Ganja dan Stigma Masyarakat

Facebook
Twitter
WhatsApp
http://timezlive.co.za

Oleh: Ilham Hamzah

Manusia memang mahkluk terbaik yang Tuhan ciptakan di antara ciptaannya yang lain, tetapi dari kesempurnaan fisik manusia itu sendiri yang menjadikan manusia sering berlaku semena-mena dengan ciptaan Tuhan yang lainnya, termasuk dalam hal menanamkan stigma dan pola pikir, masih banyak diantara kita yang sering memvonis sesuatu tanpa pernah melakukan pembuktian terlebih dahulu.

Ganja adalah tanaman yang dikenal buruk saat ini di Indonesia bahkan guru-guru kita sering melabelkan tanaman ini dengan sebutan “Tanaman Setan” kita semua sangat familiar dengan stigma tersebut sebuah label yang seharusnya tidak layak disematkan pada tanaman ini, padahal sekitar 70 persen penduduk Indonesia beragama Islam dan seperti yang kita ketahui bersama sebagai umat Islam, dalam Islam kita tidak boleh mengecap atau menilai jelek segala ciptaan Tuhan, yang ayat ini dituangkan dalam surah Shad ayat 27: “Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya tanpa hikmah,” ayat ini seolah memberikan teguran keras kepada kita agar kita tidak semena-mena dalam melakukan penilaian terhadap ciptaan tuhan terlebih lagi penilaian itu tidak pernah didasarkan pada bukti-bukti yang kuat.

Berkenalan dengan Ganja

Ganja memiliki nama latin “Cannabis Sativa” yang diberikan langsung oleh Carolus Linnaeus pada tahun 1753, dalam istilah romawi kuno “Cannabis” diartikan sebagai tanaman obat sedangkan “Sativa” berarti tanaman yang dibudidayakan, sebelumnya manusia sudah lama mengenal ganja dengan berbagai nama sepanjang zaman. Fakta sejarah mengungkapkan bahwa “Cannabis” atau Ganja adalah salah satu akar bahasa tertua di dunia.

Catatan tertulis pertama yang lengkap tentang ganja berasal dari lempengan tanah liat yang ditulis dengan huruf paku (Cunneiform) oleh bangsa Sumeria pada tahun 3000 SM. Pada masa itu, kata-kata dalam bahasa Sumeria seperti, “A-Zal-La” (Tanaman yang memintal) “Sa-mi-ni-is-sa-ti,” “Har-Mu-Um,” “Har-Gud,” “Gur-Gur-Rum” (tali tambang) dan “Gan-Zi-Gun-Na” (pencuri jiwa yang terpintal) merujuk pada satu jenis tanaman yaitu ganja.

Berbagai ahli bahasa memperkirakan bahwa “Gan-Zi” dan “Gun-Na”dalam bahasa Sumeria terpisah menjadi “Ganja” yang dipakai dalam bahasa sansekerta serta “Qaneh” atau “Qannabu” yang dipakai dalam bahasa Ibranni. Pada masa peradaban bangsa Sumeria, masih di lembah tigris dan eufrat, bangsa Assyria sudah menyebutnya” Qunnabu.

Perubahan sebutan demi sebutan ini menandakan bahwa terus berevolusi dalam kesadaran manusia sebagai komoditas yang sangat penting dari zaman ke zaman dari masa ke masa.

Bangsa Yunani lewat para ilmuannya di zaman Romawi Kuno seperti Dioscorides dan Galen mengabadikan ganja dalam literatur pengobatan romawi dengan nama “kannabis” setelah Yunani ditaklukkan oleh bangsa romawi “Kannabis” berubah menjadi “Cannabis” untuk pertama kali. Tanaman ganja dalam peradaban romawi adalah tanaman strategis dalam berbagai kegunaan. Ganja dimanfaatkan sebagai Anal-Gesik (penghilang rasa sakit) dalam situasi perang banyak digunakan sebagai bahan untuk tali-temali, tekstil, minyak untuk penerangan, memasak, dll.

Simbiosis Mutualisme

Dalam hal perkembangan manusia, kebutuhan akan zat yang memiliki manfaat sekaligus berfungsi ganda yang mendorong manusia meluaskan budaya bercocok tanam, sementara ganja pada bangsa dan berbagai daerah terbukti mampu memenuhi semua uang dibutuhkan manusia baik kebutuhan sandang, pangan maupun papan. Hausnya kebutuhan manusia ini tenyata mampu diimbangi oleh ganja, dengan kemampuan adaptasinya yang kuat dan pola penanaman yang mudah membuat ganja menjadi pilihan bangsa-bangsa terdahulu dalam memenuhi kebutuhan mereka. Di alam liar, tanaman ganja hampir tidak membutuhkan organisme lain untuk menyebar luaskan benihnya selain itu ganja juga tidak memerlukan kondisi tanah yang subur atau iklim yang stabil.

Bila ganja tumbuh di daerah yang panas, ia akan memproduksi banyak resin atau getah dari daun dan bunganya yang merupakan zat psikoaktif untuk menangkap sebanyak mungkin air baik dari hujan maupun embun. Bila ganja tumbuh di daerah dingin yang lembab maka ia akan menghasilkan batang yang lebih kuat namun getah yang lebih sedikit, inilah yang membuat pola budidaya ganja ditiap negara berbeda dan juga mempengaruhi hasil dari budidaya ganja tersebut, di daerah panas seperti Cina, India, Mesir dan Negara Arab fungsi tanaman ganja lebih banyak digunakan untuk ilmu pengobatan dan perkembangan seni dan kebudayaan sedangkan di negara subtropis seperti Eropa, Rusia dan Kanada lebih menggunakan hasil ganja dalam hal teknologi dan juga benda pakai, lantas bagaimana dengan Indonesia? Hasil ganja Indonesia sangat menakjubkan dikarenakan Indonesia adalah negara yang berada di garis khatulistiwa dan beriklim tropis, tidak panas dan juga tidak dingin, itulah yang menyebabkan produksi ganja Indonesia sangat baik bahkan yang terbaik di dunia karena hasil ganja Indonesia selain dimanfaatkan sebagai sumber pangan dan pengobatan dapat juga dalam bidang teknologi dan benda pakai.

Ganja dalam Peradaban Dunia:

Ganja di China

Schultes dan Hoffman (1980: 83-86) menyebutkan kalau ganja telah ditanam di daratan China sejak 8.500 tahun yang lalu. Ada berbagai macam sebutan di China untuk ganja, Da Ma (Ganja besar), Huo ma (Ganja api), ziang ma (Ganja garis) dan huang ma (Ganja kuning) dan tanaman ganja betina disebutkan Ma fen (Ganja harum).

Berikut adalah hasil dari ganja yang dibuat oleh pedaban China: Benang dan kain tenun pertama tanaman pertanian utama di China, kertas pertama, ganja dalam spiritualitas China, dan literatur pengobatan ganja pertama

Ganja di Mesopotamia

Mesopotamia adalah peradaban pertama dunia dan menjadi asal mula munculnya peradaban lain seperti Sumeria, Akkadia, Babylonia dan Assyria.
Dalam bidang spiritual, secara mengejutkan tanaman ganja memiliki tempat khusus bagi bangsa Sumeria, etimolog dan sejarawan sulet banet, mengatakan bahwa “Ganja adalah alat untuk menyenangkan dewa-dewi yang dibuat dalam bentuk dupa” (B.Meissner 1925), dalam literature lain menyebutkan bahwa pada masa raja Assyria telah ditemukan surat yang berbunyi “Kami adalah anjing mati, tetapi raja dan penguasa menempatkan tanaman kehidupan dibawah hidung kami” ini ada di zaman pemerintahan raja Assurbanipal.

Catatan sejarah telah mengukir manfaat ganja pada peradaban meopotamia, selain sebagai persembahan kepada dewa-dewi juga digunakan untuk pengharum ruangan istana kerajaan dan juga banyak lagi ditemukan perhiasan kerajaan yang dibuat dari bahan dasar ganja pada masa peradaban ini.

Ganja di Persia

Imperium Persia merupakan salah satu imperium besar yang ada di Asia pada zaman kuno. Wilayahnya terbentang dari dataran Iran (Dataran Persia), Asia Barat, Asia Tengah, Asiia Selatan, hingga kasus, kekaisaran Persia pertama (Imperium Media) berdiri pada 728-559 SM setelah mengalahkan Assyria, dengan bantuan bangsa Babylonia.

Pada masa peradaban Persia, bangsa ini lebih banyak menggunakan tradisi Ganjaisme melanjutkan tradisi bangsa Assyria sebelumnya, hanya saja perkembangan ganja pada masa Persia lebih pesat dikarenakan jumlah kebutuhan masyarakat Persia dalam hal perhiasan dan juga kepuasan pribadi dari efek mengkomsumsi ganja amat disenangi oleh raja-raja Persia pada saat itu, selain itu ganja juga digunakan dalam hal komsussian masyarakat Persia yang biasanya dicampurkan kedalam susu untuk dikomsumsi pada masa itu.

Ganja di India

Di anak Benua Asia, India, Kitab artharva Veda dari agama hindu menyebut ganja sebagai salah satu dari lima tanaman suci (Aldrich, 1977) dan menyebutkan bahwa malaikat berdiam di daunnya (Chopra & Chopra, 1957), kitab Artharva Veda yang ditulis sekitar tahun 2000-1400 tahun SM menyebutkan bahwa zat psikoaktif dalam ganja memiliki banyak kegunaan bagi masyarakat beragama Hindu di India. Diantara banyaknya kegunaan ganja bagi masyarakat india, ada 2 fungsi utama ganja dalam literature agama Hindu, sebagai spiritualitas dan sebagai pengobatan. Itulah tadi beberapa bukti peradaban dunia yang ganjaja berperan besar di dalamnya, sebenarnya masih banyak lagi peradaban dunia yang lain yang menggunakan ganja sebagai dasar kemajuan bangsa tersebut.

Mungkin masih banyak yang berpendapat bahwa ganja belum dibuktikan secara ilmiah dampak dan kegunaannya, dalam artikel ini saya akan mengangkat manfaat ganja yang telah dibuktikan secara ilmiah dan telah terbukti, artikel ini bersumber dari karangan teman teman Lingkar Ganja Nusantara dalam buku “Hikayat Pohon Ganja,” manfaat ganja yang telah terbukti secara ilmiah antara lain: Sebagai pencegah rusaknya sel saraf oleh penyakit Alzheimer, memperlambat laju perkembangan penyakit Amyotrophic Lateral, Sclerosis (ALS) penghilang rasa sakit pada penyakit Fibromyalgia, memperlambat proses penyakit Glaukoma, obat gangguan sel pencernaan, obat HIV/AIDS, obat kesuliatan buang air kecil, obat asma, penghilang stres/depresi, obat imsomnia, antibiotik, meningkatkan penglihatan malam, obat kangker dan leukemia, obat diabetes, obat gangguan perkembangan menyeluruh, obat distonia, obat epilepsi, migrain dan sakit kepala dan masih banyak lagi manfaat dari ganja yang bisa teman teman baca dalam buku “Hikayat Pohon Ganja” karangan Tim Lingkar Ganja Nusantara.

Jika semua fakta dan pembuktian secara ilmiah ini sudah ada lantas mengapa kita masih menanamkan stigma bahwa ganja adalah tanaman setan, bukankah kita sebagai manusia yang memiliki kesempurnaan dari penciptaan seharusnya bisa bersikap selayaknya mahkluk sempurnya, penyataan ini didasari oleh pernyataan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta-2011) dalam kata sambutan buku Hikayat Pohon Ganja.

Dhira Narayana (pendiri LGN) menyatakan bahwa sebenarnya ada kekuatan politik besar yang mengakibatkan ganja ilegal di Indonesia, kekuatan ini yang akan mengeksploitasi ganja sehingga tanaman ini akan dimanfaatkan oleh negara-negara kapitalis dengan cara menerapkan stigma bahwa ganja adalah tanaman.

*Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) semester II.

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami