Washilah – UIN Alauddin Makassar memiliki 58 guru besar. Dari delapan fakultas, hanya Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) yang tidak memiliki guru besar sama sekali.
Padahal, gelar profesor merupakan salah satu indikator utama dalam menilai kualitas perguruan tinggi. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Guru Besar atau profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi. Untuk menduduki jabatan akademik guru besar atau profesor, harus memiliki kualifikasi akademik doktor.
Wakil Rektor I Bidang Akademik, Prof Mardan mengatakan gelar profesor untuk tiap fakultas seharusnya wajib. Karena pascasarjana baru bisa dibuka dengan minimal tiga guru besar.
“Tidak bisa dibuka kalau tidak cukup tiga guru besarnya itu S3. Untuk S2 harus dua guru besarnya. Rektor tidak bisa kalo bukan guru besar,” ungkapnya.
Soal FKIK yang belum memiliki satu pun guru besar, Prof Mardan mengatakan masih dalam tahap wajar.
“Justru diragukan kalo ada guru besarnya, karena sesuai jenjangnya belum memenuhi syarat, kalau sudah langsung ada guru besarnya perlu dipertanyakan,” jelasnya, Selasa (24/1/2023).
Belum adanya guru besar di FKIK, juga dipengaruhi karena beberapa prodi masih baru. Dosennya harus melalui proses dari asisten ahli ke lektor, selanjutnya lektor kepala, kemudian guru besar.
“Untuk mencapai hal tersebut butuh sekitar 20 sampai 30 tahun,” kata Guru Besar Bahasa dan Sastra Inggris itu.
Sekarang FKIK sudah memiliki enam orang Lektor Kepala. Kalau sudah doktor, kata Prof Mardan masih butuh mengurus guru besar tiga tahun. Mahasiswa Farmasi, Rahmi mengatakan adanya guru besar itu penting karena berpengaruh terhadap pengetahuan mahasiswa.
“Kalau kami lihat dosen-dosen yang kami yang paling tinggi sekarang itu doktor. Tataran doktor saja, ketika kami diajar mereka itu wah sekali apalagi kalau beliau adalah seorang guru besar. Tentunya akan luas dan lebih sederhana lagi ilmu yang kelihatnnya rumit bagi mahasiswa tapi bisa disederhanakan oleh seorang guru besar itu,” ujarnya.
Guru Besar Jadi Penunjang Akreditasi
Kata Dekan FKIK, Dr Syatirah Jalaluddin, salah satu persyaratan terakreditasinya fakultas dan jurusan ialah adanya guru besar. Akreditasi menjadi penting karena akan menjamin kualitas dan mutu lulusan perguruan tinggi.
“Salah satu item penilaian akreditasi adalah SDM. Alhamdulillah dengan tujuh kriteria, Farmasi bisa akreditasi A walaupun belum ada guru besar,” bebernya, Rabu (15/3/2023).
Selain itu Ia menambahkan, kurangnya dosen S3, publikasi internasional, dan minimnya jabatan lektor kepala menjadi penghambat hadirnya guru besar di FKIK. Sementara itu, salah satu dosen yang sedang mengajukan diri menjadi guru besar, Dr Fais Satrianegara menuturkan telah melakukan proses pengajuan melalui aplikasi.
“Jadi sudah ada aplikasi dan persyaratan-persyaratannya yang sudah diajukan. Di tingkat fakultas itu disetujui oleh dekan, dan di tingkat universitas mendapatkan persetujuan dari anggota senat berdasarkan kelengkapan yang dipersyaratkan dari Dikti sesuai dengan peraturan-peraturan yang sudah disosialisasikan sebelumnya,” jelasnya, Kamis (16/3/2023).
Lebih lanjut, Dosen Jurusan Kesehatan Masyarakat yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan II FKIK itu, mengatakan telah melakukan pengajuan guru besar sejak tahun 2022 dan melengkapi beberapa persyaratan. Fais mengungkapkan, dua persyaratan terpenting seperti pernah melakukan penelitian hibah dan mengajukan dua jurnal bersyarat scopus, telah Ia penuhi. Namun, jurnal tersebut sudah tidak masuk dalam daftar yang bisa terindeks scopus.
“Hampir semua teman-teman (dosen yang juga mengajukan diri sebagai guru besar) mengalami kendala yang sama yakni masalah jurnal dan artikel,” tambahnya.
Setiap tahunnya, jurnal yang terindeks scopus memiliki persyaratan tersendiri. Karena jurnalnya sudah discontinue, Dr Fais direkomendasikan untuk memasukkan satu jurnal terindeks scopus.
“Saya sudah mengajukan dua jurnal scopus. Mudah-mudahan bisa terbit lebih cepat supaya bisa memenuhi persyaratan review dari Dikti,” ungkapnya.
Bagi dosen yang pengabdian kerjanya belum genap dua dasawarsa harus memiliki indeks Scimago Journal Rank (SJR) atau tingkatan jurnal 0,5. Dr Fais menganggap hal tersebut akan menjadi kendala karena sulitnya mendapatkan kesempatan untuk dipublikasikan di scopus.
“Tapi bagi yang sudah bekerja di atas 20 tahun dan sudah mengabdi jadi dosen tidak menjadi persyaratan harus menjadi (SJR) 0,5. Yang penting scopus,” jelasnya.
Tulisan ini telah terbit pada Tabloid Edisi 121 spesial Magang.
Penulis : Desviana/Ahmad Bilal
Editor : Irham Syahril