LK FEBI Kembali Lakukan Aksi, Pimpinan Tetap Tidak Peduli

Facebook
Twitter
WhatsApp
Suasana massa aksi saat pimpinan kembali menolak melakukan audiensi dengan massa aksi di Gedung FEBI, Selasa (3/12/2024). | Foto: Washilah - Muhammad Yusrifar

Washilah – Selasa, 3 Desember 2024, sekitar pukul 13.50 WITA, suara sirine mengalihkan perhatia mahasiswa di sekitar parkiran Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI). Massa aksi dari Lembaga Kemahasiswaan (LK) FEBI bergerak dari Taman Baca FEBI menuju lobi fakultas sambil membentangkan spanduk bertuliskan, “Copot SK Pembekuan Pengurus LK-FEBI.”

Mahasiswa yang tengah sibuk dengan kertas-kertas dan laptop langsung menoleh ke arah massa aksi yang mulai memasuki lobi fakultas.

Pengeras suara berwarna putih berpindah tangan secara bergantian, sementara pemuda-pemuda yang dominan berpakaian hitam turut menyampaikan orasi.

Koordinator mimbar yang tidak ingin disebutkan namanya, mengenakan kemeja kotak-kotak, memimpin aksi dengan menaiki tangga dan membuka orasi dengan salam, yang disambut serempak oleh massa aksi di tempat tersebut.

Suasana semakin ramai ketika mahasiswa yang berada di lantai 2, 3 dan 4 berbondong-bondong menyaksikan aksi dari tangga masing-masing lantai.

Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) FEBI, Yahya, maju ke depan massa aksi dengan kacamata hitam yang melekat di kepalanya.

“Kami kembali melakukan aksi karena tidak ada respon dari pimpinan,” tegasnya di atas tangga setelah melontarkan seruan, “Hidup Mahasiswa!”.

Sekitar 5 menit Yahya berorasi, tak ada pimpinan yang kunjung mendatanginya. Kecewa dengan situasi ini, massa aksi naik ke lantai 2 menuju ruangan pimpinan.

Tak lama, koridor lantai 2 di depan ruangan Dekan dan Wakil Dekan (WD) dipenuhi oleh massa aksi yang berjumlah sekitar 20 orang.

Dua pegawai fakultas berpakaian hitam putih keluar dari ruangan pimpinan dan berdiri di depan pintu, menyaksikan aksi tanpa memberikan tanggapan. Sementara itu, sivitas akademika yang lalu lalang di sekitar lokasi aksi tampak acuh tak acuh melihat apa yang dilakukan oleh para mahasiswa tersebut.

Di tengah orasi yang terus berlanjut, seorang pegawai berjilbab merah muda menghampiri massa aksi dan memprotes keributan yang terjadi, tetapi massa aksi mengabaikannya dan terus melanjutkan teriakan dan orasinya.

Tak berselang lama, WD I, Rahman Ambo Masse keluar menemui massa aksi. Terlihat ia berbicara singkat dengan Ketua Dema FEBI.

“Kami meminta audiensi, tetapi WD I mengatakan audiensi hanya bisa dilakukan sesuai kesepakatan bersama,” ucap Yahya mengenai respon WD I saat itu.

WD I kemudian berdiri di depan ruangan pimpinan, memantau aksi sambil sesekali mengetik di ponselnya. Saat salah satu massa aksi menaiki tangga menuju lantai 3 untuk berorasi, namun satpam segera menghalanginya.

Empat perwakilan massa aksi akhirnya masuk ke ruangan pimpinan untuk berdiskusi dengan WD III dan Dekan FEBI. Namun, dua di antaranya, termasuk Yahya, diusir karena statusnya yang sedang diskors.

“Mereka tidak mau melayani saya untuk diskusi karena saya masih dalam status skorsing,” ungkap Yahya.

Dua massa aksi lainnya tetap di dalam ruangan untuk meminta audiensi terkait SK pembekuan pengurus, tetapi permintaan tersebut ditolak oleh pimpinan.

Setelah dua massa aksi keluar dari ruangan pimpinan dengan wajah kesal, massa aksi kembali turun ke lantai 1 dan melanjutkan orasi sambil menunggu kehadiran Dekan dan WD III.

Seiring waktu, massa aksi yang mulai lelah duduk menyebar di lobi, dengan spanduk diletakkan di depan tangga.

“Pimpinan tidak siap melakukan audiensi,” seru Yahya melalui pengeras suara ke lantai 2.

Aksi ini sempat mendapat tanggapan dari dosen berbaju biru yang turun dari lantai 2. Ia meminta massa untuk lebih tegas dalam menyampaikan tuntutan, tetapi komentarnya diabaikan.

“Berulang ini, berulang,” ucap dosen itu sambil menunjuk spanduk.

Orasi berlanjut dengan pembacaan puisi oleh seorang massa aksi, menggambarkan kondisi kampus saat ini.

“Kampus berubah menjadi taring yang menakutkan,” ungkapnya dalam penggalan puisi.

Sekitar 40 menit massa aksi menunggu pimpinan untuk turun menemui, pimpinan tak kunjung memunculkan batang hidungnya.

“Teman-teman itu mau lakukan pendudukan sampai ada itikad baik dari pimpinan. Minimal mereka siap untuk audiensi,” jelas Yahya kepada Washilah.

Hingga pukul 16.45 WITA, pimpinan tak kunjung menemui massa aksi. Akhirnya, massa membubarkan diri dengan tangan kosong, tanpa hasil.

Penulis: Rhizka Amelia (Magang)
Editor: Sriwahyuni

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami