Kisah Kiai (Mengantar Pelacur)

Facebook
Twitter
WhatsApp
lituros.com

Oleh: Sigit

Malam itu, Kiai dapat undangan untuk mengahadiri acara yasinan di kampung sebelah, sekaligus warga kampung meminta agar Kiai dapat memimpin acara yasinan itu.

Menerima surat itu Kiai menyuruh supirnya siap-siap karena akan pergi menghadiri acara.

“Dul, kamu persiapkan mobil, saya mau berangkat ke kampung sebelah untuk yasinan,” pinta Kiai.
“Iya Kiai,” kata Dul.

Berangkatlah Kiai itu ke kampung sebelah. Pada malam itu hujan turun begitu deras untunglah kyai menggunakan Mobil dalam perjalanannya.
“Wah, hujan ya dul? Deras lagi,” kata Kiai.
“Iya Kiai, untung kita pakai mobil,” ucap Dul.

Mereka melihat ada seorang gadis ayu yang melambai ke mobil mereka, dia basah kuyup sebab terkena hujan deras
.
“Berhenti… berhenti..” teriak gadis itu, ingin menumpang di mobil mereka.

Kiai menyuruh Dul untuk berhenti mengahampiri gadis itu.
“Dul, tolong kamu singgah,” Kata Kiai.

Melihat mobil itu singgah, gadis itu sungguh senang.

“Sejak tadi, tidak ada yang sudih memberi tumpangan kepadaku karena saya seorang pelacur. Sudihkan kiranya tuan memberi tumpangan dan mengantar saya pulang?.”

Dul yang mengetahui dan melihat penampilan gadis itu yang kurang pantas semobil dengan Kiai langsung menggeleng.

” Maaf, yang duduk di belakang itu seorang Kiai. Apa kata orang kalau melihat kami bersama pelacur, lebih lagi penampilan anda yang tidak baik.”

Kiai menepuk pundak Dul memintanya berhenti bicara. Kiai melihat mata sang gadis menetaskan air mata. Kiai tersenyum.

“Silahkan naik ke mobil. Saya hantar kau pulang, tapi kita singgah dulu sebentar di kampung sebelah, soalnya saya ada acara di sana. Dul, tolong buka pintunya.” Dul terkejut, tapi tetap turut kepada Kiai.

Sang gadis berterima kasih karena sudih memberinya tumpangan.

Kiai melanjutkan perjalanannya dan sampai di kampung sebelah warga yang melihat tamu yang ditunggu-tunggu berbondong-bondong menghampiri mobil.

“Anda Islam,” tanya Kiai.
“Iya Kiai saya Islam.”
“Kalau begitu kamu juga sekalian ikut yasinan,” pinta Kiai.
Gadis itu yang merasa malu keluar mobil karena penampilannya tidak sesuai di acara itu.
“Tidak usah Kiai, penampilan saya tidak baik, nanti pak Kiai kena hinaan.”

Kiai lalu turun dan meminjam mukenah kepada ibu-ibu yang menyambutnya.

“Bu, bisa ambilkan mukenah? Istri saya lupa bawa jilbab.” Ibu-ibu itu kaget.
“Kok istri seorang Kiai bisa-bisanya lupa berjilbab.”

Setelah mendapatkan mukenah, Kiai kembali ke mobil dan memberikan mukenah itu ke pelacur tersebut untuk dikenakan dalam acara.

“Ini mukenah, silahkan kamu pakai! Setelah itu ikut saya untuk yasinan,” gadis itu mengangguk malu.

Selepas yasinan, pelacur itu dikerumuni ibu-ibu untuk bergantian diciumi tangannya. Ketika menuju mobil pun diantar oleh para jemaah.

Di dalam mobil gadis itu menangis, karena peristiwa itu. Setelah agak reda tangisnya, Kiai itu mulai bicara.

“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimaan cara orang memuliakanmu, menghormatimu. Padahal tidak tahu siapa sebenarnya dirimu?.”

Wanita itu meratapi dirinya sambil menangis sejadi-jadinya. Tapi Kiai itu tetap melanjutkan nasihatnya.

“Ketika kamu menjual hanya sebatas barang-barang, kamu masih memiliki kehormatanmu. Namun jika kamu berani menjual dirimu sendiri, kamu sudah tidak punya kehormatan lagi di mata manusia dan dihadapan Allah swt. segeralah bertaubat, mumpung masih ada waktu,” kata Kiai.

“Terima kasih atas kebaikan dan pelajaran yang diberikan kepada saya. Mulai dari sini saya akan berhenti dari perbuatan hina ini dan bertaubat kepada Allah swt. Terima kasih, Kiai,” ucap Gadis itu.

*Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Manajemen Haji dan Umrah (MHU) Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) semester II.

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami