Menolak Eksekusi Di Tanah Sendiri: Warga Bara–Baraya Menanti Keadilan

Facebook
Twitter
WhatsApp
Spanduk bertuliskan penolakan warga Bara-Barayya atas eksekusi lahan mereka dipasang di depan Pengadilan Negeri Makassar jelang pembacaan putusan Derden Verzet. | Foto: Washilah - Jushua

Washilah – Sejak bergulir pada tahun 2017, kasus sengketa lahan warga Bara-Baraya masih terus berlanjut. Mulanya, Nurdin Dg. Nombong dan Kodam XIV Hasanuddin mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Makassar. Perkara nomor:255/Pdt.G/2017/PN Mks ini berhasil dimenangkan oleh warga, baik di tingkat pengadilan negeri maupun Pengadilan Tinggi Makassar.

Upaya perampasan lahan warga Bara-Baraya tidak berhenti di situ. Pada tahun 2019, Nurdin Dg. Nombong bersama Kodam kembali menggugat warga berdasarkan nomor registrasi perkara: 239/Pdt.G/2019/PN Makassar. Lagi-lagi warga berhasil memenangkan perkara ini. Adapun pertimbangan kuat dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar, adalah karena Penggugat tidak mampu menunjukkan satu persatu tanah yang dikuasai oleh masing-masing tergugat (warga), sehingga tanah objek sengketanya tidak jelas/kabur.

Setelahnya, pihak penggugat menyatakan tidak terima dan melakukan banding. Alhasil, semua putusan kemudian berbanding terbalik. Pertimbangan sebelumnya yang menyatakan bahwa penggugat tidak dapat menunjukkan dengan jelas objek sengketa ditambah orang yang telah meninggal pun ditarik dalam perkara tersebut.

“Itu kemudian semua diabaikan oleh pengadilan tingkat tinggi,” kata Ridwan, Pendamping Hukum Warga Bara-Barayya.

Kepala Divisi Advokasi, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar itu menilai, semua bukti yang dimiliki oleh tergugat dalam putusan sebelumnnya sudah sangat jelas. Pertimbangan hakim menyebutkan bahwa bukti yang dimiliki oleh tergugat adalah bukti yang otentik dan sah secara hukum.

“Dari putusan tersebut, kami selaku kuasa hukum dan warga tidak terima atas kekalahan. Karena kami menganggap bahwa putusan tingkat banding yang kedua dan kasasi itu ada beberapa kekeliruan di dalamnya,” kata Ridwan saat konferensi pers Aliansi Bara-Barayya Bersatu di depan Pengadilan Negeri Makassar, Senin(26/06/2023).

Berlanjut, pihak warga Bara-Barayya kemudian mengajukan permohonan peninjauan kembali. Permohonan peninjauan kembali ini diajukan dengan pertimbangan bahwa dalam putusan yang diambil dalam tingkat pengadilan tinggi terdapat kekeliruan.

“Tetapi, lagi-lagi bahwa permohonan peninjauan kembali kemudian ditolak. Berlanjut sampai hari ini masih terus berproses di pengadilan,” lanjut Ridwan.

Derden verzet (perlawanan pihak ketiga) telah ditempuh melalui Pengadilan Negeri Makassar. Ini adalah upaya warga Bara-Baraya mencari dan menemukan kembali keadilan hukum, sekaligus menghentikan upaya perampasan tanah oleh mafia tanah.

Selama proses persidangan Derden verzet, warga Bara-Baraya selaku pelawan telah berhasil membuktikan penguasaannya atas tanahnya berdasarkan bukti kepemilikan hak yang sah menurut hukum. Dan penguasaan atas tanahnya dilakukan dengan itikad baik, di mana dari awal sampai derden verzet diajukan, pelawan aktif membayar pajak atas penguasaan tanah miliknya.

Salah satu warga Bara-Barayya, Andarias menuturkan, alasan penundaan persidangan berulang kali menampilkan inkonsistensi lembaga peradilan.

“Dalil-dalil yang disebutkan mengapa gugatan mereka tidak diterima waktu itu kemudian dibantahkan dan dinyatakan tidak benar. Ini yang saya maksud inkonsistensi pengadilan. Lembaga yang sama kok tiba-tiba membalik fakta itu,” katanya.

Pembacaan putusan derden verzet warga yang telah ditunda dua kali rencananya akan dibacakan Selasa (13/06/2023). Andarias menegaskan kalau perlawanan warga tidak akan pernah surut. Warga masih menanti kepastian.

Penulis : Jushuatul Amriadi
Editor : Redaksi

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami