Desentralisasi Otonomi Daerah Khusus Asimetris, Solusi atau Problem?

Facebook
Twitter
WhatsApp

Oleh: Firmayanti

Desentralisasi merupakan sebuah konsep yang mengisyaratkan adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah ditingkat bawah untuk mengurus wilayahnya sendiri. Desentralisasi bertujuan agar pemerintah dapat lebih meningkatkan efisiensi serta efektifitas fungsi-fungsi pelayanannya kepada seluruh lapisan masyarakat. Artinya desentralisasi menunjukan sebuah bangunan vertical dari bentuk kekuasaan Negara.

Di Indonesia dianutnya desentralisasi kemudian diwujudkan dalam bentuk otonomi daerah. Nadir (2013:1)
Dari pengertian diatas dapat saya perjelas bahwa desentralisasi adalah bentuk pelimpahan atau penyerahan wewenang kekuasaan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dengan tujuan agar daerah tersebut dapat mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri, kemudian juga agar pemerintah pusat dapat meningkatkan keefektifannya dan tanggungjawabnya secara merata kepada masyarakat kelas bawah hingga masyarakat kelas atas atau menyamaratakan hak-hak agar tidak terjadi ketimpangan social dalam masyarakat, dan kemudian dari itulah mewujudkan otonomi daerah.

Otonomi daerah sendiri merupakan kewajiban untuk mengatur dan mengurus wilayahnya atau rumah tangganya sendiri dan itu semua merupakan hak bagi daerah otonom. Otonomi daerah sendiri lebih mengutamakan kesejahteraan masyarakat dalam pemanfaatan secara optimal dari daerah otonomnya, tetapi pada era ini saya melihat dari kasus-kasus yang beredar di media dimana daerah yang miskin makin tertinggal, kemudian daerah yang maju terlihat lebih berkembang, yang menjadi pertanyaan adalah apakah otonomi daerah ini dapat mewujudkan Indonesia sebagai Negara yang sistem pemerintahannya demokratis?

Di dalam desentralisasi terdapat pembagian wewenang kepada daerah khusus yang disebut dengan desentralisasi asimetris. Desentralisasi asimetris merupakan bentuk penghargaan dari pemerintah pusat kepada daerah khusus, pemberian penghargaan tersebut berdasarkan aksi nyata, sejarah, dan potensi dari daerah tersebut. Di Indonesia daerah yang mendapatkan desentralisasi asimetris adalah DKI Jakarta sebagai ibu kota Indonesia, Nanggroe Aceh Darussalam, papua, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Yang pertama, DKI Jakarta, Jakarta merupakan daerah berstatus desentralisasi asimetris dikarenakan Jakarta menjadi ibukota dari Indonesia , penempatan status tersebut berlandaskan cerita sejarah kemerdekaan Indonesia dimana Jakarta merupakan tempat diadakannya / dilaksanakannya peristiwa – peristiwa besar dalam kemerdekaan Indonesia, jakartaa menjadi tempat pergerakan seperti lahirnya Boedi Oetomo, Sumpah Pemuda sampai di kumandangkannya proklamasi Republik Indonesia (RI), dari peristiwa –peristiwa itulah yang menjadikan Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Otonomi khusus yang di dapatkan kota Jakarta adalah kewenangan presiden dalam mengurus DKI Jakarta secara langsung.

Yang kedua, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tak jauh beda dengan Jakarta , Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendapat status desentralisasi asimetris juga karena catatan sejarahnya, jadi sebelum kemerdekaan Indonesia, Yogyakarta memiliki lintasan sejarah yang cukup panjang, sejak berdirinya kerajaan Mataram Islam di bawah kesultanan Agung Hanyokrokusumo (1613-1646) berkuasa atas jawa.

Pemberian dukungan Ir. Soekarno kepada Yogyakarta diawali dengan pemberian maklumat kepada Sri Sultan HB IX, tentang penetapan kedudukan Yogyakarta. Kemudian dalam tulisan Robert (2013:8) yang mengemukakan tentang Isi maklumat Ir. Soekarno yakni “ Kami presiden Republik Indonesia, menetapkan Ingkan Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalogo, Abdulrachman Sayidin Panotogomo, Kalifatullah Sultan Hamengku Ing Ngayogjakarto Hadiningrat, pada kedudukannya, dengan kepercayaan bahwa Sri Paduka Kanjengsultan akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan ragauntuk keselamatan Daerah Yogyakartasebagai bagian dari Republik Indonesia.

Dalam maklumat tersebut Sri Sultan menyatakan amanat kepada seluruh masyarakat Yogyakarta bahwa mereka menerapkan sistem kerajaan atau monarki, hubungan secara langsung dengan presiden, kemudian pengakuan atas kedaulatan Republik Indonesia. Dari ketiga poin tersebut merupakan pernyataan tegas bahwa DIY merupakan Daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.

Yang ketiga yaitu Nanggroe Aceh Darussalam. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menjadi bukti atas perlawanan rakyat Aceh dalam dukungan atas desentralisasi asimetris. Tindakan separatis warga Aceh dalam tuntutan menegakkan syariat islam sebagai landasan hukum tentunya sangat berpotensi menimbulkan perpecahan NKRI kala itu. Alasan lain terhadap aksi separatis tersebut adalah presiden pertama Ir. Soekarno pernah mengatakan bahwa Aceh adalah “Daerah Modal” pada masa perjuanagn kemerdekaan republic indoneisa , mengapa demikian? karena Aceh pernah menyumbangkan segala potensi daerahnya dalam upaya pengembangan bidang bahasa dan kebudayaan untuk mempererat integrasi nasional kala itu. Sehingga desentralisasi asimetris menjadi permintaan timbal balik atas jasa- jasa yang telah aceh berikan terhadap NKRI.

Yang terakhir, Papua. Keadaan geografis, minimnya fasilitas, rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat yang rendah. Permasalahan- permasalahan diatas merupakan alasan pembentukan desentralisasi asimetris atau otonomi daerah khusus diwilayah papua. Hal- hal tersebut juga banyak menimbulkan aksi-aksi separatis masyarakat papua, dalam permintaan keadilan, pemertaaan, keselarasan hak dan juga penegakan hukum.

Dari empat wilayah yang berstatus otonomi khusus atau desentralisasi asimetris tersebut, menimbulkan beberapa permasalahan , yakni apakah desentraliasai asimetris sudah berjalan dengan efktif hingga hari ini? Apakah desentrasi merupakan solusi atau malah menjadi problem? Dan apakah dengan adanya desentralisasi tidak akan menimbulkan kecemburuan antar wilaya di Indonesia?

Desentralisasi asimetris daerah Jakarta, papua, Aceh dan Yogyakarta berjalan efektif dengan problem- problem biasa kecuali daerah papua, kita bisa melihat keadaan papua hari ini di berita, media social, Koran dan media–media informasi lainnya, papua masih menjadi daerah yang angka kemiskinan tertinggi padahal pada kenyataannya sumber daya alam di papua sangatlah melimpah, sumber minyak bumi, dan hasil pertambangan lainnya yang semestinya dapat dimanfaatkan dengan baik dan dapat meningkatkan dana bagi daerahnya sendiri, akan tetapi dari berbagai problem sehingga pemanfaatan sumber daya alam disana kurang mendapat perhatian langsung dari pemerintah, banyak oknum-oknum borjuis yang menjadikan daerah papua sebagai ladang bisnis dan tentunya sangat bertolak belakang dengan aturan.

Desentralisasi asimetris merupakan bentuk apresiasi terhadap perjuangan-perjuanagan ke empat daerah tersebut dalam kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, hal tersebut nampaknya menimbulkan kecemburuan oleh wilayah – wilayah lainnya, banyak tuntutan dari berbagai daerah untuk mendapatkan perolehan desentralisasi asimetris dengan lebih mengagungkan potensi dan kebudayaan daerahnya, sebab semua daerah–daerah memiliki potensi dan khasnya masing–masing, seperti daerah Bali yang mengajukan tuntutan sebagai daerah yang kental dengan budaya, dan merupakan daerah pariwisata yang dinciar dan diminati hingga seluruh kawasan Asia, kemudian daerah- daerah lain menuntut hal yang sama dengan alasan ekonomi dimana wilayah tersebut mashur dan kaya akan sumber daya alamnya sehingga banyak menyumbangkan dan berkontribusi dalam perekonomian Negara, akan tetapi dari hal tersebut mereka berpendapat bahwa hak yang didapat tidak sesuai dengan apa yang di berikan oleh Negara sehingga mereka menuntut untuk memeberikan otonomi khusus kepada daerahnya.

Latar belakang dari penuntutan otonomi khusus adalah adanya ketidakadilan pemerintah dari berbagai aspek, seperti pembangunan insfrastruktur atau fasilitaas pelayanan publik yang belum tersentuh sama sekali, misalnya pada wilayah Kalimantan timur, wilayah Kalimantan timur (kaltim) merupakan wilayah penyumbang devisa terbesar di Indonesia , akan tetapi pada kenyataannya pembangunan wilayah kaltim yang masih tertinggal dan tak dapat pembaharuan, seharusnya wilayah tersebut mendapat prioritas tersendiri terutama pada daerah pedalaman dan perbatasan.

Akan tetapi, dapat kita bayangkan kedepannya bagaimana bila tuntutan-tuntutan dari daerah tersebut dipenuhi? Menurut saya malah menjadikan kecemburuan-kecemburuan daerah lain sehingga kedepannya akan banyak daerah yang akan menuntut otonomi khusus dan pastinya akan menjadikan kerancauan atau aksi separatis, dan bahkan hingga perpecahan antar wilayah. Solusinya adalah pemerintah harus lebih memperioritaskan pemerataan pembanguanan, dan pemerataan–pemerataan yang lain, jangan hanya terfokus pada daerah yang sudah terbilang maju dan berkembang.

*Penulis Merupakan Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Politik (FUFP), Semester III.

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami