Lulus dengan Skripsi Pesanan

Facebook
Twitter
WhatsApp
Ilustrasi (Ardiansyah Safnas)

Washilah Jarum jam tepat diangka 12 aktivitas perkuliahan rehat sejenak. Siang itu di salah satu ruang jurusan Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), terlihat dua dosen paruh baya duduk santai menikmati kudapan, sedang serius membicarakan Ibe, bukan nama sebenarnya, mahasiswa semester lanjut yang diduga menyewa jasa penyusunan skripsi, “Kelihatan sekali bukan dia yang buat, waktu saya tanya-tanya jawabannya malah tidak sesuai dengan draft,” terang salah satu dosen wanita paruh baya tersebut, (26/11/2018).

Reporter Washilah.com berusaha melakukan verifikasi, meski awalnya sempat menolak, selang beberapa hari akhirnya Ibe luluh dan mengiyakan untuk bertemu. Sore itu, saat gemuruh hujan, di teras sebuah Warung Kopi (Warkop) yang tak jauh dari kampus. Ia dengan suara tenang mengakui dirinya menyewa jasa penyususan skripsi, hal itu ia lakukan karena terpaksa.

Ketidakmampuan Ibe menyusun skripsi bukanlah semata-mata kesalahan sepihak darinya, satu persatu keluhan selama menimba ilmu di kampus peradaban ia jelaskan. Ibe mengaku kurikulum UIN Alauddin Makassar yang tidak menyediakan mata kuliah penopang penelitian seperti statistika menjadi alasan paling mendasar. Selain itu, ia mengeluhkan pembimbing dan penguji yang rewel semakin mempersulit, dan tidak mau tahu menahu batas limit Drop Out (DO), membuat dirinya melakukan perbuatan melawan hukum.

Salah satu dosen metodologi penelitian sosial (MPS) FDK Rahmawati Latief, yang ditemui di ruang 307 FDK, Rabu (12/12/2018) membenarkan kondisi tersebut. Menurutnya tidak adanya mata kuliah pengantar statistika dalam kurikulum menimbulkan persoalan kepada mahasiswa.

Lebih jauh dosen yang pernah belajar di negeri Jiran Malaysia dan Arkansas University AS ini membandingkan kurikulum FDK UIN dengan kurikulum Fakultas Komunikasi Universitas Padjdjaran (Unpad). Menurutnya, di Unpad, ada empat mata kuliah penopang penelitan dengan keseluruhan jumlah 12 satuan kredit semester (SKS). Sangat berbeda jauh dengan UIN yang hanya menyediakan lima SKS dari dua mata kuliah penopang penelitian.

Tarif Skripsi Pesanan

Ibe mengaku penyedia jasa skripsinya adalah seniornya, yakni Daeng Hermanto, Bukan nama sebenarnya. Kala itu ia mendapat tarif khusus,  umumnya berharga Rp. 600.000 hingga Rp. 2.000.000 untuk jurusan sosial dan politik (Sospol). “Enam ratus ribu dek sampai bab III, karena seniorku ji yang buat.” ungkapnya kepada reporter WASHILAH.

Saat dikonfirmasi melalui pesan Via WhatsApp, Hermanto mengaku sudah lama menggeluti bisnis melawan hukum tersebut. Kliennya bukan hanya mahasiswa UIN Alauddin, akan tetapi ada mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Makassar.

Daeng Hemanto, bukan satu-satunya alumni yang menyediakan jasa semacam itu, satu persatu nama bermunculan dan macam-macam tarif sesuai kerumitan penyusunan skripsi. Selain Ibe dan Daeng Hermanto, juga ada Yuda, bukan nama sebenarnya, ia masih berstatus mahasiswa aktif di FEBI, selama ini ia menjadi perantara klien (mahasiswa) dengan seniornya si penyedia jasa.

Tidak berhenti disitu, reporter Washilah.com juga mendapat informasi dari salah satu mahasiswa aktif, di Fakultas Sains dan Teknologi (FST), kali ini Riza bukan nama aslinya, mengungkapkan bahwa pengerjaan skripsi berbayar juga dilakoni seniornya. Menurutnya, rata-rata mahasiswa di FST berlangganan dengan Marko nama samaran, penyedia jasa selain Daeng Hermanto.

Selain mahasiswa, terdapat toko Alat Tulis Komputer (ATK) yang berjejer di depan kampus peradaban, yang menyediakan jasa penyusunan skripsi. Secara terang-terangan bercerita, pemilik toko ATK mengaku punya jejaring alumni untuk menggarap pesanan. Biaya pembuatan tergantung pada tingkat kesulitan, umumnya satu paket lengkap berharga Rp 4,5 juta hingga Rp 10 juta, mulai dari pemilihan judul, pembuatan draf, penulisan, hingga pencetakan skripsi hard cover.

Lain halnya untuk kasus-kasus tertentu, terutama kasus yang spesifik, mahasiswa pemesan biasanya diminta menyerahkan data lapangan untuk mempermudah merampungkan isi skripsi. Rata-rata karya ilmiah dijamin selesai satu bulan, para penjaja jasa juga menjamin keamanan, sehingga konsumen tidak perlu khawatir dibelakang hari untuk dituntut penyedia jasa.

Menanggapi hal itu, dosen Hukum Internasional UIN Alauddin Dr. Fadli Andi Natsif, menjelaskan, bahwa jasa pembuatan karya ilmiah tergolong tindakan penipuan dan pemalsuan yang melanggar etika pendidikan, Menurut dia, komersialisasi skripsi adalah perbuatan pelacuran intelektual, jika ditinjau dari aspek moral dan secara hukum adalah perbuatan yang tidak dibenarkan.

“Para pelaku pengguna jasa dapat dijerat pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penipuan, dimana pihak universitas selaku institusi yang dirugikan,” terang Dr Fadli.

Lanjut, pihak universitas yang menjadi korban, bisa melakukan gugatan apabila terbukti oknum tersebut menyetor KTI yang bukan karya orisinilnya. Lain lagi untuk penyedia jasa ia dijerat pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. Praktik-praktik sejenis ini diakui pria dua anak ini, sulit dibuktikan karena membutuhkan kecermatan tinggi,

Senada dengan itu, dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin  Dr Maya Audyana, saat dimintai pandangannya, mengatakan praktek bisnis seperti ini termasuk kejahatan diranah intelektual, dan melanggar pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen, “Kalau pihak kampus melayangkan gugatan, alumni atau mahasiswa yang terbukti bersalah, mau tidak mau gelarnya bisa di cabut,” tuturnya

​Menurut, Maya tindak penyedia dan penyewa jasa ini merupakan bentuk dari hidden crime, karena terjadi di ranah pendidikan yang harus di tangani pihak Kemenristekdikti terlebih dulu. Sedangkan Permenristekdikti No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, tidak bisa menindaki hal tersebut, sebab dalam permen No 17 hanya ada sanksi administrasi, sanksi pidana hanya ada pada undang- undang hak cipta dan UU dikti yang membuat ketentuan pidana.

Sama halnya dengan yang disampaikan oleh Dr Andi Syafriani SH MH, menuturkan komersialisasi skripsi merupakan salah satu bentuk pelanggaran undang-undang no 28 tahun 2014 tentang hak cipta, disebutkan didalamnya bahwa hasil temuan dari ilmu pengetahuan, seni, budaya dan seterusnya merupakan bagian dari hak cipta, berarti skripsi disini, masuk kedalam bagian dari hak cipta, karena ada penulis, ada peneliti yang membuat atau menghasilkan skripsi ini.

Ia menambahkan selain denda, pelaku juga akan dijatuhi sanksi pidana penjara, hal ini bisa saja terjadi jika terbukti adanya pelanggaran, misalnya penulis melakukan tuntutan atas dasar klaim hak cipta dari karya yang telah dikeluarkan. “Ini bisa saja terjadi, misalnya kamu punya ciptaan, kamu punya karya dan kamu tahu dia mengambil, kamu bisa langsung melaporkan, bisa saja dia dipenjarakan.” tuturnya.

Jika Ada Terbukti, Gelarnya Akan dicabut

Berbekal data lapangan yang berhasil dihimpun reporter Washilah.com, Wakil Rektor I bidang Akademik Prof Mardan M Ag saat ditemui beberapa waktu lalu, mengatakan tindakan itu mencederai tri dharma perguruan tinggi dan melawan KUHP. Selain itu,  eks dekan Fakultas Adab dan Humaniora itu akan menindak tegas jika benar ada bukti otentik mahasiwa yang terlibat dalam bisnis yang menyalahi tri darma perguruan tinggi tersebut.

Terkait keluhan mahasiswa dan alumni mengenai kurikulum yang tidak merumuskan mata kuliah penopang penelitian seperti statistika, Guru Besar Sejarah Peradan Islam itu mengakui  keteledoran pihak akademik. “Masalah mata kuliah statistika yang absen dalam kurikulum UIN alauddin ini secepatnya akan dibahas dalam rapat evaluasi jajaran wakil Dekan I bidang akademik,” terangnya.

Senada denga itu, Rektor UIN Alauddin, Prof Musafir Pababari M Si ​menegaskan jika ada terbukti bukan hanya mahasiswa yang akan menanggung akibat, akan tetapi dosen pembimbing ikut bertanggung jawab atas kecurangan akademik yang masuk tindak pidana.  Mengenai jalur hukum, Guru Besar Sosiologi Agama itu akan menyelesaikan sesuai kode etik terlebih dahulu.

KPKE akan menangani kecurangan akademik yang merugikan pihak universitas, sedang kasus pidana bila tidak bisa diselesaikan secara persuasif dengan terpaksa akan di bawah keranah hukum, dan gelar alumni akan di tarik kembali sesuai prosedur hukum, Prof Musafir  ber-statemen bahwa akan membahas ini dalam rapat pimpinan bersama jajaran dekan dan wakil-wakilnya,

Eks Dekan Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik sangat menyayangkan komersialisasi skripsi yang dilakukan oknum mahasiswa menurutnya hal itu merupakan yang tidak benar dilakukan seorang ilmuwan.

“Komersialisasi skripsi itu bagi saya suatu hal yang aib bagi seorang imuwan, jadi misal skripsinya itu dibuatkan sama orang apa lagi mengeluarkan sejumlah uang bagi seorang akademisi itu hal yang cacat atau bersifat aib,  calon sarjana harus belajar lagi tentang metodologi karena kalau mahasiswa sudah paham tentang metodologi sekalipun disuruh membayar dia tidak akan mau, karena dia punya modal. Jadi saya menduga mahasiswa terlibat dalam kasus ini, baik pemesan, pengguna, maupun sponshor mereka itu tidak percaya diri dalam skripsi itu, artinya mereka tidak paham dengan metodologi yang diajarkan” tegasnya.

Tulisan ini telah terbit di Tabloid Washilah edisi 108

Penulis : A. Agung. Epi Aresi Tansal. Rezki Laura Fajrianti

Editor: Muhammad Aswan Syahrin

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami