Oleh: Rahmat Rizki
Saat hujan turun dengan sederhana, lalu lampu tak lagi bercahaya, kau sedang apa?
Bermain ponsel kah?
Gelisah kah?
Atau tertidur?
Tidur di saat hujan memang cepat lelap, tapi nanti kau dijauhi bocah-bocah petrichor
Hidung mereka arif
Tapi jangan juga sepertiku
Mereka terbirit menjauh
Katanya, Aku membuat aroma hujan jadi tak karuan
Bau tahi kletek
Aku hanya bisa berkata maaf dengan sederhana, sebab untuk harum, Aku tak bisa. Keran di kamarku tak menyimbah air
Walau di luar air berserakan dari langit, niat membasuh tak kunjung bangkit
Yang ada hanya Aku yang dirundung malas
Apalagi dengan dingin, Aku tak tahan sama sekali
Aku berdigik kemalasan
Seperti seekor kukang di bawah daun pisang
Cerita yang kubuat tak ber-arah sama sekali
Kau tahu kenapa?
Karena Aku hanya ingin bermain dengan kata-kata yang sederhana
Seperti kau, hujan, jamban, air, lampu-lampu dan gelap
Kata-kata perlu sederhana
Hanya dalam kata-kata
Hal lain barangkali tak akan sederhana
Walau Sapardi mengatakan, “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana”
Ya, sederhana hanya dalam kata-kata
Sapardi bohong jika mencintai itu sederhana
Rumit, hanya kata-kata yang sederhana
Hanya dalam kata-kata pula menjadi rumit
Ingatanku hanya pekat untuk hal-hal yang sederhana. Seperti kau, hujan, buku, air, mimpi dan puisi
Semuanya sederhana
Hanya dalam kata-kata semua menjadi sederhana
Hanya dalam kata-kata pula semua menjadi tak sederhana
*Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar