Mereka mengadakan pementasan seni yang bertema Meniti Cahaya. Menghadirkan Seniman Kota Makassar, Budayawan, Sastrawan, Penyair termasuk AAM Mansur (Penyair Muda Sulawesi Selatan), Wahana Lingkungan Indonesia (Wahli), Aslan Abidin, Asdar Muis, Aco Dance, Komposer Makassar (Maskur Al-Alim), Jamal di Laga (Gedung Kesenian), Sabri AR, dan Pekerja Seni Kampus sekota Makassar (PSK).
Ditemani lilin, konsep pinisi di tengah kolam, di bawah gemerlap gemintang, dan serasa berada di pinggir pantai, penonton disuguhi berbagai macam pementasan. Mulai dari tilawah, pembacaan puisi, monolog, gesekan piano dan denting senar gitar, penonton diarak ke sebuah kehidupan masa lalu yang belum mengenal listrik, bahwa seperti inilah kehidupan tersebut. Terutama ketika Luna Vidia salah seorang seniman besar Makassar memukau penonton dengan monolognya yang berjudul Jalan Kecil Menuju Rumah dan diiringi biola Komposer Makassar, Maskur. Sampai penonton menitikkan air mata, hening, dan hanya suara Luna yang menyayat.
Menurut Ketua Umum SB eSA, Muhammad Albar menyatakan bahwa konsep dalam kegiatan ini sama sekali tidak menggunakan cahaya listrik, selain dari ingin berpartisipasi dalam gerakan hemat listrik Indonesia, juga ingin mengingatkan kembali masa-masa lalu bahwa dulu ketika belum ada listrik anak-anak masih mampu membuat mobil-mobilan dari kulit jeruk, namun seiring dengan perkembangan dan ada listrik, anak-anak jaman sekarang berteriak karena tak mampu main play station.
“Pemikiran ini sebenarnya saya ambil dari kata-kata kanda Asdar Muis RMS,” katanya di sela-sela kegiatan berlangsung.