Demi Bayar SPP, Mahasiswa UIN Alauddin Makassar Banting Tulang

Facebook
Twitter
WhatsApp
Ilustrasi by Justisia.com

Washilah – Kasus positif Covid-19 di Indonesia semakin hari semakin bertambah. Data Jumat (14/8), ada penambahan 2.307 kasus baru sehingga total kasus Covid-19 menjadi 135.123 orang. Kondisi ini semakin memperparah seluruh sektor kehidupan, berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menekan jumlah penyebaran virus dari Tiongkok ini.

Namun tidak semua orang beruntung dimasa paceklik ini beberapa orang harus berujung buntung, misalnya beberapa pekerja yang mengalami Pemutusan Hak Kerja (PHK) atau yang paling disayangkan adalah kehilangan nyawa karena terinfeksi Covid-19. Salah satu yang merasakan dampaknya, Kuki (bukan nama sebenarnya) mahasiswa semester akhir di UIN Alauddin Makassar.

Juni 2020 Bapak dari mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum ini meninggal dunia dengan status Pasien Dalam Pemantauan (PDP). Kondisi keluarga yang terguncang karena kehilangan kepala keluarga sekaligus tulang punggung membuat keuangan selama pandemi menurun drastis bahkan tidak ada pendapatan sama sekali, sedangkan dirinya harus melunasi Uang Kuliah Tunggal (UKT) semester sebesar 1,5 juta.

“Orang tua sudah pisah sejak lama, dan sudah memiliki keluarga baru masing masing. Waktu bapak wafat, istrinya kembali kerumah lamanya, dan belum kembali hingga hari ini. Jadi tidak ada yang gantikan posisinya (bapak), langsung saya yang harus kerjakan semuanya,” Ucapnya getir.

Sehari hari bapak Kuki bekerja sebagai penjaga toko pestisida milik salah satu tetangga dikampungnya. Ia adalah anak sulung dari lima bersaudara, adik keduanya mondok di pesantren dan yang bungsu tahun ini sudah harus masuk Taman Kanak-Kanak (TK).

Posisinya sebagai anak sulung memaksanya untuk hidup mandiri. Merujuk pada Surat Keputusan (SK) Rektor no. 591, Kuki akhirnya mengurus permohonan Keringanan UKT dengan membawa surat keterangan kematian bapaknya dari rumah sakit setempat, ia memilih kategori pembebasan UKT 100%. Tapi gayung tak bersambut untuk Kuki, bukannya mendapat pembebasan UKT, ia hanya mendapat potongan 20%.

“Semua tanggung jawab jadi beban saya sekarang setelah bapak tiada, akhirnya saya mengurus pembebasan UKT 100% dengan melampirkan surat kematian almarhum. Tapi saat SK 547 keluar, ternyata nama saya terdaftar dipemotongan 20%,” jelasnya kecewa.

Lebih lanjut ia menjelaskan bukan hanya SPP yang harus ia bayar, ada sewa kosan, biaya hidup sehari hari, belum lagi kuliah daring yang memerlukan kuota untuk bisa masuk kuliah dan kerja tugas.

Jauh jauh hari sebelum pembayaran UKT, Kuki sebenarnya sudah memikirkan uang UKT-nya. Ia mengaku setelah ikut delegasi di Semarang pertengahan bulan Februari kemarin, keuangan rumah sudah mulai goyah. Ia kemudian mencari pekerjaan.

“Bulan Juni saya diterima kerja di salah satu perusahaan jasa, tapi selama sebulan bekerja saya tidak mendapatkan gaji karena sangat susah mencari nasabah di masa paceklik ini,” ungkapnya.

Pembayaran UKT yang tinggal menghitung hari membuatnya harus memutar otak, baginya meminta bantuan kepada keluarga adalah hal yang tidak mungkin.

“Mereka juga sedang susah ekonominya jadi tidak bisa membantu juga, karena sisa lima hari lagi dan kemungkinan uangnya tidak terkumpul akhirnya saya ambil keputusan untuk menggadaikan apapun yang bisa digadaikan, harta peninggalan dari orang tua sampai dapat kerja untuk menebus barang itu lagi,” jelasnya.

Ia mengaku jika uang hasil gadai belum cukup maka langkah terakhir adalah mencari pinjaman agar dapat melunasi SPP ditengah pandemi.

Kuki adalah satu dari sekian banyak mahasiswa di UIN Alauddin Makassar yang mengalami kesulitan membayar UKT pada semester ini, hal ini terbukti dari data Litbang Washilah setidaknya ada 2.804 mahasiswa UIN Alauddin Makassar yang menerima keringanan UKT dengan pilihan kategori masing masing.

Jumlah mahasiswa yang menerima keringanan UKT  diantaranya, perpanjangan pembayaran sebanyak 95 orang, cicilan 50%  23 orang, Potongan 20% sebanyak 2667 orang dan Potongan 100% sebanyak 19 orang. Data ini belum termasuk mahasiswa yang tidak lolos berkas saat mengajukan permohonan keringanan UKT.

Penulis: Nurul Wahda Marang
Editor : Rahmania

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami