Teater Milad Ke-39 UKM LIMA Washilah, Kritik Kebijakan Kampus

Facebook
Twitter
WhatsApp
Penampilan teater aksi demonstrasi di Aula MAN 2 Kota Makassar, Sabtu (26/10/2024). | Foto : Washilah - Sappe

Washilah – Dalam ruang gelap gulita, suara sirene bergema, disusul teriakan “Hidup Mahasiswa” yang mendapat balasan sorakan “Hidup!” dari sejumlah orang. Sontak para tamu memberikan atensinya pada sumber suara tersebut.

Kemudian, beberapa mahasiswa muncul dari belakang tamu, berjalan ke arah panggung. Dipimpin oleh seorang pemuda yang terus beriakan “Hidup Mahasiswa” melalui toa.

“Ini melanggar konstitusi, surat edaran ini bertentangan dengan undang-undang dasar. Hanya ada satu cara kawan, lawan,” ujar El, pemuda yang memimpin demonstrasi.

Bu Andin, seorang dosen yang dikenal dengan ciri khas kacamata, tampak menghampiri para demonstran sambil merekam aksi dengan ponsel di tangan kanannya. Dua satpam turut mengawal di belakangnya.

Seorang demonstran dengan cepat menepis ponsel Bu Andin, membuat ponsel tersebut terlempar. Kericuhan pun terjadi, salah satu aksi demonstran ditangkap dan ditahan oleh satpam.

Bimo, seorang anggota pers mahasiswa, yang enggan untuk diam melihat situasi memanas. Dia segera mendekat dan mulai mengambil foto.

Namun, seorang satpam mencegahnya, mendorong Bimo menjauh dari kerumunan.

“Berhenti mengambil foto, ini perintah kampus,” ujar satpam, menghalangi Bimo mendekat ke arah aksi.

“Kenapa, Pak? Apakah kampus sudah membeli hak atas kebenaran?” teriak Bimo tidak terima.

Penonton langsung bertepuk tangan, dan sorakan memenuhi ruangan itu.

Itulah penggalan dari pementasan teater dalam rangka milad ke-39 Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Informasi Mahasiswa Alauddin (LIMA) Washilah, yang diselenggarakan di Aula MAN 2 Kota Makassar pada Sabtu (26/10/2024) lalu.

Pementasan teater bertajuk “Suara Kebenaran” tersebut dihadiri oleh lebih dari 100 penonton.

Pimpinan Umum UKM LIMA Washilah, Rahmat Rizki, mengatakan teater ini hanyalah untuk menyampaikan keresahan dan merawat ingatan. Ia juga mengungkapkan bahwa judul teater ini adalah untuk mewakili tugas pokok seorang pers.

“Kami mencoba mempertanyakan kembali bagaimana pers seharusnya? Bagaimana ia bersikap terhadap kekuasaan, birokrasi atau pimpinan? Jawabannya, angkat penamu!,” jelasnya.

Penulis: Rhizka Amelia (Magang)
Editor: Sriwahyuni

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami