Washilah – Aliansi Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar melakukan aksi demontrasi menolak Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 68 tahun 2015 di depan kampus I, Jalan Sultan Alauddin Makassar. Jumat (22/03/2019).
Selain mencabut PMA, peserta demonstrasi juga meminta kepada Rektor UIN Alauddin Makassar untuk mengadakan konferensi pers secara terbuka serta mendesak Prof Mahfud MD untuk membuktikan perkataannya dan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindak lanjuti segala kasus suap.
Aksi tersebut, menyikapi pernyataan eks ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Mahfud MD di salah satu acara pertelevisian Nasional, Indonesia Lawyers Club (ILC) pada tanggal 19 Maret 2019 terkait polemik pemilihan rektor di UIN Alauddin Makassar.
Jenderal lapangan, Aswar Asmar dalam orasinya mengatakan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 68 Tahun 2015 harus dihapuskan karena telah mencedirai demokrasi kampus, serta kursi rektor akan lebih mudah dikomersialisasi lewat jual beli jabatan yang akan dilakukan dilingkup Kementerian Agama (Kemenag).
“Peraturan itu bisa saja menjadi kongkalikong jual beli jabatan,” katanya.
Dia menambahakan, dalam pemilihan rektor idealnya bukan hanya Senat universitas yang dilibatkan, tetapi seluruh elemen kampus, hal ini bertujuan agar nahkoda baru yang terpilih sesuai dengan harapan seluruh civitas akademika kampus peradaban.
“Kalau perlu bukan cuman senat tapi segala elemen kampus terlibat di dalam, karena sederhananya, kampus mau dipimpin oleh rektor sedangkan yang memilih itu menteri di mana logikanya, rektor memimpin kampus atau menteri hahaha,” tuturnya.
Sementara itu, Menteri Advokasi dan Humas Dewan Mahasiswa Universitas (Dema U) UIN Alauddin Makassar, Muh Zuhri Arifin saat dikonfirmasi reporter washilah meminta kepada pimpinan Universitas dan Menteri Agama agar tutuntan mahasiswa segera direspon.
“Apabila tuntutan kami dalam jangka waktu 3 x 24 jam tidak diindahkan maka kami akan melakukan aksi lanjutan yang lebih besar,”tutupnya.
Tak hanya dari kalangan mahasiswa, penolokana itu juga datang dari birokrasi kampus, salah satunya Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Prof Rasyid Masri. Menurutnya, penerapan PMA No 68 2015 ini mendapatkan kritikan keras dari kalangan kampus di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) pasalnya Rektor dan Biro dipilih Menteri Agama.
“Sekalipun seorang calon mendapat dukungan penuh di kampus oleh para senator. Banyak kejadian yang dilantik orang lain, karena ujung penentuan tidak seperti dulu di pilih suara terbanyak sangat demokratis,” jelasnya.
Lebih lanjut, Prof. Rasyid Masri meminta Menteri Agama, mengembalikan kedaulatan kampus, kemandirian kampus, dan otonomi kampus di bawah arahan dan bimbingan pemerintahan terbebas dari penguruh partai politik.
“Semoga PMA No 68 tahun 2015 segera direvisi, kalau tidak keributan jual beli jabatan akan menjadi lahan kerja bagi calo – calo politik dan oknum – oknum tertentu bergerilya dan merusak citra kementerian agama,”ungkapnya.
Penulis : Viviana Basri
Editor : Muhammad Aswan Syahrin