Oleh: Dwi Surti Junida
Sebagai dosen, saya juga dulu menjadi mahasiswi di salah satu Perguruan Tingggi Negeri (PTN) di Makassar. Dulu, sebagai mahasiswi saya juga pernah merasakan fase tersulit yang harus saya hadapi, fase dimana kita harus menyelesaikan tugas akhir atau skripsi. Syarat wajib di semua perguruan tinggi jika ingin menyandang status sarjana.
Skripsi adalah tugas berat yang harus dilewati untuk keluar dari kampus, tempat kita menimbah ilmu dengan cara yang baik. Banyak kasus mahasiswa dikeluarkan dari kampus karena Droup Out (DO).Namun tentu saja untuk memulai sebuah proses yang sulit, dibutuhkan mental yang kuat sekuat besi untuk menghadapinya.
Banyak tantangan dalam menjalani prosesnya, mulai dari dosen pembimbing yang “killer”, dosen pembimbing yang susah dikejar karena jadwal mereka yang padat, banyaknya referensi yang harus kita cari baik di perpustakaan ataupun di toko buku, belum lagi data penelitian kita yang selalu kurang sehingga mengharuskan kita ke lokasi penelitian kembali dan masih banyak lagi.
Kesulitan ini kadang membuat sebagian mahasiswa melakukan kecurangan. Yah, sering kita dengar di media banyaknya kasus plagiat yang dilakukan oleh segelintir mahasiswa di perguruan tinggi dimanapun. Mulai dari pembuatan proposal, proses penelitian sampai pembuatan skripsinya. Selain itu, banyak juga ditemukan isi skripsinya adalah hasil jiplakan penemuan orang lain. Sungguh terlalu yah sobat, hehe. Para pelaku ini maunya hanya instan saja, mereka tidak tahu kalau dalam menulis dan menyusun skripsi itu dibutuhkan kerja keras yang super duper berat. Semua rasa menjadi satu, bercampur dalam moment demam skripsi.
Demam skripsi adalah istilah yang saya buat saat melihat banyak senior kala itu dan teman-teman saya rasakan saat mengerjakan skripsi. Sebelum saya memasuki fase tugas akhir saat itu yah saya pun sempat takut jika menghadapinya tetapi saya ingin melawan rasa sakit (takut) itu dengan bersungguh-sungguh belajar dengan giat, dengan niat untuk menyelesaikan tugas akhir dengan baik dan cepat. Alhamdulillah semuanya terlewati dengan menyandang status sarjana dan mendapat gelar mahasiswi terbaik jurusan waktu itu, pada tahun 2012 silam.
Insa allah mudah kok sobat, semua penyakit pasti punya obat untuk menyembuhkannya atau paling tidak meredahkan rasa sakitnya. Obat yang saya gunakan adalah pertama; luruskan niat dengan bersungguh-sungguh ingin menyelesaikan studi dengan baik kalau bisa dengan cepat juga. Kedua; kuasai topik skripsi kita dengan melakukan langkah-langkah seperti menyiapkan semua referensinya, data penelitiannya harus lengkap semua yaitu mencakup jawaban dari topik penelitian dan sering konsultasi dengan para dosen di kampus. Ketiga; jangan menghindar dari dosen pembimbing kita. Nah, penyakit sering lari dari dosen pembimbing adalah penyakit yang sering sekali saya jumpai dimanapun. Banyak mahasiswa yang takut bertemu dengan dosen pembimbingnya. Mereka sangat takut jika ditanya soal perkembangan skripsinya, bahkan ada yang pulang ke kampung halaman selama berbulan-bulan (bertahun-tahun) karena masih trauma ketemu dengan dosen pembimbingnya. Satu hal yang membuat saya risih adalah kenapa harus takut ketemu dosen pembimbing?!, apakah mereka sosok hantu yang harus ditakuti, tidak! mereka adalah jawaban dari keresahanmu selama merasakan demam skripsi. Kalian harus terus mengejar dan mendekati dosen pembimbing kita, karena hanya mereka yang bisa membantu kita dalam menyelesaikan tugas akhir yang meresahkan ktia. sekalipun memang tidak semua dosen pembimbing peduli dengan kita, ada juga dijumpai dosen pembimbing yang killer yang susah diajak kompromi soal waktu dan tenaga kita dalam menyusun skripsi, tetapi hal itu bukanlah penghalang melainkan hal yang harus kita lawan karena saya pernah mendengar kalimat ini, “Hal yang harus kamu takuti adalah ketakutan itu sendiri..” So semangat saja yang sedang menjalani fase ini, demam skripsi pasti menyerang kalian, tetapi jangan menghindar melainkan harus dilawan agar kamu bisa jadi pemenang.
*Penulis merupakan Dosen Luar Biasa Jurusan Ilmu Aqidah, Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Ilmu Politik, UIN Alauddin Makassar