Saat menunggangi kereta modern, menuju asa pendudukan. Kadang mikir, akan seperti apa beberapa waktu mendatang. Seolah-olah menjadi mahasiswa patriot ala reformasi. Bergema revolusi, disaksikan manusia-manusia di jalan-jalan kota yang sibuk, juga buruh yang dengan serius membangun kebiadaban ekonomi untuk para pengusaha tajir.
Tangan kiri terkepal meninju polusi kota. Revolusi, Revolusi, Revolusi teriak kameradku. Imajinasi melayang, membayangkan ideologi apalagi yang cocok pada segala perbedaan, kelompok-kelompok bersitegang berembuk jalan mengganti ideologi menurut panutan masing-masing, tapi pancasila kata kawanku adalah ideologi yang kompleks.
Turunkan rezim, kata oposisi, tapi kita juga tidak sedang ditunggangi politik oposisi. Kita ini suci “Mahasiswa” kata seniorku. Anti kepentingan naskot (nasi kotak), apalagi rezim dan politik opisisi. Ingin seperti Che yang bergerilya, tapi takut mati sendirian. Kejam, lalu harus apa? Turun ke jalan saja melawan fasis lalu jika mereka bengis kita akan anarkis.
Tolak undang-undang tidak pro rakyat tapi esok lusa juga pasti akan ditindas lagi. Ingin diam di rumah juga berat, lalu apalagi?
“Tolak aja dulu pengesahan kebijakan bobrok, esok kita bercinta lusa kita bergerilya lagi” kata kekasihku.
*Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Semester III.