Hukum di Indonesia Saat Ini: Bagaimana?

Facebook
Twitter
WhatsApp

Oleh: Abdullah

Mengamati berbagai gejolak di negeri ini terutama dalam hal gejolak terhadap hukum menjadi satu bahan perbincangan menarik untuk kita ketahui bersama. Bagaimanakah Hukum kita saat ini? Seperti itu pertanyaan yang muncul ketika diperhadapkan adanya produk hukum yang sebagian kalangan menilainya dengan pro (sepakat) dan ada pula yang menilai kontra (menentang). Misal produk hukum undang-undang Omnibus Law.

Bicara soal hukum pada dasarnya memang belum ada ahli hukum yang sepakat mengenai definisi hukum secara akurat dan tepat. Namun ada yang mengatakan bahwa hukum adalah sekumpulan undang-undang yang membosankan, terlalu banyak dan saling berlainan antara satu dengan lainnya. Sehingga dari sinilah tak jarang produk dari hukum dipersoalkan pro dan kontra di tengah masyarakat sebab hukum dianggap berlainan antara undang-undang yang satu dengan undang-undang yang lain.

Misal mengenai persoalan pro dan kontra UU Omnibus Law. Menurut penulis dalam menyikapi produk hukum yang baru-baru disahkan (UU Omnibus Law) penulis sendiri untuk saat ini tidak kontra dan tidak pula pro. Demikian karena penulis menilai bahwa yang perlu kita ketahui yakni tujuan hukum adalah mencapai kemanfaatan dan kebahagiaan sebanyak-banyaknya untuk setiap kalangan masyarakat. Adapun untuk merasakan manfaat dan kebahagiaan suatu hukum tersebut maka sekiranya tentu butuh waktu sekian lama. Kendati pun pada akhirnya persoalan pro dan kontra terhadap UU Omnibus Law penulis serahkan ke pembaca masing-masing untuk menilainya sebab setiap orang punya sudut pandang yang berbeda.

Terkait tujuan hukum, penulis teringat dalam teori Utilitarianisme yang dipelopori oleh Jeremy Bentham, seorang filsuf asal Inggris (w. 1832), ia mengatakan bahwa teori ini (utilitarianisme) adalah sebuah teori yang dari segi etika normatif menyatakan bahwasanya suatu perbuatan yang dinilai patut adalah perbuatan yang memaksimalkan suatu penggunaan atau disebut utility. Secara lugas artinya teori utilitarianisme memandang hukum harus memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi seminimal mungkin yang namanya penderitaan (kesusahan).

Lebih lanjut lagi mengenai utilitarianisme yaitu berasal dari kata latin yakni “utilis” yang artinya berguna, berfaedah, bermanfaat dan menguntungkan. Dari empat arti kata utilis tersebut maka sekiranya dapat kita selaraskan bahwa istilah teori utilitarianisme ini juga disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory). Dengan teori ini diharapkan untuk mewujudkan sebesar mungkin kebahagiaan pada masyarakat.

Kemudian, disisi lain dalam memahami suatu hukum terkhusus hukum yang ada di Indonesia saat ini maka perlu suatu metode. Setidaknya ada enam metode yang digunakan dalam menunjang memahami suatu hukum. Diantaranya yaitu metode idealis. Metode ini sekiranya tepat kita gunakan sebagai cara untuk memahami sebuah hukum itu sendiri sebab secara sederhana metode idealis mengatakan bahwa produk hukum harus mencerminkan nilai-nilai keadilan. Olehnya itu apa saja yang menjadi produk hukum lalu tidak mencerminkan rasa keadilan maka produk hukum tersebut gagal menginterpretasikan tujuannya.

Dalam buku pengantar ilmu hukum yang dikaryai oleh H. Zaeni Asyhadie S.H., M.Hum. dan Arief Rahman S.H., M.Hum terbitan 2016 mengatakan bahwa “metode idealis adalah metode yang bertitik tolak dari suatu pandangan atau penglihatan bahwa hukum sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Metode ini selalu menguji apakah yang dilakukan oleh hukum untuk mewujudkan nilai-nilai tertentu. Nilai-nilai tertentu yang dimaksud oleh hukum adalah keadilan.”

Dari paparan di atas tentang apa itu metode idealis maka dapat penulis artikan bahwa metode idealis adalah setiap apa yang menjadi produk dari badan legislatif sebagai pembuat undang-undang (hukum) itu seyogianya bahkan seharusnya memberi gambaran bahwa produk hukum tersebut dapat memberikan rasa keadilan ke masyarakat.

Kemudian, adapun dalam proses pembuatan hukum. Hal yang paling krusial diperhatikan oleh badan legislatif adalah bagaimana kondisi sosial yang ada. Keadaan sosial menjadi bahan pertimbangan penting ketika menyusun suatu produk hukum sehingga olehnya itu dikatakan bahwa hukum terlahir dari apa yang menjadi kondisi atau keadaan di tengah masyarakat. Produk hukum harus berkesesuaian dengan kebiasaan sosial yang ada.

Untuk mengetahui keadaan sosial atau karakteristik masyarakat maka perlu ada sebuah analisis sosial. Artinya usaha mengumpulkan berbagai data yang real terkait kebiasaan yang ada di masyarakat. Terjun langsung ke masyarakat bagian dari bentuk menganalisis apa yang menjadi kultur masyarakat itu sendiri. Dan pada akhirnya hasil analisis inilah yang menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan produk hukum pada tingkat legislatif (DPR) selanjutnya.

Selain daripada itu tujuan analisis sosial juga untuk mengetahui hubungan kultural dan struktur antar warga masyarakat sehingga dapat ditarik benang merah (kesimpulan) yang pas untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan hukum itu sendiri.

Dalam buku yang berjudul many have eyes but do not see yang dikaryai oleh Nur Sayyid Santoso Kristeva M.A mengatakan bahwa “proses analisis sosial adalah usaha untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang situasi sosial, hubungan-hubungan struktural, kultural dan historis sehingga memungkinkan menangkap dan memahami realitas yang sedang dihadapi. Suatu analisis pada dasarnya mirip dengan sebuah penelitian akademis yang berusaha menyingkap suatu hal atau aspek tertentu dalam proses ini yang dilakukan bukan sekedar mengumpulkan data berita atau angka, melainkan berusaha membongkar apa yang terjadi sesungguhnya bahkan menjawab mengapa demikian dan menemukan pula faktor-faktor apa yang memberikan pengaruh kepada kejadian tersebut. lebih dari itu analisis sosial, seyogyanya mampu memberikan prediksi ke depan tentang kemungkinan apa yang terjadi.”

Akhirnya produk hukum dibuat bertujuan sebagai alat untuk mengatur suatu komunitas bahasa luasnya disebut masyarakat untuk semata-mata demi mencapai tujuan bersama. Menurut penulis jika produk hukum Indonesia saat ini mencerminkan terwujudnya cita-cita (tujuan) kemerdekaan Indonesia maka produk hukum tersebut adalah hukum yang idealis. Adapun dalam hal produk hukum UU Omnibus Law pada akhirnya penulis serahkan masing-masing pembaca untuk menilainya apakah betul menunjang nilai-nilai keadilan ataukah malah sebaliknya. Dan begitupun persoalan Hukum Indonesia saat ini.

*Penulis Merupakan Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum (FSH).

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami