Washilah – Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Alauddin Makassar adakan seminar keperempuanan dengan menggandeng tiga narasumber ahli. Berlangsung di Lecture Theatre (LT) FSH, Jumat (5/7/2024).
Pemateri yang dihadirkan yakni, Ketua Tim Pemulihan Unit Layanan Terpadu (ULT) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual UIN Alauddin, Dr Muchlisah, Formatur Ketua Kohati Badko HMI Sulselbar, Ita Rosita, serta Pendamping Hukum Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Sulawesi Selatan, Nurul Amaliah.
Pemateri pertama, Dr Muchlisah mengatakan kasus kekerasan di Indonesia mencapai 9.171 kasus yang terjadi pada tahun 2024, dan 7.842 diantaranya terjadi pada anak-anak
“Hampir 80% kekerasan terjadi kepada anak. Sebanyak 5.552 kasus pada anak perempuan dan 1.930 kasus pada anak laki-laki,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan kasus kekerasan seksual menempati urutan pertama dengan presentase 80-90% berisi kekerasan seksual pada anak perempuan dan anak laki-laki serta perempuan dewasa.
“Bisa dikatakan kekerasan seksual bukan hal yang bisa dikesampingkan karena dari segi akumulasi kasus itu yang paling dominan,” tuturnya.
Pemateri kedua, Nurul Amaliah menjelaskan berdasarkan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pasal 76 ayat 3 terdapat 11 tugas yang diemban UPTD PPA.
“Yaitu tanggung jawab menerima laporan, memberikan informasi, memfasilitasi pemberian layanan kesehatan, memfasilitasi layanan penguatan psikologis, rehabilitasi sosial, menyediakan layanan hukum, pemberdayaan ekonomi, penampungan sementara, memfasilitasi kebutuhan disabilitas, mengkoordinasikan dan bekerja sama atas pemenuhan korban dengan lembaga lainnya, serta memantau pemenuhan hak korban oleh aparatur penegak hukum,” ungkapnya.
Senada dengan itu, pemateri ketiga, Ita Rosita juga menjelaskan poin penting dalam UU TPKS menyangkut perlindungan dan pendampingan. Perlindungan tersebut dilakukan dengan memberikan ruang-ruang aman bagi korban termuat dalam pasal 42 UU TPKS.
Ia juga menjelaskan, pendampingan dilakukan dengan memberikan bantuan kepada korban dalam layanan advokasi konseling psikologis termuat dalam pasal 26 UU TPKS.
“Mungkin setelah ini bisa dibaca betul-betul terkait UU TPKS karena memang perlu kita pahami dan kaji. Kita tidak akan bisa menangani ataupun mencegah apabila kita tidak memahami atau tidak pernah membaca sama sekali terkait UU TPKS,” tutupnya.
Penulis: Mochtar Luthfi Alanshari (Magang)
Editor: Sriwahyuni