Oleh: Irmayanti
Panggil saja namaku Mina. Saat ini saya sedang mengandung anak ke-2. Usia kandunganku genap 8 bulan. Anak pertama perempuan yang masih berusia 10 tahun. Kami tinggal di rumah kontrakan ukuran 4X6 meter. Awalnya kami tinggal di desa namun memutuskan untuk pindah ke kota karena ada beberapa faktor. Kurang lebih 1 tahun ketika saya bersama keluarga tinggal di kota suamiku meninggalkanku hanya karena wanita lain. Hingga akhirnya kami terpisah dan hanya tinngal berdua di rumah. Kedua orang tua sudah meninggal, sejak aku masih berusia 15 tahun.
“Ma, bapak mana kenapa akhir-akhir ini jarang pulang? Bapak kemana sih apakah bapak cari uang banyak hingga bapak tidak pernah pulang-pulang? dua minggu yang lalu mama bilang kalau bapak tidak pulang karena ada tugas dikantor, tp inikan sudah lebih dari dua minggu ma bahkan hampir tiga minggu malahan. Aku rindu ma pengen makan bareng lagi tiap hari”.
“Dalam hatiku aku tak mungkin mengatakan yang sejujurnya bahwa bapaknya memang pergi dari rumah tapi bukan karena untuk mencari uang tapi hanya demi wanita lain, terpaksa aku harus bohong saat ini kepada anakku. Pasti bapak pulang kok nak apalagi si dede kan bentar lagi akan lahir, tidak mungkinlah bapak tidak pulang. Bisa jadi nanti pas dede mau lahir terus bapak kasi kejutan tiba-tiba dia datang dan bawa uang banyak terus bisa belikan sepeda kamu sayang.
“Sepeda baru maksudnya ma? Bapak mau belikan sepeda baru aku pas pulang nanti?”
“iya Dela anakku kita tunggu saja nanti 1 bulan kemudian kan dede akan lahir bapak pasti pulang deh. Bapak lagi cari uang banyak untuk keluarga kita”,
“yeyeye senengnya bentar lagi akan ada dede baru dan sepeda baru”.
Satu bulan kemudian sudah berlalu. Hampir tiap hari dengan pertanyaan yang sama Dela menanyakan keberadaan bapaknya lagi-lagi aku harus berbohong mencari berbagai alasan sesekali aku telfonkan bapaknya karena Dela ingin sekali mengetahui kabarnya. Belum waktunya Dela mengetahui apa yang sebenarnya terjadi lagi-lagi aku harus menyembunyikan darinya. Tinggal hitungan hari lagi anak ke duaku akan lahir dan tabungan pun tidak ada.
Meminjam uang ke Rentenir adalah cara yang saat ini bisa kulakukan untuk biaya operasi kelahiran anakku nanti. Di kota sangat keras kehidupan biaya hidup serba mahal, sangat berbeda dengan di kampung. Apalagi saya tergolong orang baru yang tinggal di kota. Saat ini saya harus mencarikan nafkah untuk anak-anakku. Aku rela tidak makan asalkan anakku bisa makan. Setelah anak keduaku lahir saya akan mencari pekerjaan agar Dela juga bisa melanjutkan sekolahnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 03.00 subuh perasaan saya tidak enak, perut mulai tidak karuan. Sepertinya ini pertanda ingin melahirkan. Harus minta tolong kepada siapa apalagi disini hanya tinggal berdua bersama anak dan tetangga juga masih tidur. Gelisah perasaan tidak karuan ingin menelfon mantan suami sudah tidak mungkin mana peduli dia dengan ku karena sudah memiliki wanita lain. Duduk, berdiri, jalan sana-sini, mondar-mandir itu terus berulang-ulang yang ku lakukan hingga matahari terbit.
“Pagi ma. Ada apa ma? Kenapa mama gelisah? Perut mama sakit? Dede mau lahir ya ma? Kenapa bapak tidak pulang ma? Katanya kalau dede mau lahir bapak mau pulang dengan membawa uang yang banyak.
“Del cepat cari taksi mama sudah tidak kuat lagi. Apalagi air ketubannya sudah pecah”.
“Iya ma. Iya ma baik saya cari dulu”.
Tibalah di rumah sakit terdekat saya langsung ditangani oleh Dokter spesialis kandungan. Dan alhamdulilah anak ke dua lahir dengan selamat berjenis kelamin laki-laki dengan berat badan 2.5 kg. Sungguh puji syukur atas rezeki ini. Akan ku beri nama Ahmad Syukur iya namanya sangat cocok. Mantan suamiku pun ku telfon saya ingin tahu sejauh mana tingkat kepeduliannya atas kelahiran anaknya. Namun apa yang terjadi nomornya tidak bisa dihubungi. Ya sudahlah mungkin ini sudah nasib ku dan ditakdirkan untuk seperti ini. Dengan kehadiran anak ke dua ku saya sudah cukup bahagia. Namun bagaimana dengan nasib anakku yang lahir tanpa tahu bapaknya dimana, apalagi juga usia Dela masih membutuhkan kasih sayang orang tua. Cobaan apa lagi ini.
Dua minggu sudah berlalu selesai mengantarkan Dela ke sekolah, aku berlalu lalang mencari pekerjaan kesana kemari dengan menggendong Syukur. Aku sungguh kasihan kepada anakku yang baru lahir harus ku bawa kemana-mana untuk mencari pekerjaan, demi menghidupi anak-anakku. Apalagi terik matahari sangat menyengat. Sungguh pekerjaan di kota sungguh sulit. Akan ku beri makan apa ini anak-anakku besok jika aku tidak mendapatkan pekerjaan juga sampai hari ini.
Tepat pukul 11.30 sudah waktunya pulang sekolah, aku harus menjemput Dela.
“Mama… adek Syukur.”
“Ayo sayang kita langsung pulang, kasihan adek sepertinya adek mengantuk karena kelelahan.”
“Ma. Aku lapar banget, dari pagi belum makan terus mama lupa kasi aku uang saku tadi”.
“Oh iya nak mama tidak ingat tadi. Ya udah kita singgah beli makanan dulu yah”.
“Kenapa Mama membeli nasi hanya satu bungkus?”
“Mama masih kenyang nak, jadi Dela makan aja dulu”.
20 juta bukanlah uang yang sedikit, minggu ini adalah batas pengembaliannya. Pekerjaan sampai saat ini pun belum juga kunjung dapat. Uang kontrakan juga sudah menunggak satu bulan. Saya hampir putus asa. Bagaimana bisa seorang ayah dari anak-anakku tak sedikit pun mempunyai rasa kepedulian terhadap mereka, setidaknya untuk uang makan sehari-hari saja. Tapi ini sungguh mustahil, sangat tidak mungkin menanyakan kabar saja tidak pernah.
Beberapa hari kemudian Rentenir pun menemui saya untuk menagih uang sebesar 20 juta yang telah saya pinjam, namun saya mengatakan bahwa saya masih mengumpulkan uang untuk membayarnya. Saya pun diberikan kesempatan selama 1 minggu untuk melunasi.
Tanpa sengaja saya melewati sebuah rumah yang sangat megah dan tertera di gerbang dibutuhkan segera Pembantu Rumah Tangga, harap menghubungi 085385xxxxxx. Alhamdulillah hati sangat senang tidak karuan, bagaimana tidak setelah berhari-hari saya keliling kota dan akhirnya saya akan mendapatan pekerjaan juga.
Sesampai dirumah saya pun langsung menghubungi nomor yang sudah ku save tadi, dan aku langsung diterima, besok saya sudah diizinkan kerja. Sungguh sangat bahagia mendengar berita ini.
Saya datang kembali ke rumah yang sangat megah itu pemiliknya adalah pak Rasman, namun saya memanggilnya Tuan karena dia adalah majikan saya. Dia berusia sekitar 65 tahun yang hanya hidup sendiri karena istrinya telah meninggal dua tahun yang lalu dan tidak memiliki seorang anak sama sekali. Sejujurnya saya tidak yakin ingin bekerja disini, karena ada kekhawatiran jika saya hanya berdua di rumah sebesar ini. Tuan Rasman mengatakan untuk saat ini silahkan datang pagi hari hingga sore hari untuk memasak dan sebagainya, malam pun dia mengizinkanku pulang, karena saya telah mengatakan bahwa saya mempunyai anak yang masih balita. Namun, Tuan Rasman pun mengizinkan bahwa Syukur boleh di bawa saat bekerja.
Beberapa hari pekerjaan ini berjalan dengan mulus, namun Tuan mengatakan bahwa malam ini ia memintaku untuk menginap, akupun menolaknya karena aku juga harus mengurus anak-anakku dan mengantarkan Dela pagi-pagi ke sekolah. Singkat cerita Tuan Rasman memintaku untuk datang dimalam hari saja mulai pukul 21.00 dan dia akan menjemputku dikontrakan setiap malam, siang sampai sore fokus untuk mengurus anak. Apa maksud ini aku tak mengerti kenapa saya harus bekerja dimalam hari. Namun saya berpikir positif thinking mungkin saja Tuan berbaik hati hingga merubah jadwal kerjaku. Saya pun mengiyakan, saya setuju dengan ini.
Malam hari telah tiba tepat pukul 20.30. “Nak jaga adek dulu yah mama mau bekerja, sekarang jadwal kerja mama berubah sudah tidak pagi sampai sore hari lagi tapi hanya malam hari saja. Karena sekarang sudah hampir jam 9 malam, jadi Dela harus tidur.”
“Iya ma. Hati-hati yah ma, saya akan baik-baik saja kok di rumah sama adek.”
Tuan Rusman pun datang menjemputku diperjalanan kami banyak bercerita tentang pengalaman masing-masing. Tanpa ku sadari kami berhenti di depan Hotel. Saya sempat terheran mengapa harus ketempat ini. Tuan pun mengatakan ayo cepat ikut saja, katanya. Aku pun mengikuti perintahnya. Sesampai di kamar akupun diberikan segelas minuman oleh salah seorang pelayan . Tiba-tiba kepalaku langsung pusing dan aku langsung tak sadarkan diri. Matahari mulai terbit disitulah aku mulai sadar.
Ternyata sudah pagi. Dimana ini aku, hotel? Dan aku masih berada di hotel. Apa yang sudah ku lakukan aku tidak tahu apa-apa. Aku tidur disamping majikan ku sendiri dengan pakaian berserakan di lantai apa yang sudah Dia lakukan kepada ku.
Majikan ku mengatakan sekarang kamu tidak usah menjadi pembantu lagi di rumah ku, cukup menemani saja tidurku setiap malam akan ku berikan semua yang kamu mau uang ratusan juta akan kuberikan, mobil mewah pun jika kau mau menerima tawaran ini. Bagaimana? Bukankah kau mengatakan bahwa kau punya banyak hutang di Rentenir kau bisa memanfaatkan uang ini untuk melunasi hutang-hutang mu. Dan tanpa susah payah lagi kau bisa membeli rumah nantinya tanpa harus mengontrak sana-sini, bisa membiayai anakmu dengan enak setiap harinya, katanya.
Kalau bukan karena hutang ku aku tidak akan mengiyakan ini semua, namun karena aku terdesak oleh waktu hingga aku tak bisa melunasi hutang-hutangku terpaksa aku harus menerima tawaran bodoh ini.
Kini tiap malam aku harus dijemput oleh kakek-kakek dengan mobil mewahnya dan harus menemani tidurnya di rumahnya namun sesekali kami di Hotel, dia berjanji ini hanya berlangsung selama 1 bulan kali ini iya telah memberiku uang senilai 50 juta untuk melunasi hutangku dan uang kontrakan serta biaya Dela sekolah dan biaya syukur sehari-hari, selebihnya Dia akan memberiku rumah dan mobil saat perjanjian ini telah berakhir.
Aku berdoa tiap usai sujudku aku yang telah di tinggalkan oleh suamiku dan terpaksa harus melakukan pekerjaan sebodoh ini demi membiayai anak-anakku. Kapan kah ini berakhir? Tuhan apakah tidak ada lelaki yang bisa menerimaku apa adanya, setia dan mau biayai anak-anakku agar aku bisa berhenti dari pekerjaan haram ini. Tuhan ku mohon kabulkanlah saya sadar akan pekerjaan ini namun dengan keterpasaan ini sehingga saya melakukannya.
Satu bulan telah berlalu sesuai dengan kesepatan bersama, rumah baru dan mobil mewah serta uang 100 juta telah diberikan kepadaku, sekarang sudah tidak ada lagi yang memanggilku kupu-kupu malam. Iya layaknya aku sering disebut-sebut sebagai kupu-kupu malam, atau wanita tuna susila atau pun pelacur dan sebagainya. Semua sudah berlalu, hanya penyesalan yang terjadi saat ini.
Tanpa ku sangka seorang laki-laki 10 tahun yang lebih tua dari usia ku datang menghampiri rumahku namanya adalah Burhan. Dia adalah tetangga kontrakanku dulu, dengan kesungguhannya ia menyatakan keinginannya untuk mnjadikanku sebagai istrinya dan siap menerima segala kekuranganku di masa lalu dan siap menafkahi semua anak-anakku. Sungguh ini rasa syukur yang tak terhingga karena telah dihadirkan seseorang yang siap menerima segala kesalahanku sebelumnya. Terimakasih Tuhan.
Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar semeseter IV