Makna Rida dalam Kehidupan

Facebook
Twitter
WhatsApp
Dok Pribadi | Ridah Amalia Hamzah

Oleh : Ridah Amalia Hamzah

Proses penciptaan manusia diiringi dengan tarikan garis takdirnya. Kapan dilahirkan, dari rahim siapa, apa jenis kelaminnya, hingga hari kematiannya. Semua telah ditentukan dalam satu garis qadarullah yang tidak bisa diganggu gugat. Keberhasilan dalam mencapai sesuatu juga tidak lepas dari tarikan garis tersebut, namun memiliki pengecualian sebab dapat diubah atas izin Allah berdasarkan tekad dan upaya seorang hamba.

Sayangnya, manusia hari ini lebih sering mengeluh “mengapa Allah tega?” dan “mengapa harus saya?” saat kegagalan menimpa tanpa memaksimalkan upaya untuk mengubahnya. Hal ini dapat terjadi pada mereka yang belum memahami makna rida dalam kehidupan.

Dilansir dari Rchoeriah.blogspot.com, rida berasal dari kata Radiyah – Yardha yang berarti menerima sesuatu perkara dengan lapang dada tanpa merasa kecewa ataupun tertekan. Sedangkan menurut istilah, rida berkaitan dengan perkara keimanan yang terbagi menjadi dua macam yaitu rida Allah kepada hamba-Nya dan rida hamba kepada Allah (Al – Musu’ah Al – Islamiyah Al – Ammah: 698). Secara singkat dan jelas, rida artinya menerima ketetapan.

Menerima ketetapan yang berbeda dengan keinginan hati memang bukan perkara mudah, namun perlu diingat bahwa pilihan Allah sudah pasti yang terbaik. Seringkali manusia berbicara mengenai takdir baik dan takdir buruk padahal sejatinya semua takdir itu baik sebab keburukan tidak mungkin dinisbatkan kepada-Nya.

Berbeda dengan pasrah, rida bukan berarti menerima begitu saja. Di samping menerima dengan keyakinan bahwa takdir Allah itu baik, rida menuntut adanya usaha aktif untuk memperbaiki keadaan. Saat seseorang rida, ia percaya bahwa dalam setiap ujian selalu ada pesan cinta dari Sang Khalik yang membuatnya semakin bersemangat dalam memperbaiki keadaan.

Kebahagiaan dalam meridai sesuatu dapat ditemukan saat seseorang memahami pilihan Allah adalah yang terbaik. Hal ini dapat mengantarkan pada perasaan damai sebab manusia yang rida adalah yang paling lapang hatinya saat dunia terasa sempit baginya, dan yang paling kecil egonya saat dunia berada dalam genggam tangannya.

*Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi (FST) semester IV.

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami