Orang Tua Camaba UIN Alauddin Anggap Wawancara UKT Terkesan Formalitas

Facebook
Twitter
WhatsApp
Orang tua camaba menyampaikan kekecewaannya terkait hasil wawancara UKT/BKT terhadap pengurus lembaga kemahasiswaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.

Washilah – Sejumlah orang tua calon mahasiswa baru (Camaba) UIN Alauddin Makassar jalur Ujian Masuk Mandiri menganggap wawancara UKT (Uang Kuliah Tunggal) BKT (Biaya Kuliah Tunggal) tidak detail dan terkesan formalitas.

Salah satunya, orang tua camaba inisial AH, anaknya mendapat kategori IV di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI). Menurutnya, pertanyaan dari petugas hanya menanyakan asal daerah, kemudian langsung ditentukan kategori UKT.

“Masa pertanyaannya orang mana, langsung ditentukan kategori, mending tidak usah adakan itu wawancara,” kesalnya, saat ditemui reporter di halaman Sekretariat Penerimaan Mahasiswa Baru, Lembaga Gedung Penjaminan Mutu, Kamis (15/08/2019).

“Sempat ponakanku tanyakan tadik, tapi dibilangi kalau tidak mampu kenapa dikasih kuliah, masa dosen bilang begitu,” tambahnya dengan nada kecewa.

Serupa dengan itu, orang tua camaba inisial NS juga menyangkan sikap pewawancara. Ia mengatakan bahasa petugas wawancara tidak mendidik.

“Sempat saya tanyakan ke pewawancara, pak cuman suami saya yang berkerja. Dia sales, gajinya tergantung insentif, bahasanya petugas anakta’ ada adaji rezekinya itu ibu,” ungkap NS.

Sementara itu, Nurkaimah mahasiswi asal Biringbulu Kabupaten Gowa yang mendapat UKT II, juga melontarkan rasa  kecewanya dengan kategori yang ia didapatkan.

“Natanyaka orang mana, orang tua mu kerja apa sama anak keberapa ituji, kujelaskan ji kak kalau saya tidak dibiayai orang tuaku terus nabilang inimi minimal UKT II karena masih lengkapji orang tuamu,” terangnya.

Menanggapi hal itu, Ketua Senat Mahasiswa FEBI Agung Firmansyah sangat menyangkan pimpinan kampus dan sikap pewawancara. Ia mengungkapkan petugas tidak menggali lebih dalam perekonomian camaba untuk penentuan kategori UKT.

“Saya secara pribadi sangat kecewa dengan pimpinan kampus dan tim wawancara secara khusus atas wawancara yang dilaksanakan tadik. Sebab kami dapati di lapangan ada beberapa camaba yang mengeluh atas pemberi golongan UKT tanpa melalui pertanyaan mendalam demi mengetahui kondisi nyata perekonimian camaba,” ujarnya.

Lebih lanjut, Dia mengungkapkan polemik ini disebabkan karena tidak adanya standar baku dalam penentuan kategori UKT. Oleh karena itu, ia berharap agar penentuan UKT/BKT selanjutnya Panitia harus memiliki standar baku atau Standar Operasional Prosedur untuk menjadi patokan dalam penentuan UKT yang dapat diakses oleh civitas akademika dan orang tua camaba kampus Peradaban tersebut.

Penulis: Reza Nur Syarika (Magang)
Editor: Muhammad Aswan Syahrin

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami