Washilah — Gugatan mahasiswa UIN Alauddin Makassar, Alhaidi, atas Surat Keputusan (SK) skorsing terhadap dirinya yang dikeluarkan oleh Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar, Kamis (17/4/2025).
Hakim menilai, SK skorsing yang diterbitkan oleh Dekan FTK telah sesuai dengan aturan yang ada. Lebih spesifik, Alhaidi dinilai telah melanggar ketentuan yang tertuang dalam Surat Edaran No. 2591.
Dalam putusan perkara Nomor: 124/G/2024/PTUN.MKS Penggugat a.n. Alhaidi, majelis hakim memutus, “Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya”.
Menanggapi putusan tersebut, Hutomo Mandala Putra selaku Kuasa Hukum Alhaidi menilai bahwa SE 2591 tidak memiliki landasan yang kuat sehingga membatasi ruang demokrasi di lingkup kampus UIN Alauddin Makassar. Baginya, SE tersebut bertolak belakang dengan konstitusi serta prinsip HAM sehingga tidak dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan.
“Bagaimana mungkin SE yang bertolak belakangan dengan konstitusi serta prinsip HAM dijadikan sebagai bahan pertimbangan? Terlebih membenarkan ketentuan SE, yang menyatakan aksi Alhaidi serta mahasiswa lainnya itu tidak memiliki izin dari birokrasi kampus,” ujar Hutomo.
Ia juga mengatakan bahwa majelis hakim tidak mempertimbangkan fakta atau keadaan hukum yang terjadi setelah terbitnya objek gugatan, dalam hal ini SK skorsing terhadap Alhaidi. Padahal ada fakta pelanggaran prosedur penerbitan objek gugatan yang dilakukan Tergugat setelah terbitnya objek gugatan tersebut. Telah terbukti di persidangan yaitu Alhaidi tidak memberikan tembusan objek gugatan/SK Skorsing kepada orang tua/wali Penggugat.
“Majelis hakim enggan mempertimbangkan pelanggaran bahwa Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan tidak memberikan tembusan objek gugatan kepada orang tua wali Alhaidi, padahal ini jelas bagian dari prosedur terbitnya objek gugatan, karena itu kami menilai hakim lepas tangan atas sebagian prosedur terbitnya objek sengketa yang dilanggar oleh Tergugat,” jelasnya.
Hal yang lain, Dewan Kehormatan Universitas (DKU) UIN Alauddin Makassar sebagai lembaga yang menilai dugaan pelanggaran tata tertib di UIN Alauddin Makassar memberi panggilan dengan waktu yang tidak proporsional kepada Tergugat karena DKU menyerahkan panggilan tersebut pada pukul 16.05 tanggal 23 Agustus 2024, sehingga Alhaidi tidak dapat menghadiri panggilan.
“Keputusan hakim PTUN saya lihat tidak berlandaskan pada nilai-nilai demokrasi, lebih-lebih nilai kemanusiaan,” kata Alhaidi
Lebih lanjut, Alhaidi secara tegas mengatakan bahwa dengan keputusan ini pula, semangat perlawanan semakin meningkat.
“Saya anggap keputusan ini menjadi awal untuk untuk menyusun kembali sistematis perlawanan,” tutupnya.
Penulis: Redaksi