Washilah — Mahasiswa UIN Alauddin Makassar lakukan aksi bisu sebagai bentuk kritik terhadap kebijakan birokrasi yang dinilai otoriter serta pengawalan sidang keputusan terhadap Aldi yang tengah menjalani proses persidangan oleh Dewan Kehormatan Universitas (DKU) di depan Rektorat UIN Alauddin Makassar, Senin (10/3/2025).
Aksi ini dilakukan sebagai respon atas pelarangan demonstrasi dan pembatasan hak mahasiswa dalam menyampaikan kritik terhadap keputusan kampus, serta mendesak pencabutan Surat Keputusan (SK) Skorsing Nomor 3652.
Aldi sapaan akrabnya, mahasiswa semester 8 yang dipanggil mengikuti sidang di DKU menceritakan pengalamannya. Dalam sidang tersebut, dirinya dituduh melakukan penyalahgunaan Surat Keterangan Berkelakuan Baik (SKBB), memanipulasi tanda tangan, serta menyalahgunakan stempel Wakil Dekan III. Namun, ia membantah semua tuduhan tersebut.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa dalam persidangan itu pihak DKU memberikan dua pilihan yakni mencabut gugatan atau melanjutkan proses persidangan dengan resiko proses hukum pidana.
“Saya bilang, ya kita lanjut, Pak,” tegasnya.
Diketahui di ruang sidang DKU, hanya empat orang yang diperbolehkan masuk, yaitu tiga orang dari pihak DKU dan satu orang mahasiswa korban (Aldi). Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang mendampingi mahasiswa tersebut tidak diizinkan masuk ke ruang persidangan.
Kuasa hukum dari LBH Makassar, Iyan mengatakan bahwa proses yang berlangsung di ruang seminar lantai empat kampus tersebut diwarnai intimidasi dan pelanggaran terhadap hak pendampingan hukum.
Iyan juga menjelaskan bahwa pihak LBH Makassar telah membawa surat kuasa resmi untuk mendampingi Aldi. Namun, akses pendampingan ditolak secara sepihak oleh pihak DKU, yang diwakili oleh Prof Marilang.
Menurut LBH Makassar, Aldi langsung diintimidasi sejak awal persidangan. Aldi dituduh melakukan pemalsuan tanda tangan dan cap stempel Wakil Dekan III. Tuduhan itu disampaikan tanpa adanya upaya klarifikasi dari Aldi.
“Ini jelas bentuk kriminalisasi. Aldi hanya menyampaikan pendapat terkait kebijakan kampus, namun malah dikriminalisasi melalui laporan pidana,” ujar Iyan.
LBH Makassar menilai bahwa tindakan DKU terhadap Aldi merupakan upaya pembungkaman terhadap mahasiswa yang aktif menyuarakan kritik.
“Alih-alih menguji apakah ada pelanggaran atau tidak, pihak kampus justru langsung menyimpulkan Aldi bersalah dan mengancam pidana,” jelasnya.
Sebagai langkah ke depan, LBH Makassar akan terus mendampingi Aldi dan mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Kami akan memastikan hak-hak mahasiswa terlindungi. Jika kampus tidak menangani masalah ini dengan baik, berarti kampus tidak mengamini nilai-nilai demokrasi,” pungkasnya.
Penulis: Ummu Kalsum
Editor: Hardiyanti