Balada Perempuan dan Perjuangannya

Facebook
Twitter
WhatsApp
Sumber | Lukisanku.id

Oleh : Muhammad Jufriadi

Perempuan di Indonesia memegang peranan penting sejak dulu bukan hanya dalam lingkup keluarga bahkan dalam sejarah perjuangan Indonesia banyak nama-nama perempuan yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Pada kongres pertama perempuan Indonesia tanggal 22 Agustus 1928 di Yogyakarta yang di ikuti berbagai perwakil organisasi wanita di Indonesia di antaranya Ny sukamto, Ny Ki Hajar Dewantara, dan Ny Nona suyayi dalam kongres berhasil membentuk Perserikatan perempuan Indonesia (PPI).

Karena itu, bung Karno menyambut baik kongres perempuan 1928 atau kongres kaum ibu sebagaimana bung Karno menuliskan karya dalam suluh Indonesia muda. Dirinya menegaskan bagaimana islam tak pernah merendahkan derajat perempuan.

Sebenarnya jika kita tarik kembali dan melihat pada tahun 1923, perdebatan antara tokoh perempuan muslim seperti Rahmah El Yunussiah dan Rasuna Said mengenai pandangan mendidik perempuan harus dilihat sebagai hal yang positif.

Bayangkan saja, organisasi perempuan muslim Indonesia sudah memiliki tuntutan-tuntutan progresif. Ini bukti nyata bahwa perempuan Indonesia sudah lebih maju, di Indonesia upaya menciptakan kebijakan-kebijakan pro perempuan dari berbagai kalangan tak pernah berhenti.

Indonesia sudah melahirkan banyak pejuang perempuan hebat seperti Kartini, Cut Nyak Dien, Christina Martha Tiahahu, Dewi Sartika, andi depu dan banyak lagi.

Memang betul apa yang dipikirkan Bung Karno. Indonesia bagaikan sayap burung. Dua sayap itu harus diisi oleh perempuan dan laki-laki. Bung Karno percaya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki yang memikirkan hak bersama sebagai bangsa akan mengantarkan Indonesia ke puncak yang tinggi.

Perempuan milenial Indonesia harus meneruskan harapan Bung Karno ini. Tentu saja cara meneruskannya harus sesuai dengan perkembangan zaman saat ini dan sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh milenial itu sendiri.

Hasanuddin Ali (2017) menyebutkan ada tiga karakter yang dimiliki milenial. Pertama, milenial adalah pribadi yang connected. Artinya, mereka adalah generasi yang melek teknologi dan media sosial.

Kedua, milenial memiliki gaya berpikir yang kreatif. Sebenarnya pola pikir kreatif milenial lebih mudah disalurkan karena hidup di era digital. Karena itu, Hasanuddin Ali mencontohkan tumbuhnya start up sebagai bukti kreativitas milenial.

Ketiga, milenial sebenarnya generasi yang percaya diri. Hal ini mudah terlihat dengan banyaknya milenial yang berani mengungkapkan pendapatnya di media sosial. Majalah Time pada tahun 2013 juga menganggap milenial sebagai generasi “narsis”.

Tidak salah jika berharap pada perempuan milenial. Faktanya, di dunia, banyak perempuan yang menjadi aktivis politik atau terjun ke politik pada usia milenial.

Marsinah menggalang demonstrasi buruh pada usia 24 tahun dan dia adalah seorang aktivis dan buruh pada zaman orde Baru yang memperjuangkan hak buruh dan masih banyak perempuan-perempuan milenial saat ini menduduki beberapa bidang.

*Penulis Merupakan Mahasiswa Jurusan Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Semester X. 

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami