Covid-19 Jadi Pemicu Kuliah Online dengan Sarana yang Tak Memadai

Facebook
Twitter
WhatsApp
Dok Pribadi \ Sultan Alauddin

Oleh: Sultan Alauddin

Munculnya virus yang bernama Corona telah menelan banyak korban di seluruh dunia, virus yang berukuran sangat kecil ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, seolah menjadi hal yang sangat horor di tengah masyarakat, tak bisa dinafikan lagi bahwa melihat bagaimana semakin hari korban berjatuhan satu persatu, virus ini tak butuh lama menyebar ke seluruh dunia, dimana virus ini pertama kali ditemukan di Wuhan salah satu daerah di Cina pada tanggal 17 November 2019.

Hanya butuh kurang lebih lima bulan, virus ini hampir dikatakan telah membungkus dan meracuni bumi, hal ini dikarenakan penyebaran virus ini begitu cepat dan singkat, tentunya Indonesia sebagai negara yang bisa dikatakan sebagai negara yang memiliki hubungan erat dengan Cina tentu harus berhati-hati, karena awal mula Virus ini ditemukan di Cina.

Tentunya dalam memutus rantai penyebaran virus Corona, pemerintah meminta agar masyarakat melakukan sosial distancing guna mencegah penyebaran virus Corona. Jokowi juga  mengimbau kepada masyarakat agar tidak “panik” , di kutib dari Kompas TV bahwa kegiatan yang biasa dilakukan di luar rumah seperti bekerja, belajar dan ibadah dilakukan di rumah
saja, artinya segala pekerjaan dilakukan melalui media online atau daring.

Penerapan sosial distancing ini mengubah pola keseharian dalam beraktivitas di semua kalangan, baik itu mereka yang berprofesi sebagai guru, pekerja swasta, petani maupun pelajar dan mahasiswa. Sebaimana pemerintah katakan bahwa bekerja, belajar dan ibadah dilakukan rumah saja, tentunya hal ini sangat merugikan bagi pekerja swasta yang kerja di luar rumah seperti ojek online, petani, nelayan dan pedagang.

Efek buruk pun dirasakan oleh sebagian mahasiswa di mana ekspektasi awal mahasiswa, bahwa kuliah online adalah hal yang sangat mudah dilakukan, karena bisa di kerjakan di mana saja, entah kah itu di kos-kosan maupun di rumah masing-masing.

Yang menjadi problem pada perkuliahan dalam bentuk daring (online) ini adalah sarana yang tidak memadai. Memang pada dasarnya pemerintah memberikan kuota gratis 30 GB kepada seluruh kalangan, tapi perlu diketahui bahwa hal ini berlaku untuk beberapa aplikasi saja, seperti Ruang guru, quipper video, sekolahmu.com dan rumah belajar, artinya penggunaan kuota gratis yang diberikan oleh pemerintah aksesnya sangat terbatas, ditambah lagi akses jaringan yang sangat lambat.

Pada pelaksanaan kuliah dalam bentuk daring ini harusnya pihak pimpinan kampus lebih jeli lagi dalam melihat kondisi ekonomi mahasiswanya. Mungkin mahasiswa yang orang tuanya bisa katakan kapitalis tidak jadi masalah, tapi mereka yang kondisi ekonominya serba pas-pasan ataupun mereka yang perekonomiannya di bawah pas-pasan pasti akan merasakan kesusahan untuk mencari biaya tambahan.
Belum lagi uang kuliah persemester (UKT) yang relatif tinggi tak sebanding dengan sarana yang di sediakan oleh pihak kampus.

Padahal dalam peraturan menteri agama “No.7 tahun 2018 seharusnya dialihkan dalam standar satuan biaya  operasional pendidikan” singkatnya perihal tersebut adalah untuk pengadaan fasilitas yang di butuhkan oleh mahasiswa.

Ada sebuah penganalogian yaitu antara ular dan tikus, dimana ular sebagai pemangsa si tikus yang tidak berpikir tentang nasib dan latar belakang si tikus, serta yang tidak setuju dengan nasib si tikus maka di singkirkan, lengserkan meskipun demikian kita terus-menerus di ajarkan sudut pandang ular, walaupun kita adalah tikus, artinya bahwa strata sosial ular lebih tinggi di banding dengan tikus yang menjadi mangsanya.

Dalam kehidupan dunia nyata orang yang memiliki strata lebih tinggi baik dari segi jabatan ataupun pangkatnya akan lebih leluasa untuk mendapatkan sesuatu yang di inginkannya ataupun menyingkirkan sesuatu yang tidak dia senangi, penganalogian antara ular dengan tikus, di ibaratkan mahasiswa dengan birokrasi. Mahasiswa sebagai tikus dan ular sebagai birokrasi, yang tak menyetujui dengan aturan dari birokrasi maka akan di singkirkan atau dilengserkan. Intinya bahwa harapan saya dan juga mungkin harapan seluruh kawan-kawan  mahasiswa agar birokraksi segera merenovasi sarana yang digunakan mahasiswa dalam perkuliahan daring.

*Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Semester IV

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami