Washilah – Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al Jami’ UIN Alauddin Makassar menggelar Dialog Lintas Agama yang bertemakan “Penguatan Nilai Toleransi Beragama Berbasis Nilai Budaya Bugis-Makasssar” di Auditorium UIN Alauddin, Sabtu (27/7/24).
Kegiatan ini menghadirkan lima tokoh agama dari perwakilan masing-masing agama, yakni dari agama Katolik, Pastor Albert Arina, Pendeta dari Protestan, Pdt. Dr Lidya Kambo Tandirerung, perwakilan agama Buddha, Suzanna, dari agama Hindu, Ketut Bhuwana Kertiyasa, dan agama Islam, Dr Syamsurrijal Ad’han.
Dalam perspektif kristiani, Pendeta Dr. Lidya Kambo Tandirerung menjelaskan bahwa bagian yang paling esensial dalam moderasi beragama yaitu melihat sesama manusia sebagai pribadi yang setara, sehingga tanda kesetaraan ini menjadi satu kesatuan yang relevan dengan kearifan lokal.
Lebih lanjut, ia mengatakan, setidaknya ada tiga nilai budaya bugis dalam memjaga toleransi yang sudah tidak asing lagi didengar, Sipakainge, pentingnya saling mengingatkan karena setiap orang punya potensi untuk melakukan kesalahan, kemudian Sipakalebbi, melihat manusia dengan apresiasi dan memberikan hak dalam kebebasan bersuara, serta yang terakhir Sipakatau, memanusiakan manusia dengan rasa hormat.
“Menempatkan orang lain secara setara berarti kita berbagi standar nilai kemanusiaan, karena kedamaian dibangun di atas keterbukaan, keadilan, dan kerukunan,” katanya.
Sementara itu, delegasi dari agama Buddha, Suzanna menuturkan bahwa toleransi bukan hanya terkait perbedaan agama saja, tetapi juga perbedaan bahasa dan budaya, karena hal tersebut merupakan sebuah identitas yang dapat memperkuat toleransi beragama. Ia juga menekankan pentingnya memulai penerapan toleransi dari diri sendiri.
“Kedamaian yang dirasakan saat ini harus terus dipelihara dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Sehingga melahirkan kehidupan yang rukun dan harmonis,” ujarnya.
Salah satu peserta, Yogiprasetyo mengatakan bahwa dalam menyikapi persoalan toleransi beragama diperlukan pendekatan dengan penuh empati.
“Kita perlu mengetahui apa saja batasan-batasan dalam toleransi beragama itu sendiri, dan juga menghargai pandangan dari beberapa tokoh agama lain,” ucapnya.
Penulis: Putri Aulia (Magang)
Editor: Sriwahyuni