Oleh: Sulastri
Pagi memulai percakapan kecil
Kepada sang fajar
Ia mencoba menceritakan
Bagaimana dinginnya Sang malam
Tentang bulan yang begadang
Dan sisa-sisa air mata
Denyut nadi meruat tak karuan
Hati kecil lalu berbisik
Kau lemah, rasa takut adalah wujud rasa
Dan harusnya kau bisa menikmati
Remaja belia itu memikul sesak
Menyusul sesal
Bayangan sesal itu tak lekang jua
Bisiknya, ahhh Aku kalah
Jejak langkahnya kini dipaksa patah
Ternyata dirinya masih terlalu mentah
Untuk mekar
Genangan air mata meleleh
Dikedua ujung matanya
Seusai mengingat pesan singkat dari orang tuanya
Manik mata indah itu
Kini redup
Para barisan ketegarannya
Rapuh satu persatu
Kini musuhnya adalah hari-hari baru
Bibir bisu dan memilih tak berucap
Berantai-rantai membentuk satu pola jalinan
Yang sering ia namakan sebagai waktu
Yang licik
Terkulai, tak berguna
Begitulah cara mendeskripsikan penyesalannya
Pada masa remajanya yang kini
Termakan oleh waktu
*Penulis Merupakan Mahasiswi Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Semester VII.Â