Potret Mahasiswa Mandiri

Facebook
Twitter
WhatsApp

 Rabu, 04 Januari 2012 | Suryani Musi
Agus
Washilah Online-Sosok yang dikenal bersahaja dan ramah ini, ternyata menyimpan cerita yang cukup menarik dan mampu menginspirasi. Perjalanan hidup anak kedua dari empat bersaudara ini, diwarnai dengan lika-liku kehidupan khas anak pesisir perkotaan. Ia adalah Agus mahasiswa Jurusan Peradilan Agama Fakultas Syariah (FSH) Semester VII Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Rabu (04/01/2012).
Lahir dan  dibesarkan di Ujung pandang (sekarang kota Makassar) 21 tahun yang lalu dari orang tua yang berprofesi sebagai pedagang kecil dipinggiran pasar Sentral Makassar, menjadikan Agus kecil terbiasa dengan kehidupan yang cukup keras dan penuh dengan  keterbatasan.
 Hal ini terlihat kala Agus kecil yang gemar bermain sepak bola hanya memiliki seorang teman yang menjadi sahabat kecilnya. Sobat kecil itu adalah Sahrul. Nama yang melekat kuat dalam memorinya. Ia merupakan sosok sahabat yang sangat setia yang menemani Agus melewati masa kecilnya. 
Walaupun pada usia 8 tahun Agus kecil telah dibawa ibunyake kampung halamannya. Desa Segeri. Pangkep untuk diasuh oleh neneknya. 
Namun, menjelang usianya yang baru 9 tahun Agus kecil harus relah melepas kepergian ayah yang sangat memanjakannya berpulang ke Rahmatullah. Karena secara tiba-tiba saja terserang stroke dan kelumpuhan. Sejak saat itu, ia kehilangan sosok ayah yang begitu menyayanginya dan harus kembali kepangkuan ibunya di Makassar. 
Suasana kota yang tak ramah ditambah ia harus belajar hidup tanpa seorang ayah mendorong Agus kecil berusaha untuk membantu kehidupan keluarganya dan bermimpi suatu saat nanti ia akan menjadi orang yang sukses serta dapat menopang kehidupan keluarganya. Akan tetapi, pada usia 11 tahun Agus kecil harus rela ditinggalkan sobat ciliknya Sahrul yang mengikuti orang tuanya merantau di kota Ambon, Maluku. Lagi-lagi ia harus menahan kesedihan ditinggalkan orang begitu dekat dengannya.
Setelah menamatkan pendidikan di sekolah Menengah Pertama (SMP), Agus hampir tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTA karena tidak memiliki biaya. Akan tetapi, kakaknya yang terlebih dahulu putus sekolah karena sebab yang sama memginginkan Agus dapat melanjutkan pendidikan walaupun sang kakak harus bekerja keras untuk mencari biaya pendidikannya. Setelah ia menamatkan pendidikan di Madrasah Aliyah DDI Galesong Baru. 
Kendala yang sama datang menhalanginya impian Agus melanjutkan pendidikan di bangku Perguruan Tinggi. Tidak ada biaya selalu menjadi momok yang menakutkan bagi keluarga ekonomi rendah seperti mereka. Buktinya di dalam keluarganya tidak ada yang mampu melanjutkan pendidikan baik di tingkat menengah atas (SLTA) apalagi berharap dapat kuliah di Perguruan Tinggi. 
Namun, tekad dan semangat anak pedagang ini ternyata sudah bulat ingin mewujudkan impiannya tersebut.
“Cukup berikan saya uang untuk mendaftar  kuliah dan regitrasi pertama,“ katanya tegas. Bermula dari tekadnya tersebut , Ibu dan kakaknya pun tergerak untuk   mencarikannya biaya. Hasilnya uang sebesar satu juta dikantonginya untuk mendaftar masuk di UIN. Sebuah pencapaian yang tidak murah dari anak pedagang kecil yang dibesarkan oleh orang tua tunggal. 
Setelah menjalani satu semester berjalan, sosok pekerja keras ini kemudian terpilih menjadi ketua tingkat, selain itu ia memperdalam bakat menulisnya dengan mengikuti program penerimaan anggota baru UKM LIMA Wasilah di tahun pertamanya kuliah.
Sayangnya kehidupan tidak begitu mulus, mahasiswa yang dikenal aktif di kelas dan organisasi, harus bekerja menjadi tukang batu pada saat liburan semester untuk membayar uang SPP. Karena prestasi terus menanjak ia kemudian mendapat beasiswa prestasi. 
Mulai saat itu dia mulai membangun kepercayaan diri  kemudian mengikuti berbagai organisasi baik eksrta maupun intra. Maka tak heran ia kemudian terpilih menjadi ketua UKM LIMA Wasilah periode 2011-2012. Namun Agus tetaplah Agus putra daerah yang selalu belajar dan terus berproses. Kerasnya kehidupan kota menjadi saksi bisu hari-harinya. 
“Bersyukurlah bagi kalian yang masih punya kedua orang tua. Jangan sia-siakan modal yang kalian dapat. Karena tidak selamanya apa yang kalian alami itu juga sama dialami oleh mahaisswa lain. Tapi, lebih bersyukur  lah jika kalian masih berstatus mahaiswa dan masih bisa makan tiga kali dala sehari seminggu. Terkadang saya makan hanya satu kali dalam dua hari. Saya tak mau mengeluh. Cukup saya mau yang membaca tetang hidup saya, menyukuri apa yang ada pada dirinya. Di luar sana masih banyak yang lebih menderita dari kita,”katanya seraya tersenyum.
             

  Berita Terkait

Pencarian Berita

Lihat Arsip Kami