Warga Negara Bukan-bukan

Facebook
Twitter
WhatsApp
Dok Pribadi | Muh. Fattah Dwi Artanto

Oleh : Muh. Fattah Dwi Artanto

Gusdur pernah ditanya, Indonesia ini Negara apa? beliau menjawab; Indonesia bukan negara sekuler karena agama punya peranan, juga bukan negara Islam karena ada enam agama yang diakui di Indonesia. Gusdur kemudian melanjutkan, karena Indonesia bukan negara sekuler juga bukan negara agama berarti Indonesia adalah negara yang bukan-bukan. Pernyataan ini dianggap lelucon, tapi dibalik leluconnya ia sarat akan makna.

Gusdur ingin mengajarkan kita agar sebagai bangsa, sebagai warga negara, kita tidak lagi disibukkan oleh ideologi bangsa. Perihal ideologi telah dirumuskan dan diselesaikan oleh Founding Father kita. Beberapa tahun terakhir, pemerintah dan pemerhati ideologi bangsa disibukkan oleh beberapa organisasi yang membawa paham keagamaan yang bertentangan dengan kebhinaka-an kita. Sebut saja ikhwanul muslimin dan HTI.

Ia berusaha mengambil hati warga Indonesia dan berupaya menyebarkan paham keagamaannya demi terwujud cita-cita untuk menerapkan sistem Islam atau mendirikan negara Islam di tanah yang plural seperti Indonesia. Padahal jelas, Indonesia bukan hanya diperjuangkan oleh satu agama saja, tapi kemerdekaan Indonesia karena keterlibatan berbagai agama.

Indonesia merdeka bukan hanya kerja keras satu bangsa, satu suku saja, tapi Indonesia merdeka karena kolaborasi, sinergitas diantara banyaknya bangsa dan suku yang ada di Indonesia, karena cita-cita yang sama dari pemeluk agama, bangsa, suku sehingga Indonesia bisa menjadi Negara yang merdeka. Dalam menjaga kerukunan antar bangsa, antar suku dan agama, founding father kita merumuskan sebuah nilai, nilai inilah yang disebut sebagai Pancasila.

Inilah menjadi pedoman dalam bernegara di Indonesia yang plural ini. Hanya saja oleh organisasi yang membawa ideologi trans nasional menganggap pancasila bertentangan dengan agama. Apakah benar anggapan tersebut? Mari kita simak butir-butir pancasila: pertama, Ketuhanan yang Maha Esa. Prof Quraish Shihab, Penulis Tafsir Almishbah mengatakan; Nilai yang paling tinggi didalam Islam adalah LAILAHA ILLALLAH dan ketuhanan yang Maha Esa adalah Matahari kehidupan jiwa dan disekililing matahari itu ada planet-planet tata surya yang selalu harus berkaitan dengan matahari kalau tidak, planet nya akan runtuh.

Beliau melanjutkan penjelasannya, kalau tingkat yang paling tinggi adalah ketuhanan yang Masa Esa maka tingkat yang dibawahnya dimana dia berkaitan dengan matahari itu adalah persatuan dan kesatuan umat manusia itulah sebabnya sila kedua adalah kemanusian. Kemanusiaan bagaimana? Kemanusiaan yang adil dan beradab itulah nilai-nilai kita. Dibawahnya adalagi, sila ketiga: persatuan Indonesia.

Dibawahnya ada lagi, untuk mewujudkan persatuan Indonesia, Sila Keempat: Musyawarah. Hasil dari Musyawarah itulah yang menjadi sila kelima: keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Dari penjelasan diatas, kira-kira sila mana yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam? Bukankah Islam mengajarkan agar kita meyakini tuhan adalah ESA? Bukan kah Islam mengajarkan agar kita menjaga hubungan kemanusiaan? Bukan kah Islam membenci perpecahan? Bukankah islam menganjurkan musyawarah dalam mengambil keputusan ? bukankah islam mengharapkan agar manusia berlaku adil agar tercipta masyarakat yang sejahtera?

Dari pertanyaan-pertanyaan ini, harapannya, semoga pembaca dapat merefleksikan kembali pemahaman ke-Indonesiaan dan keagamaannya. Sebagai warga negara, harusnya kita tidak lagi disibukkan oleh ideologi, tidak mudah tergerus oleh arus ideologi trans nasional, karena kita telah memiliki nilai, nilai yang disebut sebagai Pancasila. Sebagai warga negara, harusnya kita mengisi kemerdekaan dengan terus menempa diri agar menjadi warga yang dapat memberikan sumbangsi karya untuk kemajuan Indonesia.

Mulai lah dengan hal yang sederhana, karena Indonesia adalah negara yang hedrogen, maka kita harus menghormati agama lain sekalipun kita tidak mempercayainya, itu hanya mengakui eksistensinya bahwa kita bisa hidup berdampingan dengan nya, walaupun ditengah perbedaan-perbedaan yang ada.
Akhirnya, Indonesia bukanlah Negara bukan-bukan krna ia memiliki nilai yang disebut sebagai pancasila. Boleh jadi kita lah yang menjadi “warga negara bukan-bukan”, karena dengan sombong mengobrak-abrik ke bhineka-an kita, dengan khilafah, misalnya.

*Penulis Merupakan Mahasiswa Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Semester VI.

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami