Setapak Jejak Wanita yang Tidak Kenal Apa Itu Tidak Bekerja

Facebook
Twitter
WhatsApp
Nurjanah l Foto: Istimewa.

Washilah – “Jangan perlihatkan susahnya kamu, karena orang tidak peduli itu, perlihatkanlah kesuksesanmu, karena hanya itu yang orang ingin tahu.” Ucap wanita kelahiran Masamba.

Sejak duduk di bangku sekolah hingga bangku perkuliahan, ia gemar menyibukkan diri di dunia bisnis dan sastra.“Semua masa itu ada waktunya dan semua waktu ada masanya,” Begitu kata Nurjanna saat mengingat masa awal pendidikannya di Sekolah Dasar (SD).

Ia terbilang cerdas, hingga semasa sekolah dasarnya ia kerap mendapat peringkat memuaskan. Meski begitu, ia tidak menggunakan kecerdasannya untuk mengikuti lomba apa pun iu. Jannah banyak sepakat dengan teori psikologis yang menyebut dunia anak itu bermain, tapi jika memang ada keinginan belajar, tentu akan kesampaian, begitupun dengan ia yang meraih predikat tersebut karena adanya diidikan orang tua dan otak yang cakupannya lumayan terasah.

Pengasahan Baru

Ada beberapa orang yang dipilih saat penyeleksiaan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) untuk masuk di kelas unggulan, ternyata wanita kelahiran 1998 itu menjadi bagian dari salah satunya. Sejak saat itu, ia suka ngekor di belakang sahabatnya yang pintar berbahasa Inggris, “Saya menemani dia kalau ada lomba debat, public speaking berbahasa inggris, story telling, hingga akhirnya saya kebiasaan mendengarnya berbahasa Inggris,” pungkas perempuan yang akrab disapa Janna itu. Ia termotivasi oleh temannya untuk terus belajar bahasa Inggris, memulai untuk suka membaca, berbagai buku positif dan mengasah kemampuannya menulis karena hampir setiap hari mengekspresikan diri lewat dear deary.

Tidak jauh dari kebiasaan waktu SMP, ia masih terus mengasah kemampuannya yang kemudian ia jadikan sebagai hobi. Tidak hanya itu, jiwa bisnisnya muncul ketika ada tawaran menarik dari wali kelasnya, diiming-imingi dapat handphone android baru jika dapat mencapai target, kebetulan selama sekolah, ia selalu memakai handphone bekas kakaknya. Akhirnya ia memberanikan diri untuk mencoba dan ternyata banyak yang tertarik dengan bisnis itu, meskipun waktu itu ia masih belum terlalu paham, tapi ia mendapat bimbingan langsung dari gurunya. “Untungnya tidak seberapa, tapi lumayan untuk menambah uang jajan, belum lama saya menjalani bisnis itu, saya berhasil mendapat handphone tersebut,” tutur anak keempat dari enam bersaudara itu.

***
Memulainya dengan merantau, tekad yang membuat ia sampai di tanah rantauan, Makassar, tempat yang dikenal sebagai kota daeng. Sebelumnya, ia mengikuti bimbingan belajar (bimbel) gratis untuk mendaftar SBMPTN yang diadakan kabupaten kelahirannya, Luwu Utara, karena sebelumnya ia tidak lulus jalur undangan yang diidam-idamkan banyak siswa.

Kedua orangtuanya sempat tidak mengizinkan karena tidak punya keluarga yang kediamannya bisa dijadikan sebagai rumah singgah. Akhirnya ia belajar di Makassar tanpa biaya apapun, semuanya gratis. Belum cukup sebulan menjalani bimbel, ada pengunguman jalur undangan khusus yang biasa disebut jalur SPAN PTKIN UIN Alauddin Makassar. Ia dinyatakan lulus lewat jalur tersebut dengan Jurusan Kesehatan Masyarakat yang sebenarnya bukan jurusan yang ia cita-citakan.

Saat itu juga, ia meminta petunjuk pada Allah untuk mengambil jurusan tersebut atau tidak, akhirnya ia pasrah dan mengubur Jurusan Teknik Pertambangan yang diimpikannya, “mungkin ini mi jurusan yang menurut Allah baik untuk saya jalani,” ucapnya.

Salah satu hal yang paling ia syukuri adalah berhasil menempuh pendidikan S-1 dengan sebaik mungkin. Selain ahli dalam public speaking, ia juga lihai menulis. Kepiawaiannya dalam menulis membawanya menjadi penulis buku. Pernah mendapat Juara 1 pada Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) tahun 2018 tingkat Sulawesi Selatan (Sulsel), hingga keajang selanjutnya ia mewakili Sulsel di Yogyakarta pada Tangkai Seni Cerpen se-Indonesia di bawah tanggungan pemerintah provinsi, mulai dari transportasi, penginapan, jajan, dan lain-lain.

Ia juga diklaim sebagai duta literasi pada tahun 2019. Selain itu, sambil meraih gelar S1 nya, ia gemar berbisnis, menjual bucket, selempang wisuda, menjual pulsa, menjadi guru private, dan lain-lain. Karena menurutnya, uang bisa diraih dengan mengusahakannya, tidak boleh terus-terusan berpangku tangan dengan orangtua, sebab kita juga punya keinginan lainya. Suatu waktu, ia dapat tantangan dari dosen pembimbingnya untuk melakukan penelitian bahan skripsi di Jeneponto, dengan kembali bermodal nekat, ia kesana dan bertemu dengan orang baik yang membantunya selama proses penelitian tersebut, dan akhirnya, tantangan itu tuntas.

“Tekanan orang tua, lingkungan sekitar, itu menjadikan sesuatu hal yang tidak memotivasi kita, jadi kita tidak dapat menyalahkan diri sendiri, karena lingkungan juga sangat mempengaruhi,” ucapnya penuh semangat.

Di perantauan ternyata ia tidak sendiri, banyak yang sepertinya, jadi anak rantau, jauh dari orang tua. “Terkadang ada rasa ingin pulang, tidak punya uang, tapi ternyata itu juga yang menjadi motivasi kita untuk berimbang, hal itulah yang membuat kita mandiri,” tuturnya. Selama kuliah, ia mendapat beasiswa berprestasi 4 semester dari bank Sulselbar.

Dunia Kampus

Saat proses perkuliahan, ia aktif menjadi seorang Master of Ceremony (MC) di setiap acara besar di kampus. Ia juga kerap diundang untuk menyanyi di Rektorat dan Auditorium yang disaksikan banyak pasang mata yang berdecak kagum padanya, mulai dari Rektor, dekan-dekan, beberapa dosen, dan lainnya.
Tak hanya itu, Jannah juga dikenal sebagai aktivis kampus. Pengalaman organisasinya dimulai saat ia bergabung pada Forum Lingkar Pena (FLP). Di situ ia tumbuh, bergerak, menciptakan banyak karya, dan beberapa kali tulisannya terbit di media pers kampus edisi cerpen, Tribun Timur edisi cerpen anak, Harian Fajar edisi puisi, dan di Harian Amanah. Menulis membawanya menyabet juara dalam karya tulis ilmiah dan banyak diundang menjadi pemateri dalam acara akbar lainnya.

Perjuangannya dilanjut saat ia berhasil menahkodahi FLP UIN Alauddin Makassar periode 2017-2018. Selain menulis, ia juga tertarik dalam dunia penyiaran, hingga ia diterima di radio 100,7 Syiar fm, salah satu radio yang mengudara di Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK). Salah satu yang paling hits dan berada dicircle itu juga yang ia syukuri, apalagi ia satu-satunya penyiar dari Fakultas Kesehatan Dan Ilmu Kesehatan (FKIK). Meski begitu, penyiar radio tidak lama ia lakoni, sekarang ia sudah vakum dari aktivitas itu.

Menitih Karir

Belum cukup sebulan setelah wisuda, ia diterima kerja kontrak selama 3 tahun di salah satu Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gowa. Di samping itu, ia mendaftarkan diri di radio 100,8 Makassar dan memulai kesibukannya kembali. Jadi ia bekerja paruh waktu menjadi pengajar private SD, SMP, SMA, editor buku, dan penyiar radio. Penghasilan yang diperolehnya ia gunakan menyicil motor.

Selama bekerja, ia berniat melanjutkan pendidikan S-2 di Universitas Hasanuddin (Unhas), Kesehatan Masyarakat, fokusnya pada peminatan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Katanya, tidak ada yang spesial di tahun ajaran S-2, karena ia menjadi angkatan saat Covid-19 melanda Indonesia. Kecuali persoalan biayanya yang murni ia tanggung sendiri. Sebelum melanjutkan, orang tuanya memberikan dua pilihan. Menetap di Makaasar tapi berjuang memikirkan makan, minum, kontrakan, dan lain-lainnya sendiri atau pulang ke kampung halaman kerja honorer, tapi tidak perlu memikirkan tempat tinggal, makanan, dan kebutuhan lainnya, karena dekat dengan keluarga. Saat itu ia berkata “Tidak, sekarang saya sedang masa tumbuhnya, masa berkembang, masih cukup terkenal, masa iya saya pulkam, saya akan tenggelam saat itu juga. Kota ini adalah kota yang membuat saya berkembang, tempat saya menemukan jatih diri, jadi saya memilih menetap dan berjuang sendiri.”

“Apa yang kamu hasilkan dari hasil belajarmu, itu terlihat setelah kamu selesai, kalau kamu hebat semasa kuliah, tapi setelah kuliah kamu bukan apa-apa berarti kamu tidak mengusahakannya dari masa kuliah, kamu hanya bermain-main.” Kalau jadi orang sukses, berarti kuliahnya juga bagus, meskipun kesuksesan itu disebabkan banyak faktor, salah satunya adalah takdir Allah dan usahanya kita, tapi Allah ingin melihat usaha kita, jadi kalau kita terus mengusahkan yang ingin kita capai, maka pelan-pelan Allah menunjukkan jalan untuk kita, begitupun sebaliknya, percaya itu. Begitu kira-kira motivasi hidup yang ia sampaikan dalam perbincangan hangat malam itu.

Setelah kontrak kerjanya di Dinkes berakhir, ia meminta kepada Allah, “Ya Allah saya tidak ingin berhenti di tempat.” Menurutnya, jadi orang sukses itu bukan yang punya banyak hal, tapi yang tidak berhenti mengusahakan mimpinya. Sembari mengejar mipinya, ia juga tidak luput mengejar akhirat, ia sudah sukses di situ, ngejar dunia dan akhirat, jadinya seimbang. Kalau saya belum tentu, karena tidak bisa menilai diri sendiri.

Akhirnya, ia belajar dengan giat untuk mendaftar Aparatur sipil Negara (ASN) tahun 2022. Untuk mendapatkan pekerjaan tetap kembali, karena ia tidak tahu apa arti berhenti dalam dunia karir, meskipun ia lelah tapi motivasinya, kalau menyerah ia tidak akan pernah tahu apa itu berjuang sambil menangis meminta kepada Allah. Hingga pada Desember 2022 ia dinyatakan lulus menjadi ASN. Akhirnya, Agustus 2023 ia aktif bekerja sebagai penyuluhan kesehatan masyarakat di Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulsel.

Banyak orang yang menilainya beruntung, tapi mereka tidak mengetahui seberapa berjuang dirinya, artinya ia berhasil menutupi kesulitannya. Sebagaimana kata pepatah “lakukan yang terbaik, jangan menyerah, berhenti jika lelah dan lanjutkan, percaya bahwa janji Allah itu pasti ia berikan bagi yang bersungguh-sungguh.

***
Usai pernikahannya 16 Maret 2023, ia memilih menetap tinggal bersama suaminya di kota Makassar, tepatnya Daya. Suaminya bekerja di perusahaan bidang pertambangan yang dulu jurusan itulah yang ia idam-idamkan. Saat ini, ia fokus memberikan yang terbaik di dunia pekerjaan, mengerjakan editor penerbit buku dan menempuh pendidikan S-2 nya sembari menjalin rumah tangga hingga. Ia pribadi belum pernah merasakan “apa itu tidak kerja.”

Ia punya alasan kuat, ingin terus berkembang, menghasilkan sesuatu, menjadi mandiri, memenuhi kebutuhan sendiri, utamanya bermanfaat untuk orang lain, dan terus berkarya. “Jadi, jangan pernah berhenti berharap pada Allah, karena kita tidak akan pernah sampai dipuncak keberhasilan kalau kita berhenti sekarang,” tutupnya.

Penulis: Nur Hastina (magang)
Editor: Nabila Rayhan

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami