Media Sosial: Ruang Ekspresi atau Ruang Hujatan?

Facebook
Twitter
WhatsApp
Foto: Istimewa

Oleh: Tsania Aulia

Media sosial adalah teknologi digital yang memungkinkan pertukaran ide dan informasi, seperti teks dan gambar, melalui jaringan dan komunitas virtual.

Status digitalisasi di Indonesia pada tahun 2024 berdasarkan DataReportal :

Pada awal tahun 2024, terdapat 185,3 juta pengguna internet di Indonesia, dan tingkat penetrasi internet mencapai 66,5 persen. Pada Januari 2024, Indonesia memiliki 139 juta pengguna media sosial atau mencakup 49,9 persen dari total populasi. Pada awal tahun 2024, Indonesia memiliki total 353,3 juta koneksi seluler aktif, mewakili 126,8% dari total populasi.

Media Sosial Sebagai Ruang Ekspresi

Setiap orang berhak atas kebebasan berekspresi di ruang digital (termasuk media sosial), namun tetap berdasarkan prinsip etika dan tidak berlebihan. Kebebasan berekspresi tidaklah dalam bentuk ujaran kebencian atau aktivitas yang melangar hukum dan norma bermasyarakat. Kebebasan berekspresi tidak dapat dipisahkan dari kebebasan mencari, menerima dan menyampaikan informasi. Media sosial menjadi ruang bebas berekspresi saat ini yang dipilih oleh mahasiswa. Media sosial dianggap membantu membangun komunitas dan disalahkan karena memfasilitasi disinformasi dan ujaran kebencian.

Di era digital saat ini, di mana komunikasi bisa dilakukan tanpa batas waktu dan tak terbatas, banyak hal yang terabaikan. Masyarakat Indonesia yang seharusnya menjaga tradisi ketimuran, dapat menggambarkan nilai-nilai sosial Indonesia yang dikenal dunia, seperti tutur kata yang baik dan saling menghormati. Tragisnya, hal ini tampaknya dilupakan dan diabaikan saat menjelajahi web atau sosial media. Saat menjumpai platform media sosial seperti Instagram, Facebook, Tiktok atau Twitter atau layanan berbagi video seperti YouTube, kita sering kali menemukan substansi yang sensitif seperti substansi dengan tema politik, etnis, agama, dan ras, jika kita membuka kolom komentar kita akan pasti menemukan sebagian darinya komentar yang saat ini tidak memperhatikan standar kesopanan yang ada di masyarakat Indonesia.

Media Sosial Sebagai Ruang Hujatan 

Seseorang yang ingin melakukan kejahatan melalui media sosial dengan cara menghina, mencaci-maki, menggunakan kata-kata kotor atau bahkan mengedit foto tidak pantas, akan sangat efektif menjalankan aktivitasnya tanpa ada sanksi sosial yang akan dihadapi dunia nyata. Perilaku buruk di internet akan meningkatkan fenomena cyberbullying.

Yang mengejutkan, komentar-komentar tidak sopan dan kasar yang sering dilontarkan oleh netizen membuat banyak netizen dunia akhirnya memberikan cap negatif terhadap Indonesia. Netizen tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena setiap orang punya sudut pandangnya masing-masing. Masyarakat tidak bisa mengarahkan kegiatan tersebut karena media sosial adalah hak semua orang.

Perubahan sosial yang positif seperti kemudahan mendapatkan dan meneruskan data dan informasi, mendapatkan manfaat sosial dan finansial. Sementara itu, perubahan sosial cenderung bersifat negatif, seperti munculnya kelompok sosial atas nama agama, suku, dan pola perilaku tertentu yang terkadang melenceng dari norma yang ada.

Dampak Dari Media Sosial Bagi Mahasiswa 

Kecemasan merupakan suatu ketakutan yang biasa terjadi dalam diri seseorang tanpa henti dan merasa canggung terhadap diri sendiri serta menganggap akan terjadi sesuatu yang buruk atau overthinking. Jika kecemasan ini dibiarkan, maka akan menimbulkan perasaan trauma dan sedih bagi mahasiswa. Pada dasarnya, korban akan memiliki tingkat kegelisahan yang sangat tinggi dan berkurangnya rasa percaya diri.

Perilaku hidup mahasiswa saat ini mulai ketergantungan dengan media sosial, ternyata perilaku tersebut dapat menimbulkan kekacauan, kekacauan ini disebut kekacauan kegelisahan karena media sosial, yang mana penderitanya akan terus menerus merasa minder atau tidak bisa mengandalkan diri sendiri atau insecure, ragu untuk menerima kapasitas mereka sendiri, dan terus-menerus merasa gagal ketika melihat pencapaian orang lain di media sosial, bahkan tidak sedikit mahasiswa yang takut untuk mengekpresikan diri di media sosial dikarenakan rasa takut akan komentar-komentar negatif yang diberikan oleh para pengikutnya di media sosial.

Hujatan di media sosial dapat meningkatkan gejala depresi sebanyak 10% (The Journal Depression and Anxiety). Hal ini sejalan dengan penelitian lainnya pengungkapkan bahwa hujatan di media sosial akan berdampak dan dirasakan di kehidupan nyata.

Seberapa Berpengaruh Cyberbullying Bagi Mahasiswa?

Menurut Departemen Kesehatan 2018, Kecemasan umumnya terjadi pada wanita, sekitar 60%. Di Indonesia, tingkat kecemasan pelajar berkisar antara 25% kecemasan ringan, 60% kecemasan langsung, dan 15% kecemasan berat. Dari kasus kecemasan diatas dapat di ketahui bahwa mahasiswa mengalami kecemasan terutama pada kejahatan didunia maya atau biasa di sebut cyberbullying. Salah satu faktor yang muncul akibat kecemasan ini adalah kejahatan dari media sosial yaitu cyberbullying. Hujatan di media sosial akan membuat seseorang merasa takut secara berlebihan bahkan bisa menyebabkan anxiety.

Cyberbullying merupakan salah satu bentuk kejahatan di media sosial dimana terdapat perilaku kekerasan verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan tujuan untuk menyerang target secara terus menerus dan mempersulit target untuk melindungi dirinya. Sebanyak 37% anak muda mengaku pernah mendapatkan pengalaman cyberbullying dan 30% diantaranya mengalami lebih dari satu kali. Cyberbullying termasuk dalam kategori perundungan verbal, dimana korbannya mengalami aktivitas seperti diejek, dikucilkan, dan dicela. Cyberbullying memberikan dampak negatif pada korbannya, seperti perasaan perlu percaya diri, ketakutan, kecemasan dan keputusasaan. Biasanya korban cyberbullying merasa putus asa karena tidak mempunyai teman untuk berbagi suka dan duka, tidak terbuka ketika menghadapi suatu masalah, biasanya korbannya memiliki sifat introvert atau pemalu.

Jadilah Pengguna Media Sosial yang Bijak

Sebagai sesama manusia yang berperasaan, ada baiknya kita berpikir sebelum memberikan komentar di kolom media sosial seseorang. Perlu memikirkan dampaknya terhadap diri kita sendiri dan orang yang menerimanya. Kita tidak pernah mengetahui kondisi kesehatan mental seseorang dan dampak yang ditimbulkan dari komentar atau hujatan yang kita berikan di media sosial, terlebih level sensitif perasaan setiap orang berbeda-beda.

Pengguna media sosial boleh mengunggah ekspresi yang di anggap bermanfaat dan menghapus ekspresi yang di yakini dapat menyebabkan kondisi negatif, sebagai pengguna media sosial tentunya kita harus cerdas dalam menggunakan media sosial dan pandai dalam memilah milih informasi yang kita dapatkan.

Kalau kamu merasa selalu ingin berkomentar negatif di laman media sosial orang lain, seolah-olah itu adalah upayamu untuk stress release, bisa jadi kamu mengalami kondisi tidak stabil. Jadilah pengguna media sosial yang cerdas dan bijak, perangi cyberbullying karena hal tersebut tidak pernah dibenarkan apalagi dilazimkan.

 

*Penulis merupakan mahasiswa semester VI Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesshatan*

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami