Anak Jalanan Adalah Anak Semua Bangsa

Facebook
Twitter
WhatsApp
Oleh | Nurul Is Wardani
ANAK JALANAN. Mendengar kata itu, yang terbesit dalam pikiran kita adalah mereka yang mengamen dan meminta-minta dijalanan. Tanpa pernah kita sadari bahwa sesungguhnya mereka semua adalah generasi penerus bangsa. Harapan dan tumpuan negara ini. Lantas, mengapa mereka sekan terabaikan? Hadirnya seakan benalu dan beban negara. Image yang muncul bagi mereka selalu buruk. Orang-orang biasanya hanya bisa mengatai dan men-judge anak jalanan sebagai anak-anak yang bodoh, tidak berpendidikan, yang bisanya hanya meminta-minta.

Ada juga yang mengatai mereka nakal dan kasar. Tapi, pernahkah kita sekali saja berpikir bahwa sesungguhnya merekalah harapan bangsa kita? Bukankah salah satu tujuan negara ini adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa? Lantas, ketika mereka dibiarkan bergelantungan dijalanan tanpa pernah menginjak yang namanya jenjang pendidikan, tak adakah rasa malu dalam diri kita sendiri? Kita menganggap bahwa kita adalah orang-orang berpendidikan, orang-orang berilmu, tapi tak ada sedikitpun gerak dalam hati kita untuk berbagi kepada orang lain, maka sia-sialah segala ilmu yang kita miliki. Karena sesunguhnya, ilmu yang bermanfaat itu adalah ilmu yang kita bagikan kepada orang lain. Entah siapapun itu, dan tentunya memiliki tujuan yang baik. Tak akan ada gunanya ketika kita memiliki banyak pengetahun namun hanya kita nikmati sendiri. Semua hanya akan seperti sampah yang bersarang dalam tengkorak kepala kita.

Kembali ke anak jalanan, kita semua tahu bahwa mereka hidup dengan garis ekonomi rendah. Untuk makan sehari-haripun masih sulit. Bahkan, usia bukanlah masalah untuk bekerja. Sampai-sampai tak jarang dari mereka yang harus mengorbankan sekolahnya hanya untuk berjualan koran dipinggir jalan. Padahal sesungguhnya, jika mereka bisa mendapatkan didikan dan ajaran yang baik, mereka bisa saja menjadi juara pertama dikelasnya. Fajrin misalnya, seorang anak berusia delapan tahun yang setiap harinya harus berjualan koran dijalan. Padahal sekarang ini, ia telah duduk dibangku kelas dua SD. Tapi karena tuntutan ekonomi,dia harus membantu orangtuanya mencari nafkah dengan berjualan koran. Padahal, anak ini seorang anak yang cukup cerdas. Dia sudah mampu menulis dan membaca.

Dibanding teman-temannya yang lain,dialah yang paling muda. Tapi, boleh dikata dialha yang paling pandai dalam berhitung. Diusianya yang masih delapan tahun, dia sangat lihai dan sigap berhitung. Dia juga sudah mampu berhitung dalam bahasa Inggris. Tentunya, apa yang dimiliknya tidak boleh hanya sebatas itu saja. Dia butuh wadah dan tempat yang layak untuk belajar dan mengembangkan pengetahuannya. Jika terus diasah, dia bisa saja menjadi juara kelas. Ketika kita memberinya pertanyaan Matematika tentang perkalian, dia sudah mampu menjawabnya dengan benar. Selain Fajrin, ada juga Ayu. Ayu ternyata memiliki bakat yang berbeda dengan Fajrin. Dia sangat cakap dalam membaca.

Diantara teman-temannya yang lain, dialah yang paling lancar membaca. Fajrin dan Ayu adalah dua diantar beberapa anak lainnya yang menjadi anak didikan Rumah Pelangi Kardus disingktat Rumah PEKA.
Rumah Peka adalah salah satu lembaga di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar yang menangani anak jalanan. Lembaga ini diketuai oleh Ardiansyah. Mahasiswa jurusan Perbandingan Agama di Fakultas Ushuluddin, Filsafat, dan Politik. Kehadiran Rumah Peka bagi anak jalanan bagaikan membawa sedikit titik terang bagi mereka. Ketika Fajrin yang berkata bahwa tidak mungkin bagi dia untuk sekolah ditingkat lanjut, maka Rumah Peka akan berkata bahwa tidak mungkin dia hanya akan tingggal diam melihat salah satu permata bangsa kita harus kehilangan haknya untuk belajar. Disinilah peran kita sebagai seorang mahasiswa yang mangaku cinta tanah air. Bukan hanya untuk mencerdaskan diri kita sendiri, tetapi mencerdaskan orang lain adalah suatu pekerjaan yang jauh lebih mulia. Terlebih lagi jika mereka adalah benih-benih permata bangsa kita. Ketika orang lain hanya bisa berkomentar dan menilai buruk tentang kondisi negara ini, maka Rumah Peka telah mengambil tindakan lebih dulu untuk memperbaikinya, yang dimulai dengan mendidik, mengajar dan mengembangkan kreativitas anak jalanan. Kesuksesan seorang pengajar adalah ketika siapa yang diajarnya bisa lebih sukses dari dirinya. Kehadiran anak jalanan bukanlah sebuah benalu atau maalah dalam sebuah negara. Tetapi, mereka adalah anak-anak bangsa yang justru harus diberi perhatian lebih dari pemerintah, dan masayarakt sekitar. Karena mereka adalah anak semua bangsa.
*Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami