Washilah – Ketua Dewan Mahasiswa (Dema) Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), Mufadhdhal Raihan Al Asyraf Yusuf menilai Panitia Penjaringan Bakal Calon Rektor (PPBCR) UIN Alauddin Makassar tidak independen dan transparan hingga terkesan seperti tim sukses.
Hal itu disampaikan Faddal sapaan karibnya menanggapi polemik Pilrek kali ini, setelah salah satu calon Rektor mengirimkan surat keberatan terkait putusan calon Rektor oleh PPBCR yang dinilai Prof Mustari melakukan intimidasi dan tendensius setelah dirinya digugurkan karena dinilai tidak memenuhi persyaratan administrasi.
Dia menilai PPBCR tidak independen dan transparan mengenai polemik ini hingga menjadi ‘bola liar’ di masyarakat.
“Tanggungjawab PPBCR untuk menyampaikan ke publik soal administrasi bakal calon (Rektor). Harus netral jangan terkesan seperti tim sukses,” ujarnya kepada Washilah, Sabtu (29/4/2023).
Dikatakan jika PPBCR UIN Alauddin tidak transparan maka indikasi melakukan kecurangan pada tahapan pemilihan Rektor makin kuat.
“Saya sangat menyayangkan adanya indikasi kecurangan dalam tubuh PPBCR UIN Alauddin Makassar, tentu khalayak juga menginginkan kontestasi pemilihan rektor yang betul-betul berkeadilan dan transparan,” ucap mahasiswa semester enam itu.
Kekisruhan Pilrek ini, lanjut Faddal tak hanya menjadi kerugian bagi nama baik almamater yang suksesi Rektornya kembali berpolemik, tetapi juga kepada calon Rektor petahana.
“Akibat dari kekisruhan ini, sangat mungkin Rektor petahana akan sulit terpilih kembali karena dinilai tidak mampu menjaga kondusivitas suksesi pemilihan rektor,” sebutnya.
Sekadar diketahui Pilrek UIN Alauddin tak hanya kali ini kisruh di tahun 2014 silam Figur terpilih Prof Andi Faisal Bakti (AFB), yang memenangkan pemilihan tidak dilantik sebagai rektor UIN Alauddin Makassar oleh Kementerian Agama (Kemenag).
Rektor UIN Alauddin Makassar saat itu, Prof Musaffir Pababari mengatakan AFB tidak dilantik Kemenag karena hasil pemilihan yang dimenangkan dianulir Kemenag karena pemilihan dinilai tidak kuorum.
“Dari 48 orang senat yang di SK-kan, hanya 26 senat yang hadir pada saat itu,” kata Prof Musaffir kala itu.
Penulis: Heny Mustari
Editor: Irham Sari