Oleh: Arya Nur Prianugraha
Walt Disney Studios mempersembahkan film remake animasi Aladdin dari tahun 1992 menjadi live action di masa sekarang. Aladdin versi terbaru ini disutradarai Guy Ritchie, tidak disajikan sebagai media untuk sekadar menghibur. Kemanusiaan, arti hidup, cinta, kekuasaan, kejujuran, perlawanan dan masih banyak nilai-nilai bertebaran dari film ini, sehingga waktu yang biasanya digunakan untuk ke toilet setelah nonton terpaksa digunakan untuk menulis catatan kecil mengenai film ini.
Menggali Nilai feminisme
Sangat berbeda dari film-film disney sebelumnya, film “Aladdin” berhasil membungkam kaum feminisme dan liberal. Sejak Disney mempopulerkan tokoh Putri di era 1930-an, kedua kelompok itu memang sangat rajin menyampaikan kritik agar sosok Putri Disney tak dibungkus dengan klise sebuah fisik perempuan ala model profesional atau narasi cerita yang menunjukkan lemahnya kaum hawa.
Sebuah harapan dan tawaran baru dalam dunia dongeng klasik, dimana perempuan biasanya hanya digambarkan sebagai objek cerita, bukan subjek yang memiliki suara dan kekuatan. Bahkan Mena Massou sebagai pemeran dari tokoh Aladdin dalam film ini kalah menonjol dari Putri Jasmine itu sendiri, hal yang jarang dari film dongeng klasik.
Dalam versi animasinya Putri Jasmine sebenarnya digambarkan sebagai perempuan yang lemah dan tidak memiliki visi, namun di Aladdin ini Princess Jasmine memiliki suara dan visi yang sangat kuat sehingga berhasil meruntuhkan sistem patriarki yang ada di kerajaan agrabah sejak beribu tahun lamanya.
Scane yang paling meyakinkan, bahwa film ini memang mengusung nilai feminisme sebagai power dalam film ini ialah ketika digambarkan di kerajaan agrabah, untuk ribuan tahun lamanya, undang undang tidak mengizinkan perempuan untuk menjadi raja. Hal inilah yang digugat oleh princess jasmine, ia menganggap tidak hanya laki laki yang bisa menjadi raja, perempuan juga bisa apabila diberikan kesempatan. Scane tersebut sejalan dengan visi feminisme, secara tersirat memprovokasi kita bahwa antara laki laki dan perempuan tidak ada perbedaan, kita sama sama manusia punya hak dan kesempatan sama apalagi berkenan dengan hukum dan pemerintahan.
Interpretasi Lagu “Speachless”
Akting dan visual yang memanjakan mata, nilai-nilai positif yang bertebaran di mana-mana, semua seakan masih kurang, soundtrack yang disuguhkan juga berhasil memukau penonton. Berkat tangan ajaib Alam Menker sebagai komposer. Salah satu soundtracknya adalah “speechless”.
“Karena aku
Aku tidak bisa gentar
Ayo coba
Coba hentikan aku dan tutup mulutku
Aku tidak akan diam
Kamu tak bisa buat aku diam
Tidak akan gentar ketika kamu mencoba
Yang kutahu aku tidak akan diam,
Biarkan badai bergelora
Aku tak bisa kalah
Tidak, aku tidak akan diam
Karena aku tahu aku tidak akan diam”
Kutipan di atas diambil dari salah satu terjemahan lirik soundtrack film “Aladdin”, lagu ini dinyanyikan Princess jasmine ketika scane dimana jafar ingin mengambil kekuasaan ayahnya, ia bernyanyi dengan lantang, kencang dan penuh penghayatan. Jika disesuaikan dengan scane makna lagu tersebut bisa diinterpretasikan sebagai ledakan dari kemarahan Putri Jasmine yang selama ini suaranya tidak dengar oleh ayahnya sendiri karena pengaruh sihir dari Jafar. Di sisi lain Putri Jasmine beberapa kali mengulangi kalimat “Aku tidak akan diam, Aku tidak akan diam”, menunjukkan semangat dan keyakinan akan kebenaran yang ia perjuangkan, Lagu ini mengajarkan kita semua bahwa dalam memperjuangkan sebuah kebenaran kita tidak boleh gentar, kita tidak boleh takut, kita tidak boleh diam, tidak ada yang bisa membungkam kita apalagi hanya dengan alasan gender.
Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Semester II