Washilah – Romang Polong, salah satu kelurahan di Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa yang dulunya kebanyakan diisi lahan pertanian. Sekarang, yang nampak hanya rumah-rumah berjejeran. Namun, di tengah-tengah perumahan itu, masih tersisa sepetak lahan yang digarap Daeng Ngerang dan istrinya, Daeng Baji. Sepanjang perumahan di Romang Polong, kebun ini satu-satunya lahan yang masih digunakan untuk bertani saat kemarau.
Biasanya lahan akan dianggurkan dan dibiarkan begitu saja selepas musim tanam padi. Tahun ini, Dg Ngerang mencoba peruntungan baru dengan menanam tanaman holtikultura. Di lahan itu ditanami berbagai macam sayuran. Sebagian besar diisi kacang hijau dan ubi jalar. Sementara di setiap sisi masing-masing bervariatif. Ada yang ditanami singkong, ada juga labu dan melon lokal-yang kelihatannya seperti semangka. Sisanya, ditanami kacang panjang dan pohon kelor.
Sepetak lahan yang digarap Daeng Ngerang dan istrinya, Daeng Baji di Romang Polong. l Foto: Washilah-Jushuatul Amriadi.
Saat ditanya kenapa mau menanam, jawabannya pendek, “Coba saja.”
Meski kemarau sudah dipastikan akan lebih banyak mengundang hama dan bisa mengakibatkan tanaman mati tidak menyurutkan keinginan mereka untuk tetap menanam.
“Dibasa (disiram) terusji itu hari-hari (setiap hari),” katanya.
Dg Ngerang setiap hari membawa air di jerigen untuk menyiram tanaman di lahan miliknya. l Foto: Washilah-Jushuatul Amriadi.
Air yang dipakai sebagian diangkut dari rumahnya menggunakan gerobak. Sesekali juga ia mengambil air dari sumur di tengah lahan kosong bekas tanam padi yang berada kira-kira seratus meter dari kebunnya.
Dg Ngerang mengambil air dari sumur ditengah sawah untuk menyiram tanaman miliknya. l Foto: Washilah-Jushuatul Amriadi.
Tahun-tahun sebelumnya, lahan itu memang sudah difungsikan untuk menanam padi saat musim penghujan akan tiba, jadi tidak sulit memikirkan airnya dari mana. Tetapi hanya sekali setahun.
Baru di tahun ini, Dg Ngerang mencoba melakukan dua kali penanaman dan berhasil. meski hasilnya tidak sebanyak saat penanaman pertama karena sudah mulai kekurangan air.
Musin kemarau tahun ini Dg Ngerang dan Dg Baji menanam sayur-sayuran usai panen padi di lahan miliknya. l Foto: Washilah-Jushuatul Amriadi.
Padi butuh waktu kurang lebih 110 hari sampai panen. Ini sudah termasuk pembibitan dan pindah tanam. Daeng Ngerang bercerita, Saat penanaman kedua, dia berhasil mendapatkan 12 karung gabah. Waktu musim hujan dulu, dia bisa mendapat 15 karung gabah dari sekitar 15 liter bibit padi.
Di penghujung tahun, Daeng Ngerang fokus merawat sayur-sayuran yang ditanamnya. Saat matahari hendak keluar dari peraduannya, dua ember kecil yang akan diisi air untuk menyiram tanaman selalu ditentengnya ke kebun.
Dg Ngerang dan istrinya Dg Baji yang mencoba peruntungan bertani di musim kemarau tahun ini. l Foto: Washilah-Jushuatul Amriadi.
Saat panen, hasilnya tidak melulu akan dijual. Bahkan Warga Romang Polong, khususnya di area perumahan itu diperbolehkan untuk mengambil sayuran di sana. Pohon kelor yang ditanam hampir di semua sisi kebun selalu jadi andalan. Daunnya seringkali dibagikan kepada siapa saja. “Kalau mau ambil saja,” kata Daeng Baji sambil mengecek ubi jalar di kebunnya.
Daeng Ngerang dan Daeng Baji sebenarnya bertani bukan untuk kepentingan profit. Mereka sudah bersyukur kalau dapat mengkonsumsi hasil tanam mereka sendiri. Apalagi, Daeng Ngerang bilang kalau bertani adalah hobinya sejak dulu.
Foto & Teks: Jushuatul Amriadi
Editor: Charissa Azha Rasyid