Seorang anak berusia 11 tahun mengayuh sepedanya di tengah jalanan lenggang di kawasan Kampus II UIN Alauddin. Waktu itu pukul 14:00 WITA. Terlihat awan mendung menyelimuti Samata. Ia menggunakan topi abu-abu, dengan kaos warna kuning. Di depan sepedanya, bertengger keranjang biru berisikan gorengan yang ia jual.
Anak itu bernama Tamrin, ia terus mengayuh dengan kedua kakinya dari rumah ke rumah sesekali berteriak, “Gorengan, gorengan, bakwan, pisang goreng, jalankote.”
Di masa pagebluk ini, ada banyak orang yang kehilangan pekerjaan hingga memperburuk keadaan ekonomi keluarga. Seperti halnya yang dialami keluarga Tamrin.
Anak kelima dari tujuh bersaudara, pasangan suami istri Surianti dan Jufri ini mengaku, menjual gorengan sebagai upaya untuk membantu roda perekonomian keluarga. Terlebih Pekerjaan ayahnya sebagai buruh bangunan dan ibunya buruh cuci.
“Demi membantu mama cari uang,” tuturnya.
Tamrin yang kini duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) tak jauh dari tempat tinggalnya di Romang Lompoa, Kecamatan Bontomarannu, Gowa, mengaku pekerjaan yang ia geluti sebagai penjual gorengan keliling tidak sampai mengganggu aktivitas belajar sehari-hari. Jika hari libur, Tamrin bahkan bisa berjualan dua kali. Pukul 07:00 WITA dan 14:00 WITA.
Meski Tamrin harus merelakan waktu bermain bersama teman-temannya, namun dia mengaku tetap tegar menjalani kehidupan yang ia lalui.
“Waktuku main-main sedikit ji, biasa juga langsung tidur kalau pulang dari jualan,” ucapnya.
Di balik dua bola mata dan senyum Tamrin, terselip harapan ingin mengeyam pendidikan setinggi mungkin, ia tak mau faktor ekonomi keluarga mengganggu apa yang ia impikan.
“Mau ka lanjut sekolah iya setinggi-tinggi mungkin,” harapnya.
Bukan hanya itu, seperti impian kebanyakan anak membawa kedua orangtua ke tanah suci untuk haji atau umrah, Tamrin memiliki keinginan seperti itu juga.
“Kalau besar nanti, mauka banyak uangku supaya bisa kubawa orang tuaku pergi haji,” tutupnya.
Penulis: Irham Sari (Magang)
Editor: Jushuatul Amriadi