Washilah – Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinanawati menyebut Omnibus Law merupakan gaya perbudakan modern. Hal itu disampaikan saat Talk show yang digelar Ikatan Penggiat Peradilan Semu (IPPS) Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Alauddin Makassar melalui aplikasi Via Zoom, Sabtu (7/11/2020).
Ia membahkan, Omnibus Law terdapat penyimpangan, menurutnya ada beberapa pasal yang bisa dibuatkan aturan yang lebih rendah. Hal itu bertentangan dengan asas perjanjian berlaku bagi mereka yang membuatnya karena perjanjian harusnya lebih tinggi dari pada UU.
Sebagai Fraksi Rakyat Indonesia koalisi yang menentang pengesahan Omnibus Law menganggap kalau Yudiasial Review bukan hal yang paling baik dilakukan tapi dengan tetap akan melakukan penolakan dengan aksi-aksi.
Sejalan dengan itu Pakar Hukum Tatanegara Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Muchtar menganggap metode penggabungan menjadi satu UU dengan metode Omnibus Law tidak bisa untuk dipergunakan karena setiap UU memiliki paradigma yang berbeda beda, seperti paradigma lingkungan, buruh, administrasi negara, dan perkantoran hal itu harus di sesuaikan dengan tupoksinya masing masing.
Lebih lanjut, ia menjelaskan Omnibus Law juga menggabungkan hal yang relatif sama dan paradigma yang jauh berbeda sehingga terjadi proses penggabungan yang dipaksaan.
“Teori dari Omnibus Law adalah satu UU yang mencantumkan lebih dari satu hal seperti UU OJK yang diberi kewenangan untuk membatalkan UU perbankan dan UU TI, Namun ada satu kritik dalam metode penggabungan menggunakan Omnibus Law karena biasanya menggabungkan hal yang relatif sama dan paradigma yang berbeda sehingga bisa kita lihat ada 74 UU di dalam Omnibus Law dengan paradigma dan konsekuensi yang berbeda pula. itu sebabnya terjadi disparitas diantara UU yang coba dipaksakan untuk digabungkan menjadi satu UU,” bebernya.
Dia menambahkan proses teknis atau prosedural adalah hal yang sangat penting dalam proses penyusunan pembahasan dan persetujuan karena setelah pasca persejetujuan tidak boleh untuk diubah lagi.
Penulis: A. Resky Satrio (Magang)
Editor: Rahma Indah