Darurat Kekerasan Akademik, KIKA Bahas Sampai Tuntas

Facebook
Twitter
WhatsApp
Sumber: Istimewa

Washilah – Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) melaksanakan diskusi dengan tema “Darurat Kekerasan Terhadap Insan Akademik,” via Google Meeting, Kamis (5/9/2024).

Kegiatan tersebut menghadirkan empat narasumber, diantaranya dari Universitas Lampung (Unila) KIKA, Dodi Faedulloh, Pimpinan Umum Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Informasi Mahasiswa Alauddin (Lima) Washilah, Rahmat Rizki, Sekertaris Jenderal Dema UIN Alauddin Makassar, Muh. Reski, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) KIKA Antonella. Diskusi ini dipandu oleh Dhoni Zustiyantoro dari Unnes.

Diketahui diskusi ini berfokus pada kekerasan akademik yang tengah terjadi di UIN Alauddin Makassar akibat adanya Surat Edaran (SE) Nomor 259 Tahun 2024.

Selang beberapa menit setelah dimulainya diskusi, Muh. Reski memberi informasi mengenai bertambahnya jumlah mahasiswa kampus peradaban yang dijatuhkan skors akibat melanggar SE 259.

“Baru-baru tadi sore harinya 2 orang bertambah dari Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,” jelasnya

Dengan adanya penambahan tersebut, maka saat ini jumlah mahasiswa yang dijatuhkan skors ialah 29 mahasiswa.

Reski menduga alasan mahasiswa-mahasiswa tersebut diskors sejalan dengan perkataan salah satu pimpinan kampus pada suatu media yang tidak ia sebutkan namanya.

“Mereka (pimpinan) beranggapan bahwasanya, seringkali mahasiswa di UIN Alauddin ketika melakukan aksi demonstrasi pasti berujung ricuh bahkan merusak fasilitas umum,” bebernya.

Dan dengan alasan itulah, menurut Reski SE dibuat. Yakni untuk membuat mahasiswa membebek dan tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan pimpinan kampus.

Di sisi lain, Antonella menuturkan jika mahasiswa di UIN Alauddin tak perlu goyah hanya karena keberadaan SE 259.

“Jangan kita merasa takut, karena kalau banyak yang melakukan tidak mungkin dia skorsing semua atau DO (Drop Out) semua, nanti gak ada mahasiswanya, gak dapat pemasukan mereka,” ucapnya.

Kata Antonella, mahasiswa UIN Alauddin harus tetap memperteguh semangat untuk menyampaikan aspirasi utamanya di dalam kampus. Termasuk pada Mahasiswa Baru (Maba). Mereka perlu diedukasi agar memahami situasi yang terjadi pada kampus. Dengan itu, diharapkan dapat memberi tekanan pada birokrasi.

“Kalau kita dari luar (kampus) bisa membantu untuk memberikan tekanan kepada rektor dengan pemberitaan, ulasan-ulasan ilmiah dari teman-teman akademisi itu mungkin bisa menyerang kalau misalnya rektornya masih bisa merasa malu,” katanya.

Penulis: Nur Kadri (Magang)
Editor: Sriwahyuni

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami