Oleh : Abdullah
Manusia sebagai objek masyarakat dan negara dikenal juga sebagai makhluk sosial atau mahkluk yang hidup berkelompok (berpasangan). Demikian sudah jelas digambarkan oleh sang pencipta bahwa sejatinya manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan. Berpasangan atau berkelompok kecil disebut keluarga sedangkan berkelompok besar disebut bermasyarakat dan bernegara.
Mengenai hal demikian difirmankan dalam Al-qur’an surah fathir ayat 11 bahwa “Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.
Dari dasar tersebutlah bisa dikatakan manusia memiliki potensi besar untuk hidup berkelompok atau yang bahasa umumnya yakni hidup bermasyarakat dan bernegara. Dalam hal ini bermasyarakat dan bernegera sudah ada preseden prototipe (contoh figur) bagaimana cara (etika) agar hidup bermasyarakat dan bernegara, semuanya sudah ada pada sosok figur uswatun hasanah yaitu nabi muhammad SAW. Selaras dengan itu disabdakan dalam sebuah hadits yang berkualitas shahih “innama buitstu liu tammima makarima akhlak”, bahwa nabi muhammad diutus oleh allah sebagai penyempurna akhlak mulia termasuk dalam hal ini akhlak(etika) bermasyarakat dan bernegara.
Nabi muhammad SAW yang dikenal sebagai pembawa risalah islam sudah memberikan wejangan kepada umatnya bagaimana sekiranya hidup bermasyarakat dan bernegara yang baik. Metode yang di pakai oleh beliau yaitu dengan membentuk sebuah piagam yang namanya piagam Madinah. Piagam Madinah inilah yg menjadi asas umum hidup bermasyarakat dan bernegara di madinah saat itu.
Kemudian adapun prinsip-prinsip dari al-qur’an terkait etika bermasyarakat dan bernegara. Yang pertama prinsip kedudukan manusia di atas bumi, pada dasarnya manusia diciptakan untuk menjadi pemimpin dimuka bumi sehingga manusia itu sendiri diharuskan mampu menyadari dirinya sebagai pemimipin minimal memimpin diri sendiri. Kedua manusia sebagai umat yang satu, nah disini berarti bahwa manusia tidak diperkenankan untuk saling memusuhi sebab satu antar lain adalah saudara seumat atau umat yang satu.
Adapun yang ketiga ialah prinsip menegakkan kepastian hukum dan keadilan. Ketika keadilan hendak ditegakkan maka perlu ada kepastian hukum didalamnya sehingga akan mudah mewujudkan keadilan tersebut. Kemudian ke empat yakni prinsip kepemimpinan., Untuk menjadi seorang pemimpin yang bijak, harus memiliki sikap dan sifat kepemimpinan. Lalu prinsip yang ke lima yaitu musyawarah. Praktik musyawarah ini merupakan hal yang sangat diperlukan untuk menentukan kebijakan dalam bermasyarakat dan bernegara. Bentuk musyawarah ini seperti berdemokrasi.
ke enam ialah prinsip persatuan dan persaudaraan., keduanya mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Persaudaraan tidak akan terjadi jika perasatuan tidak ada dan begitupun sebaliknya. Kemudian ke tujuh, prinsip persamaan., prinsip ini bisa menjadi dasar memanusiakan manusia dan juga sebagai wujud hubungan manusia dengan manusia lain(habluminannas). Adanya persamaan ini maka tak ada tindakan perbedaan perlakuan(diskriminasi).
Selanjutnya yang ke delapan yaitu prinsip hidup bertetangga. Bertetangga yang dimaksud bukan hanya tetangga sebelah rumah kita namun lebih dari itu tetangga negara. Ada banyak cara bagaimana menjalin hubungan Bertetangga dengan baik mulai dengan memberikan perhatian kepadanya sampai memberikan bantuan. kemudian ke sembilan, prinsip membantu yang lemah. Prinsip ini menjadi suatu kewajiban kemanusiaan dan ini menjadi hal yang penting dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
Selanjutntnya ke sepuluh yakni prinsip perdamaian dan hubungan internasional. Dasar ini yang membentuk Hukum internasional yang ada disuatu negara. Agar peperangan tidak terjadi didunia maka perlu ada sistem prinsip ini. Lalu yang ke sebelas prinsip ekonomi, dan perdagangan. Ekonomi dan perdagangan disebut salah satu bentuk muamalah dalam bahasa agamanya. Hal ini begitu penting harus ada sebab prinsip ini mampu membuat kondisi kesejahteraan masyarakat dan negara itu sendiri terkendali.
Kemudian prinsip ke dua belas yaitu prinsip administrasi dalam perikatan. Seseorang tidak bisa terikat tanpa melakukan proses perjanjian dalam administrasi. Administrasi juga begitu penting agar tatanan negara dan masyarakat terjaga dalam bentuk tertulis. Dan prinsip yang terakhir yaitu prinsip amar makruf dan nahi munkar atau mengajak pada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Prinsip bisa dikatakan dasar utama dari prinsip-prinsip lainnya. Kebaikan dan kemungkaran memiliki cakupan yang sangat luas.
Demikianlah yang menjadi prinsip dasar dalam bermasyarakat dan bernegara. Selain dari atas masih banyak prinsip lainnya yang bisa juga dijadikan sebagai pegangan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Menurut penulis masing-masing negara punya kriteria dan kebiasaan adat setempat sehingga hal itu yang menjadi faktor utama dalam menentukan dasar-dasar bermasyarakat dan bernegara. Dan adapun prinsip di atas mengenai bagaimana cara hidup bermasyarakat dan bernegara berdasarkan literatur islam yang pernah penulis baca menunjukkan bahwa islam itu sendiri tidak secara gamblang menyebutkan sistem pemerintahan yang harus diikuti oleh kepala negara namun islam itu sendiri telah memberikan prinsip-prinsipnya terkait hal tersebut.
Kemudian menurut penulis bukan hanya faktor kebiasaan adat setempat yang menjadi faktor pendorong terbentuknya prinsip bermasyarakat dan bernegara namun lebih daripada itu juga karena faktor tuntutan zaman yang semakin modern. kesimpulannya bahwa disini pemangku pembuat prinsip bermasyarakat dan bernegara sudah semestinya harus melakukan proses sinkretisme atau mencari keseimbangan dan keselarasan antara faktor yang sudah disebutkan penulis dan prinsip yang telah di atur dalam agama sebagai prinsip mutlaknya agar tidak terjadi ketimpangan didalamnya.
*Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum (FSH).