dulu. 

Walaupun sempat mengalami fase yang menurutnya sulit, ia tetap memegang prinsipnya dengan selalu ingin menjadi yang terbaik. “Sebab secara pribadi saya tipe orang yang pendiam,” ujar Fikar dalam perbincangan tersebut. “Walaupun banyak yang tidak percaya, tapi kenyataannya saya memang orang yang pendiam, dan teman MTs saya tahu akan hal itu.”

Di MAN, sebuah momentum mengubah sikap Fikar. Saat itu, ia mulai berfikir, jika tidak keluar dari situasi yang saat itu ia rasa kurang untuk kemajuan dirinya maka ia akan terus terkunci dari zona nyamannya. Dalam sebuah kesempatan, seorang yang ia anggap menjadi salah satu orang yang paling berjasa dalam hidupnya. Dia Fadil, senior setingkat diatas Fikar. Fadil selalu menjadi orang terdepan membantu Fikar dan melibatkan Fikar di setiap kegiatan hingga memberi Fikar kesempatan untuk dapat berbicara di depan banyak orang. Fadil saat ini telah menjadi abdi negara (Polisi).

Oktober 2018, Fikar mendapatkan dorongan besar dari orang-orang terdekatnya untuk maju mencalonkan diri sebagai Ketua OSIM (Organisasi Siswa Intra Madrasah) setara dengan OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) di sekolahnya. Ia mengakui perubahan besar itu ada saat ia berhasil menjadi Ketua OSIM saat itu. Rasa yakin dan kepercayaan diri semakin kuat, hingga kembali menyabet beberapa prestasi di bidangnya. Ia mampu meningkatkan kualitas diri dengan kembali mendapatkan prestasi sebagai juara 1 lomba pidato tingkat Kabupaten.

Saat itu Fikar berani bermimpi, akankah kelak ia dapat menginjakkan kaki ke Ibukota? “Kelak saya ingin ke Jakarta,” ungkap Fikar saat itu, “Ataupun naik pesawat dan naik kapal.” 

Sejak menduduki kelas 2 MAN, ia tak ingin merepotkan orangtua untuk biaya semasa sekolahnya. Hasil dari lomba-lomba yang ia ikuti digunakan untuk menunjang hidupnya sendiri.

Orangtuanya tak tahu-menahu, anaknya saat itu sukses menjadi pemimpin bagi teman-teman sekolahnya. Barulah mereka tahu saat Fikar bercerita tentang bagaimana ia bisa menjadi Ketua OSIM kala itu. Karena prinsip Fikar, tidak mau menyampaikan terlebih dahulu sebelum  berhasil terpilih.

Prinsip itu Fikar bawa saat akan melanjutkan pendidikan tingginya. Hingga ia berhasil dan diterima di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar melalui jalur Seleksi Prestasi Akademik Nasional Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (SPAN PTKIN). Beberapa universitas sebenarnya turut menjadi kandidat Fikar, namun rezeki dan izin orang tua membawa Fikar menjadi mahasiswa di UIN Alauddin Makassar.

Fikar mengatakan, dirinya diterima pun orangtuanya tidak mengetahui hal itu. Barulah sekitar seminggu sebelum pendaftaran ulang di UIN Alauddin Makassar ia pamit hendak ke Makassar. Sebagaimana orangtua pada umumnya, sebelum mengizinkan Fikar, ibunya banyak mengajukan pertanyaan “U apa, untuk kerja?” Tanya dia kepada anaknya. 

“Bukan Mak, untuk kuliah.” Orang tua Fikar terperanjat, banyak yang menjadi pertimbangan untuk mereka memutuskan memberi izin Fikar untuk melanjutkan pendidikannya yang lebih tinggi. “Tidak usah risau soal biaya Mak, Pak.” 

Dengan modal uang hasil  lomba-lomba yang kerap Fikar ikuti, ia sampai ditahap memperjuangkan pendidikan tingginya, dan menerima salah satu beasiswa pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kartu Indonesia Pintar Kuliah. Bahkan hasilnya kadang ia bagi untuk orang tua di kampung.

Menjalani perkuliahan seperti mahasiswa pada umumnya, Fikar tak henti mencari informasi terkait mimpi yang sejak dulu ia impikan, agar bisa menginjakkan kakinya ke Ibukota. 

Desember 2021, Fikar dihubungi salah satu temannya, Rahmat. Ia diberitahu akan ada event berupa kunjungan ke Lembaga Tinggi Negara, yang dilaksanakan oleh Forum Mahasiswa Beasiswa Aspirasi Tamsil Linrung (Formasita). Sebuah forum inisiasi dari Tamsil Linrung, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia.

Sehari sebelum pendaftaran ditutup, Fikar berusaha menyelesaikan persyaratan Formasita, dibantu oleh Rahmat. Perjuangan Fikar ternyata tidak sampai disitu saja, “Saya diseleksi kurang lebih 3 bulan,” tutur Fikar, “Dari Samata ke Perintis bolak-balik untuk mengurus itu”.

Lebih dari Delapan Ratus peserta se-Sulawesi Selatan, hanya lima puluh tiga peserta terbaik yang terpilih, dan Fikar termasuk salah satunya. Ia menjadi peserta satu-satunya yang berasal dari UIN Alauddin Makassar.

Seminggu sebelum keberangkatan, Fikar pulang ke kampung halamannya, sekedar meminta izin orang tua untuk melangkah lebih dekat akan segala mimpi-mimpinya. “Uang dari mana nak?” Tanya Ibunya saat itu. Dengan tangannya Fikar memberi selembar kertas untuk orang tuanya baca. Dalam surat itu, ia dinyatakan lulus sebagai salah satu peserta Formasita dengan segala biaya ditanggung oleh pihak Formasita dan beberapa pihak yang identitasnya disembunyikan. 

Di sisi lain, sebuah amplop Fikar terima dari orang-orang yang ia anggap sebagai keluarga kedua selama di Gowa. Katanya, pengurus Masjid Pao-Pao berinisiatif mengumpulkan uang itu untuk membantu Fikar saat berada di kota orang. Fikar terenyuh dan terkesiap melihat itu. 

Keberangkatan Fikar dilepas langsung oleh Wakil Rektor 3 untuk ke Jakarta. Apresiasi tentu Fikar dapat dari Pimpinan Kampus, dengan memasukkan Fikar ke dalam buku prestasi Mahasiswa UIN Alauddin Makassar.

Sepuluh Januari 2022, Fikar bersama 53 peserta lainnya tiba di Jakarta, sebagai pusat kegiatan Formasita. 1 bulan lebih Fikar menjelajahi tanah Jawa. Surabaya, Jogja, dan Bogor dengan mengikuti seluruh rangkaian kegiatan Formasita.

Saat di Surabaya, Fikar mengaku sempat keteteran, 1 mata kuliah terakhir dijadwalkan untuk Final akibat faktor keterlambatan. Namun ia masih bisa menyelesaikannya dengan baik hingga kegiatannya berjalan dengan lancar.

3 Februari 2022, Fikar pulang dengan membawa nama sebagai peserta terbaik dalam kegiatan tersebut. Hingga pada bulan Juli 2022, ia dipercaya menjadi fasilitator di kegiatan selanjutnya, Formasita Goes To Internasional dari Indonesia ke berbagai Negara, di antaranya Singapura, Malaysia, dan Thailand. Namun saat itu Fikar menyayangkan, saat itu ia hanya mengunjungi Malaysia akibat beberapa pertimbangan yang mengharuskan mereka untuk saat itu tidak dulu mengunjungi 2 Negara, Thailand dan Singapura. 

Fikar belum mau dipandang sebagai orang yang sukses, “Tidak juga, sekarang masih proses, insyaAllah,” tegas Fikas saat itu. Ia pikir, untuk mengukur sebuah kesuksesan tidak akan ada ujungnya, “Sukses kita yang sekarang, masih ada yang lebih sukses dari itu,” kata Fikar dengan yakin. Fikar selalu menanamkan untuk menjadi pribadi yang akan selalu dirindukan keberadaannya, dengan menebar manfaat serta menginspirasi banyak orang.

Penulis : Heny Mustari (Magang)

Editor : Jushuatul Amriadi

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami