Peran Kampus dan Mahasiswa UIN Terhadap Masyarakat Samata

Facebook
Twitter
WhatsApp

Oleh : Kader HMI Tarbiyah UIN Alauddin

Samata adalah wilayah yang memiliki dinamikanya tersendiri. Dulunya, samata dihuni oleh orang-orang yang memiliki tekad yang kuat untuk memenuhi keberlangsungan hidupnya. Mulai dari bertani dan bercocok tanam. Di wilayah ini terdapat orang-orang yang hidup saling berdampingan, tolong-menolong, memiliki kultur hidup yang penuh dengan keakraban. Keakraban itulah yang melahirkan kebudayaan. Kebudayaan terhadap kepedulian sesama masyarakat. Hingga saat ini kebudayaan itu masih dijunjung tinggi keberadaannya oleh segelintir orang masyarakat Samata.

Pendidikan di daerah ini belum bisa dikatakan sebagai daerah yang memiliki pendidikan yang cukup baik. Akan tetapi setelah datangnya kemajuan pembangunan, telah terdapat banyak sekali instansi pendidikan seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), maupun Sekolah Menengah Atas (SMA), sampai pada tingkatan yang lebih tinggi yaitu Universitas. Seiring berjalannya waktu kondisi ekonomi, sosial, dan budaya telah berubah dengan adanya percepatan pembangunan. Maka dibangunlah Kampus II UIN Alauddin Makassar dengan infrastruktur gedung-gedung yang megah nan tinggi. Samata yang dulunya sebagai tempat keberlangsungan bertani dan bercocok tanam bagi masyarakat, berubah menjadi tempat pembangunan.

Maka perubahan itu disambut baik bagi masyarakat Samata. Dengan adanya pembangunan Kampus II UIN Alauddin Makassar, Profesi masyarakat yang sebelumnya mereka mengelola ladang, sawah, kebun. Akan tetapi setelah dibangunnya Kampus II UIN Alauddin Makassar mereka merubah kebudayaan itu. Mulai dari membangun kost-kostan untuk tempat tinggal mahasiswa, sampai dengan membangun toko-toko yang menjual berbagai kebutuhan mahasiswa.

Pergeseran ini sangat ironis, masyarakat merubah kebiasaannya itu!, mereka kini mengurusi kebutuhan mahasiswa. Bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan, mereka mengambil kesempatan untuk menjadi buruh bangunan dan berwirausaha di sekitaran kampus, dengan melihat peluang yang ada.

Keberadaan kampus UIN yang memiliki tenaga pendidik (Dosen), Dosen pun memanfaatkan tanah yang ada disekitaran kampus dengan membelinya lalu mereka serahkan ke masyarakat untuk dikelolah dan dipekerjakan di lahan itu. Misalnya saja dibelakang kampus, disana terdapat banyak sekali lahan milik Dosen UIN Alauddin Makassar yang dikelolah oleh masyarakat samata. Tempat itu dulunya milik mereka, tetapi mereka menjualnya ke pembeli dan pembeli itu memberikan mereka pekerjaan bagi yang tidak memiliki lahan di sekitaran kampus, maka dari situlah mereka mendapatkan penghasilan.

Dilihat dari segi Fungsional, Mahasiswa memiliki fungsi sebagai social of control itu, sepenuhnya belum terealisasikan karena masih terdapat kesenjangan antara mahasiswa dengan masyarakat. Kepedulian sosial belum terwujud, sebagian mahasiswa masih sibuk dengan kepentingan pribadi dan acuh tak acuh dengan kondisi sosial masyarakat yang lain, kita masih bisa menemukan adanya mahasiswa yang enggan berinteraksi dan bercengkrama dengan pemulung yang katanya mahasiswa sebagai penyambung lidah masyarakat namun nyatanya masih berat menggunakan lidahnya untuk berkomunikasi dengan masyarakat atau pemulung tersebut.

Harusnya mahasiswa mampu memahami dan melihat adanya kelas-kelas sosial yang terbentuk dari adanya percepatan pembangunan dan modernisasi yaitu kelas tuan tanah, kelas pekerja, kelas buruh, kelas kaya dan miskin. Dari adanya kelas sosial itulah harusnya mahasiswa mampu memaksimalkan fungsinya sebagai social of control agar kesejahteraan tidak hanya dinikmati oleh segelintir kelas sosial saja.

Selain itu, mahasiswa sebagai masyarakat intelektual, harusnya mampu memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya untuk membebaskan segalah bentuk penindasan yang terjadi. Melihat realitas dari lapangan, kebanyakan mahasiswa masih menjunjung tinggi sifat gengsi, acuh tak acuh untuk berinteraksi dengan kelas sosial yang rendah contohnya pemulung di depan kampus UIN Alauddin Makassar.

Lantas dimanakah mahasiswa dengan segala aktivitasnya itu?!. Apakah mereka terpenjara oleh kultural kampus?. Lantas, apakah mereka terlalu disibukkan oleh kelas virtual dan kegiatan serimonialnya yang sampai-sampai mereka acuh terhadap masyarakat?. Mahasiswa kini telah dikontruk oleh kampus untuk tidak peduli dengan kondisi sosial, tidak melawan dan tidak membantah. Ruang-ruang belajar virtual telah memisahkan antara mahasiswa dengan masyarakat.

Dan ternyata benar yang dikatakan oleh Roem Topatimasang dalam bukunya “Sekolah Itu Candu” bahwa hari ini instansi pendidikan telah memisahkan peserta didik dengan masyarakat, dimana ruang pembelajaran peserta didik di kontruk untuk tidak bercengkrama secara langsung dengan masyarakat. Maka seperti itulah kampus, yang mengkontruk mahasiswa untuk dihilangkan kemanusiaannya.

Maka dimanakan peran Mahasiswa UIN Alauddin terhadap masyarakat samata?. Sadarlah mahasiswa UIN Alauddin, masyarakat Samata membutuhkanmu. Ketahuilah, adanya pabrik beton yang beroperasi di dekat kampus yang membuat kondisi jalanan macet dan berdebu. Bekas beton yang mobil besar hamburkan dialan-jalan, membuat resah masyarakat Samata. Pascanya genangan air dan kerikil-kerikil dijalan mengakibatkan kecelakaan bagi pengendara jalanan. Dan lantas manakah tindakanmu itu untuk merubah keresahan masyarakat?. Mahasiswa telah mati, dibunuh oleh kampusnya sendiri.

Hingga kini aspek kebudayaan dan kebiasaan masyarakat Samata berubah seiring dengan adanya peralihan kondisi sosial, budaya dan ekonomi saat berdirinya Kampus II UIN Alauddin Makassar. Namun nilai-nilai moral tetap dijunjung teguh lewat konsep berbagi yang mereka contohkan kepada mahasiswa. Dan Samata telah menjadi bukti dari kemajuan dan kecepatan pembangunan Revolusi Industri.

*Penulis Merupakan Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Tarbiyah dan Keguruan.

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami