Jangan Ikuti Marxisme, Tidak ada Akhlak!

Facebook
Twitter
WhatsApp

Oleh: A. Ikhsan

Perjuangan kemanusiaan adalah sebuah catatan yang berarti dalam sejarah peradaban manusia. Hubungan antara individu dan masyarakat yang senantiasa harmonis adalah suatu wujud manifestasi sifat penyayang tuhan (Rahim). Terciptanya suatu hubungan yang harmonis dalam sosial akan mengarah kepada keadilan sosial dan keadilan ekonomi.

Pada sejarah panjang perjuangan kemanusiaan, dan perjuangan menuju keadilan telah tercatat banyak tokoh populer. Sudah tentu dikalangan mahasiswa atau pemuda yang suka membaca buku dan Aktif di dunia gerakan, tentu tidak asing lagi dengan nama Karl Marx, Che Guevara, Mahatma Gandhi, Soekarno, Soe Hoek Gie, Tan Malaka, Mikhail Bakunin, Ali syariati dan masih banyak lagi tokoh populer lainnya.

Mengenal para tokoh revolusioner dengan ideologi yang melekat dalam pemikirannya, lalu menjadikan fikiran itu sebagai ideologi sudah tentu ada. Ketika mengenal tokoh revolusioner, kita seakan ingin menjadi seperti tokohnya. Mengenal tokoh sosialisme seperti Marx, Bakunin yang sangat keras menolak kapitalisme. Di susul Sosialisme Islam seperti Ali syariati dengan konsep dari teologi ke revolusi.

Marx dengan konsep perjuangan kemanusiaan dan perjuangan hak manusia Berdasarkan prinsip-prinsip didasarkan pada solidaritas. solidaritas Perjuangan dalam masyarakat egaliter dengan sistem ekonomi yang mereka pahami dapat melayani masyarakat secara umum, bukan hanya segelintir elit.

Meskipun berbeda dengan tokoh revolusioner Islam seperti Ali syariati yang membantah pemikiran Marx yang cenderung berfikir tentang kesulitan menuju revolusi bagi orang orang beragama. Yah , agama adalah candu bagi rakyat (Ofium of the people). Konsep Marx kemudian di bantah oleh Ali syariati. Orang beragama bukanlah penyebab kemalasan untuk memperjuangkan sosial. Bergerak itu dengan dipayungi nilai agama.

Konsep Ali syariati hampir sama dengan Marx dan tokoh sosialisme lainnya. Konsep Marx dikenal dengan kaum Borjuis (pemilik modal) dan proletar (kaum pekerja/kelas rendah) serta Ali syariati dengan istilah Qabil (Raja/pemodal/aristokrat) serta Habil (rakyat). Perbedaan kelas inilah yang memunculkan ketidak Adilan sosial dan ekonomi.

Sekiranya antara pemikir sosialisme (non-agama) dan sosialisme beragama adalah suatu konsep yang berujung aktualisasi. Sebelum menyalahkan latar belakang keyakinan para pemikir sosial, intinya mengambil arahan positif untuk perjuangan kemanusiaan. Pejuang keadilan tentu saja bukan hal yang mudah tentunya memiliki banyak tantangan. Tokoh revolusioner adalah incaran buruk para penguasa.

Membahas para pejuang dikalangan mahasiswa dan dunia pergerakan pemuda, semua cenderung memilih tokoh pejuang populer yang sudah turun temurun sebagai ajaran dan ajakan menuju revolusi. Masih adakah yang membahas tentang sosok yang disebut dengan “nabi”?. Kata nabi cenderung enggan di diskusikan di dunia gerakan. Mungkin, nabi identik dengan sesuatu yang islami dan ajakan kebaikan, menjadi candu seperti kata Marx.

Nabi adalah utusan Tuhan. Maka, mendengar kata tuhan tiada lain adalah penguasa alam semesta serta isinya. Bukankah dengan adanya tuhan yang menguasai itu artinya manusia sederajat?. Ketika manusia sederajat, lalu apa bedanya dengan konsep marxisme “masyarakat tanpa kelas”. Nama Muhammad SAW sebagai utusan Tuhan di bumi sudah ada jauh sebelum para tokoh revolusioner yang terkenal.

Konsep revolusi sudah di aktualisasikan di zaman kenabian. Mendobrak perbudakan penguasa terhadap rakyatnya lalu memberikan ajaran ketuhanan sebagai pengingat kepada manusia. Bahwa tiada penguasa selain tuhan. Maka layaklah para penguasa untuk di dobrak.

Agama cenderung di pandang sebagai gagalnya revolusi karena doktrin tata nilai. Atau mungkin adanya kebiasaan orang beragama yang cenderung di anggap buruk oleh para penggerak sosial masa kini. Mungkin saja mesjid (Islam) tidak digunakan untuk berdakwah kemanusiaan dan memperjuangkan orang tertindas. Atau karena agama sudah dijadikan alat politik.

Memahami Islam, memahami sejarah lahirnya, serta bagaimana Islam menjadi kokoh di dunia, saya rasa pergerakan kita beraroma pergerakan Ali syariati. Jika  pandangan kita hanya memandang gerakan Muhammad hanya sekedar konsep bertuhan saja. Padahal, Muhammad adalah tokoh revolusioner yang paling berpengaruh sepanjang sejarah.

Andai saja ada perjuangan memberantas kezoliman penguasa oleh pergerakan muslim. Maka tumbang sudah kekuasaan dzolim yang menindas. Sayangnya, kita sering memandang bahwa Islam sebatas hubungan bertuhan serta hubungan dengan manusia lainnya dengan sebutan ibadah. Lalu enggan membawa pada pemikiran pergerakan untuk menumbangkan rezim yang dzolim (penindasan)

Membaca sejarah Muhammad menumbangkan rezim raja yang dzolim , serta menebar benih keislaman di masanya apakah bukan sesuatu yang lebih mengerikan dibanding sejarah 98?.
Membaca perjuangan Muhammad untuk mengajarkan agama serta revolusi besar besaran disertai dengan tata nilai termanifestasi dalam perjuangan Ali syariati dalam revolusi Iran.

Bukan menyudutkan para toko revolusi dunia seperti Marx (Jerman), Che Guevara (Kuba), Mahatma Gandhi (India), Soekarno (Indonesia). Tapi, berfikir jauh beribu tahun yang lalu bukanlah suatu kemunduran berfikir. Muhammad adalah tokoh revolusioner sejati yang dikenal hingga saat ini.

Ajaran Muhammad bukan sekedar ajaran bertuhan tapi juga pada perjuangan kemanusiaan. Tokoh pelanjut kemanusiaan baik yang beragama maupun tidak beragama setidaknya mereka tercatat dalam sejarah perjuangan kemanusiaan. Tulisan ini tidak untuk menyudutkan tiap tokoh revolusioner lalu memunculkan satu tokoh. Tapi hanya perlu untuk pengingat bahwa lelucon orang beragama yang cenderung mengurung diri dalam tempat beribadah lalu melupakan orang tertindas itu sudah menjadi esensi ajaran Islam.

Terlihat banyak praktek buruk penguasa dari mulai penindasan, penggusuran, serta kesewenang-wenangan. Hanya saja mungkin kita tertipu dengan label Islam politik. Jadinya kita tidak menggunakan pedoman umat Islam sebagai ajaran yang harus di implementasikan. Jika melihat ada orang yang beragama tapi dia menindas dan tidak mengedepankan keadilan sosial dan ekonomi maka dia hanya orang bukan orang Islam.

Memahami Islam sebagai agama tidak sependek dengan melihat tindakan orang yang berlabelkan islam. Tapi menyelamlah kedalam substansi maka akan kau temukan esensi ajaran Islam. Maka dengan memahaminya kau akan paham bahwa Islam jauh diatas kata “Ideologi”.

Maka, tokoh Marx sebagai contoh di kalangan sosialisme baik itu dari semangatnya perjuangannya, bolehlah diikuti. Tapi jangan ikut paham “materialisme” yang melekat di fikirannya. Melupakan Tuhan dan hanya menganggap fikiran orang beragama tidak akan berujung revolusi. Dan berkesimpulan agama hanyalah sebuah candu bagi pemeluknya. Maka, ikuti saja semangatnya tentang keyakinannya jangan!!!

*Penulis Merupakan Mahasiswa Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum (FSH). 

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami