Peran Pemuda dalam Pembangunan Daerah

Facebook
Twitter
WhatsApp

Oleh: Irham Sari

Pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau biasa kita kenal dengan otonomi daerah tentunya memberikan pengaruh terhadap masyarakat. Masyarakat kelas atas, masyarakat kelas menengah dan masyarakat kelas bawah. Otonomi daerah berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan pelayanan, dan pembangunan daerah.

Desentralisasi atau penguatan demokrasi lokal merupakan hal dasar, ia merupakan instrument penting untuk mencapai kemakmuran masyarakat, yakni pencapaian nilai-nilai dari suatu komunitas bangsa, terciptanya pemerintahan demokratis , kemandirian masyarakat sebagai perwujudan dari otonomi, peningkatan efisiensi administrasi dan pembangunan sosial ekonomi.

Dalam tulisan Muhammad Zainul Arifin SH MH (A.F. leemans : 1970)
Dari pernyataan diatas dapat saya maknai yakni pembagian wewenang daerah sangat penting untuk keberlangsungan pemerintahan lokal dan masyarakat yang diayomi. Bagaimana tentang mencapai pemerataan kemakmuran masyarakat sampai ke pelosok, tentang nilai dasar falsafah negara yakni Pancasila dapat di terapkan dan dirasakan secara adil ke seluruh masyarakat. Kemudian tentang memberikan kesempatan untuk kemandirian daerah dalam menghidupkan daerahnya masing-masing.

Dalam membangun sebuah daerah yang makmur, peran pemerintah pusat dan daerah saja belum cukup, tentunya diperlukan kerja sama antar pemerintah dan masyarakat dalam kebijakan-kebijakan yang diambil agar tidak terciptanya ketimpangan sosial dan menjadikan daerah yang demokratis.

Indonesia memiliki masyarakat yang mayoritas rakyat di isi oleh kalangan pemuda atau usia produktif. sampai 68%, data ini tentunya membuktikan bahwa masa depan Indoneisa terletak pada tangan pemuda dimana pemuda adalah “asset” negara yang akan menentukan nasib bangsa kedepan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ir Soekarno, Proklamator RI, “Berikan 10 pemuda maka akan aku guncang dunia” artinya pemuda adalah kunci/ pembawa perubahan, (Agent of change).

Apabila generasi muda suatu bangsa berkualitas maka tentunya akan berdampak baik untuk negara itu sendiri. Kata “asset” disini bukan berarti pemuda sebagai objek tetapi sebagai subjek. Melihat yang terjadi sekarang di Indonesia, pemuda hanya dijadikan objek oleh para elit politik. Dijadikan sebuah benda yang tidak bergerak, yang kemudian pergantian generasi tiba-tiba saja kita dihadapkan dengan begitu banyak persoalan-persoalan pemerintahan tanpa solusi yang dipersiapkan.

Pemuda sebagai generasi muda seharusnya sejak dini dibimbing dan dididik. Dipersiapkan secara matang agar kelak pemuda mampu memimpin dan membangun negara. Besarnya tanggung jawab dan tugas dari pemuda sehingga harus mempersiapkan diri untuk melanjutkan pembangunan bangsa.

Pemuda dituntut untuk berpartispasi dalam pembangunan daerah, banyak sekali saya temukan di masyarakat organisasi-organisasi/ komunitas kepemudaan seperti karang taruna, komunitas pecinta alam, komunitas sekolah pelosok, dan masih banyak lagi.

Dari hal- hal tersebut tentunya sangat memberikan manfaat dan bentuk rasa peduli pemuda dengan masyarakat disekitarnya, pemuda-pemuda tersebut merupakan pemuda yang memiliki kesadaran akan pentingnya memaknai sebuah pergerakan menuju kemakmuran daerahnya. Namun, bagaimana dengan pemuda yang tergellincir oleh arus globalisasi hari ini ? saya pernah mendengar ungkapan “dilahirkan manusia, diasuh oleh media sosial” teknologi merupakan salah satu dampak dari globalisasi itu sendiri dimana teknologi sudah menjadi kebutuhan primer masyarakat saat ini, memesan makanan melalui gadget, saling berbicara jarak jauh, mengirim pesan dengan hitungan detik, bahkan semua dapat dita rasakan dengan adanya teknologi .

Pada era ini pengaruh teknolgi salah satunya adalah media sosial, tentunya segala yang berhubungan dengan lingkungan membawa dampak positif dan negatif. Media sosial membawa dampak yang baik dan buruk bagi masyarakat, dampak baiknya kita dapat menjalankan pemasaran secara luas, kepenjuru wilayah Indonesia bahkan dunia dengan hitungan menit, kita dapat berbagi dan saling bertukar informasi, kemudian dampak buruknya bagi orang di bawah umur adalah mereka mendapatkan informasi yang belum layak untuk mereka dapatkan.

Informasi-informasi tersebut meliputi konteks seksual, kekerasan, ketidaksopanan, kejahatan, dan masih banyak hal- hal negatif lainnya, mari kita bayangkan saja bagaimana dampak bagi generasi muda kedepannya, bukannya menjadi pemuda yang berintelektual, malah menjadi sampah masyarakat. Salah satu solusinya adalah untuk para orang tua, mereka harus benar- benar mengontrol anak mereka dalam bermain gadget. Memantau akun media sosialnya, dan lebih memberikan kenyamanan dan waktu seefisien mungkin untuk anak-anak mereka.

Dengan permasalahan- permasalahan tersebut, akan berdampak pada progres pemuda dalam pembangunan daerah dan desa. Desa mempunyai otonomi dan berhak untuk mengatur serta mengurus urusan rumah tangganya sendiri yang bersifat lokal dengan tetap mengacu pada pemerintahan yang diaturnya. Seperti yang ditegaskan dalam UU No.6 tahun 2014 tentang desa. Pembangunan desa sebagai upaya untuk melakukan perubahan guna mencapai suatu kondisi yang lebih dari sebelumnya, di dalam upaya perubahaan tersebut tidak terlepas dari proses perencanaan yang memerlukan pemikiran penentuan rentetan kegiatan yang terstruktur dalam mencapai sasaran maupun tujuan.

Tidak terlepas dari peran pemuda baik secara fisik maupun non fisik secara bersama-sama dalam usaha membangun desa. Dimana pemuda memiliki kesempatan kerja yang lebih banyak jika dibandingkan kelompok umur diatasnya karena pemuda mempunyai tenaga extra, progresif dan sudah melihat kedepan. Para pemuda desa dalam keterlibatan pembangunan terbilang cukup tinggi tinggal pemanfaatan potensi dan sinergi semua pihak untuk pembangunan desa yang lebih baik.

Partisispasi masyarakat terkhususnya pemuda dalam setiap proses dapat berpengaruh terhadap optimalisasi dalam pembangunan Desa, tetapi pengertian partisipasi yang salah masih melekat dalam benak masyarakat yang menganggap partisipasi hanya sebatas kerja bakti atau gotong royong yang hanya dilihat dari fisik. Ini kadang kala dimanfaatkan untuk kepentingan satu pihak dan merugikan pihak lain.

Banyak sekali saya temui program-program pembangunan Desa yang sifatnya hedonism, salah satu contohnya adalah pembangunan-pembangunan fasilitas Desa yang dalam prosesnya memakan waktu yang cukup lama atau bahkan bertahun-tahun tapi laporan dana Desanya sudah mencapai batas umum dari sebuah pembangunan. Nah, permasalahan yang seperti ini seharusnya lebih dikaji dan diteliti lebih dalam oleh masyarakat kemana arah dana tersebut, jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak di inginkan seperti korupsi dan lain sebagainya.

Pembuat program pembangunan seringkali menganggap partisipasi tersebut hanya sebatas alasan agar program tersebut mendapat dukungan dari masyarakat tanpa memperhatikan kelangsungan program kedepannya. Usulan masyarakat dianggap sebagai harapan belaka sehingga kurang dapat perhatian untuk diwujudkan. Hal tersebut membuat partisispasi yang bersifat semua atas dasar keterpaksaan dan hanya mengikuti dari pihak yang lebih kuat.

Pemuda berperan aktif dalam membangun komunikasi dan sinergi yang baik kepada perangkat Desa setempat serta para petuah Desa. Petuah Desa yang dimaksud adalah para pendahulu, memiliki pengalaman yang tinggi dalam bermasyarakat dan nilai kebudayaan yang tinggi. Hal ini menjadi urgensi dan perlu karena dalam sebuah Desa terdapat tatanan dan perundang-undangan baik secara tertulis maupun tidak tertulis, keberadaan petuah Desa tidak menutup kemungkinana dapat menjadi penghambat gerakan pemuda Desa jika tidak adanya sinkronisasi dengan para petuah Desa dan pemuda itu sendiri. Diperlukan adanya pendekatan bilateral antar keduannya dengan memprioritaskan rasa saling memahami sehingga para petuah Desa mampu paham dengan tujuan gerakan pemuda Desa dalam upaya pembanguanan Desa .

Dalam hal tersebut, terlibatnya perangkat Desa mampu membantu keaktifan organisasi kepemudaan sehingga permasalahan yang timbul dalam upaya pembangunan Desa dapat diselesaikan secara seksama dengan semua aktor baik dari perangkat Desa, petuah Desa maupun pemuda itu sendiri.

Dalam penyelenggaraaan pembangunan desa kedepannya sangat diperlukan pemuda dalam hal pengawasan serta pengotrol kebijakan dari pemerintah Desa dalam penyelenggaraan pembangunan yang dilaksanakan nantinya. Hal ini dikarenakan pemuda memiliki idealism yang tinggi serta kemampuan yang masih stabil dibandingkan dengan masyarakat usia non produktif . Kedepannya pemuda diharapkan mampu berpartisispasi dan berperan lebih dalam pembangunan desa kedepannya, mulai dari proses perencanaan pembangunan, penganggaran, pelaksanaan pembangunan, pelaporan hingga pertanggungjawaban kepada masyarakat desa.

*Penulis Merupakan Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ushuluddin Filsafat & Politik (FUFP), semester III.

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami